Dalam pembahasan kali ini cukup begitu menarik untuk kita bahas mengenai upah dan hak pekerja dalam etika bisnis islam. Pembahasan ini sangat berhubungan erat dengan yang biasa kita sebut karyawan sebagai objek yang dikenal dengan ketenaga kerjaan di dalam suatu usaha. Ketenaga kerjaan merupakan faktor pendorong utama jalannya proses bisnis atau usaha tersebut. Walaupun kita dapat memperoleh skill dan pelaksanaan dari tenaga kerja tersebut, kita tidak boleh sampai melewatkan kewajiban kita dalam memenuhi hak para pekerja yang telah memberikan kontribusinya terhadap kerjanya. Dimana beberapa pandangan selalu muncul setiap kali kita berbicara mengenai etika berbisnis dalam pandangan islam baik yang merujuk pada Al-Qur’an maupun Hadist.
Terkait sekilas mengenai upah dan hak pekerja, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu apa itu upah dan apa saja yang menjadi hak pekerja dalam etika bisnis islam. Upah merupakan salah satu kewajban penting yang harus diberikan kepada pekerja, upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atau barang sebagai bentuk imbalan kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja (kontrak kerja) dalam kesepakatan bersama. Di dalam etika bisnis islam Rasulullah menganjurkan disegerakannya pemberian hak pekerja, beliau bersabda :
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya”. (HR. Ibnu Majah)
Maksud hadis diatas adalah menyegerakan menunaikan hak pekerja setelah selesai pekerjaannya, begitu juga dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian upah baik itu setiap perhari, perminggu bahkan perbulan. Makna dari memberikan upah sebelum kering kerigatnya, merupakan ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan upah setelah pekerja menyelesaikan pekerjaannya dan ketika pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya memang benar-benar kering. Selain itu di dalam agama islam terdapat beberapa kedzhaliman apabila kita tidak memeberikan hak kepada para pekerja, kedzhaliman tersebut diantaranya sebagai berikut :
- Tidak memberikan hak-hak pekerja.
- Di dalam islam barang siapa yang memakan atau menggunakkan hak pekerja, dan pekerja merasa terdzhalimi, maka walaupun pekerja tersebut tidak mendapatkan haknya di dunia, akan tetapi di sisi Allah hak pekerja tidak akan hilang di akhirat kelak.
- Mengurangi hak pekerja dengan cara tidak dibenarkan.
- Banyak kasus yang terjadi seperti contoh seseorang yang bekerja dengan perjanjian kontrak kerja yang dijanjikan berupa upah yang sesuai telah disepakati bersama. Tiba- tiba pemilik usaha mengubah secara sepihak isi perjanjian tersebut dan mengurangi atau memotong upah pekerjanya.
- Memberikan pekerjaan atau menambah waktu kerja (Lembur) akan tetapi dalam pemberian upah tidak memberikan tambahan melainkan hanya upah yang wajar.
- Mengulur-ulur pembayaran upah kepada pekerja dengan cara menyengajanya.
- Tak sedikit kejadian seperti ini terjadi banyak sekali para pemilik usaha menunda upah para pekerja dengan alasan berbagai hal. Islam sangat tidak menyukai hal seperti ini karena pemanfaatan upah yang diterima oleh pekerja sangat berarti dalam kelangsungan hidupnya.
Beberapa kedzhaliman di atas perlu kita hindari karena orang-orang yang melakukan kedzhaliman kepada para pekerjanya maka sunnguh celakalah di hari akhir nanti, seperti di dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, rasulullah bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ثَلاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
Allah SWT berfirman,”Ada tiga yang menjadi musuh-Ku di hari kiamat, (1) orang yang berjanji pada-Ku kemudian ia mengingkari, (2) orang yang menjual orang merdeka lalu ia memakan hasil penjualannya, (3) orang yang mempekerjakan orang lain yang diminta menyelesaikan pekerjaannya , tetapi ia tidak memberikan upahnya.”(HR. Al-Bukhari).
Selanjutnya setelah kita mengenal apa saja yang dilarang oleh agama islam terkait upah dan hak pekerja dalam etika bisnis islam, mari kita menginjak kepada hak-hak yang seharusnya di dapat oleh pekerja. Di dalam islam itu sendiri banyak diajarkan bagaimana kita seorang muslim (pemilik usaha) dapat memberikan hak yang seharusnya di dapat oleh para pekerja, disini selain memberikan upah sebelum kering keringatnya dan tidak mendzhalimi pekerja, islam juga menjelaskan beberapa hak pekerja di dalam etika bisnis islam seperti halnya :
Islam memposisikan pekerja sebagaimana seperti saudara sendiri dan tidak membatasi antara pemilik usaha dengan pekerja.
Melarang memberikan beban tugas kepada pekerja melebihi kemampuannya. Jika itu memang dalam keadaan mendesak atau terpaksa harus dilakukan, maka alangkah baiknya pemilik usaha juga ikut andil dalam membantunya.
Islam memotivasi agar para pemilik usaha atau atasan agar bersikap bijaksana dan berwibawa kepada pekerja.
Islam menekankan semaksimal mungkin untuk menghindari dalam perbuatan keras kepada para pegawai.
Islam juga sangat memperhatikan perlindungan kesehatan dan keamanan kepada pekerja. Untuk itu sekarang sudah banyak fasilitas yang mendukung seperti jasa asuransi yang diberikan pemerintah kepada pekerja.
Memberikan perlakuan yang sama kepada setiap para pekerja. Keadaan ini sangat memungkinkan terjadi di dunia bisnis karena setiap skill para pekerja itu bervariasi ada kalanya pekerja yang sangat memumpuni pekerjaannya da nada juga sebaliknya. Oleh karena sikap adil harus dimiliki oleh pemilik usaha atau atasan.
Islam juga memberikan keluasan kepada pekerja untuk menyampaikan pendapatnya. Dengan adanya aspirasi dari pekerja akan memberikan kontribusi dan ikut serta dalam memajukan usaha yang diraih.
Setelah kita memulai mengenal apa yang dimaksud upah dan hak pekerja, selanjutnya mari kita bersama-sama memulai untuk membenahi dan belajar agar bisa lebih menghargai para pekerja yang ada di sekitar kita terlebih utama juga kepada pemilik usaha atau atasan, karena setiap perbuatan baik pasti akan mengarah kepada kebaikan pula dan apabila kita ingin dihargai oleh seseorang akan lebih baik lagi jika kita menghargai seseorang terlebih dahulu.