Sabtu, April 27, 2024

Tumpeng Robyong: Kearifan Lokal Pelestarian Lingkungan

Suyatno M.Si.
Suyatno M.Si.
Dosen pada Prodi Ilmu Pemerintahan FHISIP Universitas Terbuka di UPT UT Yogyakarta, alumni UGM,

Dalam peringatan hari jadi atau pawai bersih desa sering dijumpai gunungan atau tumpeng yang biasa dibuat atau diarak dalam pawai-pawai. Ada yang dapat ditarik dari makna dibalik dibuatnya gunungan dan tumpeng itu. Tadsisi yang berkembang mengharuskan dibuatnya gunungan atau tumpeng beserta ubo rampenya sebagai pusat perhatian dalam kesempatan istimewa itu. Bila tidak ada maka peringatan itu dianggap belum sempurna. Tumpeng robyong di sini adalah gunungan yang rindang penuh hiasan daun-daunan, buah dan sayuran.

Agar menjadi tumpeng yang robyong maka diperlukan hiasan berupa daun-daunan, buah dan sayuran. Hiasan itu sudah ditentukan jenisnya dan wajib ada.  Misalnya daun turi atau daun dadap. Simbol ini dipahami bukan dalam kontek kerusakan alam karena mengambili daun, melainkan bahwa karena wajib ada daun, sayur dan buah maka pohon atau tanaman itu harus ada. Maka setiap rumah harus menanam pohon itu. Dalam konteks pelestarian di setiap pekarangan rumah di desa dulu hampir pasti ada tumbuhan turi dan dadap. Begitupun tumbuhan wajib ada di sekitar kita harus dipertahankan. Demikian buah dan sayuran merupakan hasil bumi sendiri dan bukan impor.

Tradisi tumpeng robyong itu menarik dalam upaya menanamkan pemahaman dan kebiasaan untuk melestarikan lingkungan pada masyarakat kita. Kita mahfum, saatini kelestarian lingkungan kita berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Berbagai perusakan lingkungan terjadi, hutan gundul, sawah dan lahan pertanian kian sempit. Bencana alam seperti banjir sebagai dampak perusakan lingkungan kian luas melanda bumi kita. Saya piki rkita perlu mengenalkan, menjelaskan dan menanamkan kearifan local kepada masyarakat khususnya generasi muda agar mampu memengaruhi mindset masyarakat hingga turut membentuk kesadaran untuk melestarikan lingkungan.

Kearifan local dimaksud adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya (Kisia; 2010). Kearifan lokal merupakan basis bagi pengambilan kebijakan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumberdaya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal.

Belum terjaga

Ketidak patuhan atas tradisi semacam tumpeng robyong ini juga dianggap memalukan sebagai sanksi sosial yang halus namun bermartabat dan efektif. Rasa sungkan dan malu menjadi hal yang dengan serius dihindari meski tanpa teguran dan sanksi yang bersifat visual. Sikap ini juga mudah diteladani oleh lapisan generasi di bawahnya.

Penilaian masyarakat akan jelek terhadap keluarga itu karena kurang teratur dalam memahami tradisi. Kondisi ini juga mudah diketahui oleh masayarakat. Karena setiap kali hajatan atau selamatan selalu bingung mencari perlengkapan tumpeng robyong ke para tetangganya. Keharusan ini juga berlaku untuk berbagai tanaman penting yang harus muncul dalam rangkaian tumpeng robyong.

Dengan kearifan lokal tumpeng robyong tersebut upaya membangun pengetahuan dan kesadaran tentang kelesatrian hutan dan lingkungan melekat erat dengan keseharian masyarakat. Kelestarian terkait langsung dengan matapencaharian dan kebutuhan riil masyarakat. Sistem ini juga berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat baik dari sisi social ekonomi dan juga usia. Semakin tinggi stratifikasi sosial seseorang akan semakin tinggi tuntutan kesadaran terhadap kelestarian alam. Hal  ini berbeda dengan kebiasaan yang berkembang saat ini dimana tingkat strata sosial lebih tinggi justru yang paling merusak kelestarian hayati.

Bangunan sanksi yang halus, bermartabat dan efektif tercipta dalam kearifan local tumpeng robyong. Masyarakat diajak untuk memiliki kepedulian tingkat tinggi karena tanpa harus ada debat kusir yang justru sering dipertontonkan oleh para elit yang terhormat dan cerdas pada waktu membahas penegakan hukum di negeri ini.

Butuh penanaman

Tumpeng robyong merupakan salah satu tatanan sosial yang menunjukkan peradaban yang luhur. Sikap ini juga jauh lebih efektif diturunkan kepada generasi penerus karena sejak kecil sudah diberikan pemahaman sekaligus keteladanan oleh orang tuanya dalam mematuhi tatanan sosialnya. Berbeda dengan cara pendidikan modern yang cenderung mengabaikan sopan-santun, akhlak dan minim keteladanan. Pewarisan nilai-nilai yang lebih dini dalam keseharian juga lebih mendorong kedalaman penerimaan nilai itu. Kearifan lokal ternyata melekat erat dalam ingatan para pengguna dan keturunannya.

Salah satu upaya rekonstruksi sejumlah kearifan lokal ditempuh melalui gerakan budaya termasuk tumpeng robyong. Gerakan ini banyak melibatkan unsur masyarakat dari berbagai lapisan. Gerakan yang bias dibangun berwujud dalam berbagai bentuk seperti karya seni, gerakan tradisi dan juga tatanan sosial modifikasi. Sistem pengetahuan bisa dipertahankan dengan gelar budaya dan seni klasik maupun kontemporer dengan mengambil tema-tema kearifan lokal yang pernah berkembang dan menjadi ikon suatu daerah.

Akhir kata, pengenalan yang massif kepada berbagai generasi akan mendorong tidak saja pengetahuan namun juga tingkat kepatuhan anggota masyarakat pada tatanan sosialnya menjadi semakin tinggi. Tentu semua berharap agar kelestarian lingkungan senantiasa terjaga sampai anak cucu kita. Tanggungjawab itu berada di pundak kita segenap anak bangsa.

Suyatno M.Si.
Suyatno M.Si.
Dosen pada Prodi Ilmu Pemerintahan FHISIP Universitas Terbuka di UPT UT Yogyakarta, alumni UGM,
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.