Sabtu, Desember 7, 2024

Umat Muslim Menolak Dikibulin

Wawan Kuswandi
Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa
- Advertisement -

Kaum muslim harus cerdas dan berkualitas, bagaimana caranya? Gampang kok. Caranya, umat muslim harus berani menolak dengan tegas siapapun, baik politisi parpol atau tokoh agama (ustadz, da’i, ulama, kiai dan habib) yang selalu mengatasnamakan Islam dalam setiap aksi massa yang dilakukan ormas berbasis agama maupun saat kampanye politik menjelang pilpres 2019 mendatang. Paham!.

Agama sangat penting bagi kehidupan manusia. Tetapi, akan jauh lebih sempurna, bila manusia dalam menunaikan ajaran agamanya mampu memperlihatkan cara-cara damai dan beradab, baik dalam konteks politik maupun sosial. Kaum muslim wajib mengkritisi, pernyataan atau janji yang terlontar dari sejumlah politisi dan tokoh agama yang cenderung bersifat menghujat, memecah-belah, berbohong, dan menyulut konflik antarumat beragama, khususnya yang berkaitan dengan momen pilpres 2019.

Siapapun yang mengaku politisi dan tokoh agama, tetapi bila dalam setiap pernyataannya selalu mengumbar kebencian, dan menebar janji, maka mereka bukan termasuk dalam golongan umat muslim yang cerdas dan berkualitas. Kecerdasan dan kualitas umat muslim wajib diwujudkan melalui pemikiran-pemikiran yang bersifat komprehensif, universal dan tetap menjaga harmoni sosial diantara banyaknya perbedaan status sosial.

Realitas Kehidupan Sosial

Islam merupakan rahmat bagi alam semesta. Allah SWT berfirman, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya 21:107). Islam telah menempatkan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan pada derajat yang lebih tinggi, sebagaimana firman Allah SWT,  “…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”(QS Al Mujadilah 58:11).

Untuk menuju umat yang cerdas dan berkualitas, sudah saatnya kaum muslim tidak melulu hanya bermain dalam tataran ritual belaka, tetapi harus berani menyentuh realitas kehidupan sosial dalam setiap menjalankan ibadahnya. Memperkuat rasa toleransi antarsesama umat beragama akan menjadikan umat muslim bukan cuma sekadar cerdas dan berkualitas, tetapi juga telah menunjukkan derajatnya yang paling mulia di alam raya. Tinggalkan para ‘penjahat’ berkedok politisi, ustadz, ustadzah, kyai, ulama maupun habib yang dalam setiap ceramahnya merusak sendi-sendi ajaran agama.

Dakwah Propaganda 

Seperti kita ketahui, Indonesia menjadi negara satu-satunya di dunia yang memiliki banyak stok pendakwah, khususnya untuk agama Islam. Saya bersyukur kepada Tuhan, karena saya dan mungkin juga Anda, bisa belajar ilmu agama bukan hanya dari buku-buku, sekolah formal, majelis taklim atau pesantren yang banyak bertebaran di Indonesia, tetapi juga melalui media massa mainstream dan sosial media (dengan catatan saya dan Anda harus mengkritisinya).

Namun, ditengah-tengah rasa syukur itu, saya sangat prihatin ketika melihat para pemimpin umat muslim (kiai, ustadz, ulama, da’i, habib) yang dalam syiar Islamnya atau saat berdakwah tidak lagi sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Mereka justru menjadikan dakwah sebagai alat propaganda politik yang tujuannya ingin merebut kekuasaan.

Saat ini, sejumlah pendakwah seringkali mengaitkan ceramahnya dengan aktivitas politik praktis yang isinya lebih didominasi oleh narasi menghujat, menabur hoaks, fitnah, mendiskreditkan agama lain atau pemerintah. Mereka terus mengklaim dirinyalah yang paling benar. Sedikitnya ada 3 (tiga) model dakwah propaganda di Indonesia yaitu :

Pertama, dakwah provokatif posesif. Ceramah ini dilakukan oleh sejumlah pendakwah dengan metode narasi yang cenderung menebar kebencian terhadap adanya perbedaan keyakinan/agama atau prinsip-prinsip dasar keagamaan. Narasi yang dilontarkan dalam dakwah ini sengaja diciptakan untuk menyulut emosi jamaah.

Contohnya ialah ungkapan mengkafir-kafirkan penganut agama lain atau dengan mudahnya mengeluarkan pernyataan bid’ah terhadap sesama penganut agama. Dakwah ini sangat berbahaya karena bisa melahirkan permusuhan antarumat beragama. Umumnya, dakwah ini banyak dilakukan oleh para tokoh agama yang menjadi pemimpin ormas berbasis agama atau oleh pendakwah yang memiliki kepentingan tertentu.

- Advertisement -

Kedua, dakwah statis dogmatik. Ceramah ini dilakukan oleh sejumlah pendakwah dengan membawakan materi yang itu-itu saja alias tidak ada kebaruan (terkini sesuai kondisi zaman). Pendakwah ini tidak inovatif dan kreatif. Pendakwah tipe ini tidak punya daya analisis yang tajam serta tidak memiliki penafsiran yang mendalam terhadap nilai-nilai ajaran agama yang termaktub dalam kitab suci.

Agama hanya disajikan sebagai ajaran dogmatis. Akibatnya, jamaah menjadi pasif, bodoh, dan tidak kritis serta tidak mampu melihat nilai-nilai ajaran agama dalam konteks yang lebih luas untuk dipraktikkan dalam kehidupan sosial. Biasanya dakwah ini dilakukan oleh pendakwah yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman luas dalam ilmu agama atau dalam istilah kerennya ‘mendadak ustadz’.

Ketiga, dakwah edukatif konstruktif. Ceramah ini dilakukan oleh sejumlah pendakwah dengan materi yang informatif, komprehensif, dan bahan kajian terbaru/terkini yang sifatnya edukatif sekaligus konstruktif bagi daya nalar jamaah. Dakwah tipe ini lebih banyak memberikan pengajaran, pengarahan, pemahaman dan penafsiran yang tepat dan benar, terhadap ayat-ayat yang ada di kitab suci. Jamaah dibimbing untuk merealisasikan nilai-nilai agama sesuai dengan realitas sosial terkini. Nilai-nilai dalam ajaran agama bukan hanya untuk dihafal, tetapi juga harus dipraktikkan dalam

kehidupan sehari-hari. Dakwah ini akan membuat jamaah menjadi lebih cerdas, kritis dan berkualitas dalam kehidupan beragama. Dakwah ini banyak dilakukan oleh pendakwah yang memiliki pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman yang sangat luas.

Pendakwah Harus Mawas Diri

Al Minawi dalam kitab Faydh al Qadîr mengatakan, “Bencana bagi umatku (datang) dari ulama yang dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan. Setiap orang dari mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dikuasai oleh kesengsaraannya. Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat, mereka mengikuti ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya. Ia memperindah penguasa yang mendzalimi manusia dan gampang mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.” [Al-Minawi, Faydh al Qadîr VI/369.].

Sebagai salah satu bagian dari umat muslim, saya sangat berharap para pendakwah mau mawas diri dalam setiap berdakwah karena semua ilmu berasal dariNya. Hindarilah menjadi pendakwah yang bisa menjerumuskan umat ke jurang nista (contohnya berani menjamin jamaah masuk surga serta menentukan pahala dan dosa umat). Sedangkan untuk kaum muslim, jadilah penganut agama yang tetap menghormati dan menjaga banyaknya perbedaan sosial dalam kehidupan alam semesta. Wassalam.

Wawan Kuswandi
Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.