Cita-cita dan harapan adalah suatu mimpi yang dimiliki oleh semua orang, dari kecil kita pasti sudah di tanya apa cita-cita kamu besok ketika sudah besar? Dulu waktu kecil dengan lantang berbicara akan bercita-cita menjadi seorang dokter, perawat, pramugari, polwan dan profesi lainnya. Ya itulah jawaban realistik semua anak kecil ketika ditanya akan cita-cita nya dan hal tersebut sama seperti diri saya waktu kecil. Namun dengan seiring berjalannya waktu cita-cita seseorang selalu berubah.
Sekarang jika ada orang yang bertanya cita-cita kepada saya maka dengan lantang juga saya akan menjawab jika saya tidak punya cita-cita dan tujuan yang pasti, karena bagi saya semua cita-cita yang saya idam-idamkan semasa kecil dulu tidak sesuai dengan passion saya sekarang dan tidak seindah bayangan waktu kecil. Namun saya selalu percaya akan takdir terbaik dari Tuhan.
Kehidupan bagaikan jalanan di pegunungan yang penuh lika-liku, kadang menurun dan kadang juga berjalan lurus sesuai kemauan dan keinginan yang kita harapkan. Kita hidup untuk diri kita sendiri bukan berpatok akan ekspektasi orang lain, mendengarkan isi hati nurani apa yang sebenarnya ingin kita lakukan ke depan bukan mendengarkan omong kosong dari lisan-lisan yang tidak membangun diri.
Dalam fase membingungkan antara harapan dan cita-cita yang ingin dicapai. Seperti halnya para seniman yang sedang melakukan exhibition, di mana kita diajak untuk mengeksplorasi banyak versi untuk memperlihatkan berbagai ragam kisah hidup. Di mana tidak semua orang bisa menikmati exhibition dan tidak semua orang bisa melihat nilai seni. Sama seperti kita di mana kita diajak untuk mengeksplorasi banyak kemampuan dan diperlihatkan banyak beragam manusia yang kita temui. Di mana tidak semua orang bisa melihat dan menilai kehidupan yang sedang saya jalani saat ini.
Hitam dan putih identik dengan masa lalu yang telah terjadi. Warna hitam tidak selalu melambangkan tentang duka dan penyesalan, bisa juga melambangkan arti keseriusan dan kerahasiaan. Sama halnya dengan warna putih tidak selamanya melambangkan kesucian dan kesederhanaan, namun juga bisa melambangkan kekosongan dan kehampaan. Menggambarkan di mana masa-masa yang telah kita lewati namun memberikan makna tersendiri dalam ingatan dan hati nurani.
Hal tersebut secara tidak langsung menyadarkan kita bahwa sesuatu yang telah terjadi tidak akan pernah bisa diulang kembali dalam keadaan hidup penuh warna seperti sedia kala. Dalam proyeksi ini saya ingin mengajak para pembaca semua untuk bernostalgia dalam momen yang menurut saya tak bisa dilupakan sepanjang hidup.
Saya akan mulai bercerita tentang diri saya sendiri. Saya merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Memiliki seorang ayah dan ibu yang sangat hebat juga memiliki seorang kakak laki-laki yang tak kalah begitu hebatnya. Saya bersyukur memiliki mereka semua keluarga yang suportif dan selalu mengajarkan kemandirian kepada saya. Hidup di desa dengan sebuah kesederhanaan yang ada. Remang-remang lampu di malam hari menjadi cahaya yang begitu syahdu dan cuitan burung di pagi hari menjadi awal lika-liku hidup saya. Mulai dari kecil hingga dewasa sedih senang hingga bahagia saya lalui di sana. Tempat ternyaman dalam dekapan keluarga kecil yang hangat.
Ketika harapan dan kenyataan tidak bisa berjalan lurus sesuai keinginan hanya meratap dan menangis yang bisa saya lakukan. Awalnya saya selalu menyalahkan Tuhan kenapa takdir hidup saya selalu gagal tidak pernah sesuai dengan rencana yang sama saya inginkan. Namun akhir-akhir ini saya sadar bahwa yang saya inginkan belum tentu menjadi ridha Tuhan begitu pun sebaliknya. Entah mau senang ataupun sedih saya selalu bersyukur dan percaya dengan takdir terbaik yang telah Tuhan tulisankan untuk saya.
Seperti yang idola saya katakan bahwa mereka bilang hidup itu penuh dengan paradoks yang harus kita lakukan hanyalah membiasakan diri dengan lari terus-menerus dan dunia ini tidak hanya kejam bagi saya tapi semua orang juga menderita. Kebahagiaan itu semu datang dan pergi dengan cepat tanpa bisa kita duga serta perkirakan.
Harapan yang selalu saya agung-agungkan untuk saat ini ialah di mana saya bisa mencintai dan menerima diri saya sendiri, namun hal itu ternyata lebih susah dilakukan dari pada mencintai orang lain tetapi justru hal tersebut lah yang terpenting dalam hidup. Karena semua masa lalu, kesalahan yang lalu dan apapun itu, diri kita tetap lah diri kita. Kita bisa berubah kedalam hal yang lebih baik namun kita tidak bisa menghilang jejak kehidupan di masa lalu, baik itu buruk maupun baik. Dari masa lalu itu lah kita berproses menjadi makhluk yang lebih baik.
Hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan tetapi ketahui bahwa ada penulis skenario terbaik yang telah menentukan takdir kita. Percayalah akan takdir Tuhan yang sudah di tulis dalam Lauhul Mahfudz. Jangan pernah menyerah dan hidup lah seperti air yang terus mengalir walaupun banyak rintangan yang harus dilalui. Nikmatilah hidup ini selagi kita masih bisa bernafas dan melihat keindahan yang Tuhan ciptakan.