Minggu, Desember 15, 2024

Transformasi Pemerintahan: Digitalisasi dan Demokrasi

Shada Nida Safitri
Shada Nida Safitri
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Hukum Pidana Islam
- Advertisement -

Kemajuan partisipasi politik di Indonesia pada saat ini cukup dinamis. Partisipasi politik merupakan kegiatan rakyat yang bertindak untuk mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pemerintah (Kasustentang et al., 2021). Pemilu merupakan sebuah proses agar masyarakat mendapatkan seorang pemimpin yang berintegritas, adil dan mengutamakan kepentingan negara serta kesejahteraan rakyat (Telaumbanua et al., 2023). Melalui pemilu, masyarakat dapat menggunakan haknya untuk memilih secara langsung.

Pemerintah sebagai penyelenggara ketatanegaraan bangsa terus mencari formulasi ideal untuk mendorong proses demokrasi di Indonesia, hingga kini telah dibentuk berbagai lembaga dan regulasi sebagai infrastruktur demokrasi.

Proses dan kelangsungan demokrasi juga penting, jika ada partisipasi publik dan lembaga-lembaga independen yang memiliki reputasi menegakkan demokrasi. Kita belajar dari tataran demokrasi di tingkat nasional maupun daerah bahwa masih banyak proses demokrasi yang menyimpang dari esensi demokrasi yang sebenarnya, hal ini ditandai dengan proses kontestasi hasil pemilu sendiri di Mahkamah Konstitusi (MK), itu berada di Mahkamah Konstitusi bahwa jalur konstitusional diambil untuk menemukan jalan keadilan yang diyakini oleh para kontestan (Yusrin & Salpina, 2023).

Buktinya, di Indonesia sendiri, demokrasi ini adalah jalan dan mekanisme proyek peradaban yang sangat baik. Demokrasi menghabiskan anggaran negara yang besar, belum lagi proses politik yang rentan transaksional. Politik uang kini digembar-gemborkan oleh elit politik, akibat tingginya pragmatisme pemilih, dan ini menjadi momok bagi dunia demokrasi. Hingga berbagai pihak memberikan sanksi dan bahkan jika pada praktik politik.

Regulasi dan moralitas mengikat dalam politik dunia, tetapi selalu ada cara untuk mengabaikannya. Pasca reformasi, demokrasi kita sudah sangat terbuka dan perlahan menunjukkan kualitas demokrasi, namun tidak sedikit kasus yang menunjukkan bahwa demokrasi perlu pencerahan serius, karena proses transaksional terus berubah bentuk (bunglon) (Isra, et.al., 2021).

Legitimasi politik yang kuat memainkan peran krusial dalam menjaga stabilitas demokrasi sebagai fondasi utama. Saat pemerintah memiliki tingkat legitimasi yang tinggi, masyarakat akan lebih cenderung untuk merasa bahwa keputusan politik yang diambil adalah sah dan berdasarkan kepentingan umum. Hal ini menghasilkan situasi di mana masyarakat bersedia untuk menghormati dan menerima otoritas pemerintah, serta berpartisipasi secara aktif dalam proses politik.

Dengan adanya tingkat legitimasi yang tinggi, konflik politik yang meruncing dapat dihindari atau diminimalisir. Masyarakat akan lebih cenderung untuk menyelesaikan perbedaan pendapat secara damai dan melalui saluran-saluran politik yang demokratis, daripada menggunakan kekerasan atau tindakan-tindakan ekstrem lainnya.

Dengan demikian, legitimasi politik yang kuat membantu menjaga stabilitas politik dengan menciptakan lingkungan politik yang lebih harmonis dan stabil. Selain itu, legitimasi politik juga berperan penting dalam membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat.

Ketika masyarakat merasa bahwa pemerintah memiliki legitimasi yang kuat, mereka akan lebih percaya bahwa pemerintah akan bertindak sesuai dengan kepentingan dan aspirasi mereka. Hal ini membantu mengurangi tingkat ketidakpercayaan dan ketegangan antara pemerintah dan masyarakat, serta memperkuat hubungan yang positif antara keduanya. Dengan demikian, legitimasi politik yang kuat bukan hanya penting untuk menjaga stabilitas politik secara langsung, tetapi juga untuk membangun fondasi yang kokoh bagi stabilitas demokrasi jangka panjang

Di tengah meningkatnya polarisasi, populisme, dan pengaruh media digital, pemilu ini akan menguji ketahanan sistem demokrasi dan mengungkap apakah pemerintahan global dapat menghadapi tantangan ini secara inklusif dan adil.

- Advertisement -

Generasi muda, kelompok minoritas, serta pemilih yang semakin melek teknologi memainkan peran penting dalam mendorong perubahan, mengadvokasi isu-isu kritis seperti perubahan iklim, keadilan sosial, dan pemerintahan yang transparan. Selain itu, peran teknologi dalam pemilu, baik sebagai alat keterlibatan maupun tantangan karena disinformasi, menunjukkan kebutuhan akan pendekatan yang lebih kuat dalam menjaga integritas demokrasi.

Pada akhirnya, hasil pemilu di tahun 2024 akan memengaruhi kebijakan global di berbagai bidang, dari keamanan internasional hingga keberlanjutan ekonomi dan lingkungan. Kesuksesan atau kegagalan sistem demokrasi di tahun ini akan membentuk persepsi masyarakat terhadap masa depan demokrasi dan stabilitas pemerintahan global.

Secara keseluruhan, pemilu tahun 2024 akan menjadi barometer bagi masa depan demokrasi. Mampukah ia berkembang menjadi sistem yang tangguh dan responsif, atau akankah ia terseret dalam arus otoritarianisme dan disintegrasi? Keberhasilan atau kegagalan demokrasi tahun ini tidak hanya menentukan kebijakan domestik, tetapi juga menciptakan preseden bagi arah pemerintahan global dan stabilitas jangka panjang. Tahun ini bukan hanya tahun pemilu—ia adalah tahun bagi perombakan, pembentukan kembali, dan harapan untuk masa depan pemerintahan yang lebih kuat dan inklusif di seluruh dunia.

Shada Nida Safitri
Shada Nida Safitri
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Hukum Pidana Islam
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.