Baru-baru ini Harian Kompas melaporkan kondisi kesehatan anak-anak di Kabupaten Asmat, Papua. Masalah kesehatan yang membelit di Asmat adalah wabah campak dan gizi buruk pada anak.
Dalam pantaun Harian Kompas, hingga Selasa (16/1), sebanyak 15 orang masih dirawat di RS Agats karena campak dan gizi buruk. Sudah 61 anak sejak bulan September 2017 hingga saat ini dikabarkan meninggal dunia.
Tentu kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Jika dilihat, ada beberapa faktor yang menyebabkan wabah campak dan gizi buruk itu terjadi di Asmat; kurangnya ketersediaan tenaga kesehatan di daerah terpencil (termasuk Asmat), kesulitan menjangkau pelayanan kesehatan karena transportasi tidak memadai, kurangnya upaya kesehatan dalam hal promotif dan preventif, dan beberapa persoalan lain termasuk peran aktif masyarakat dalam upaya menjaga dan meningkatkan kesehatan.
Bukan tidak mungkin, kasus yang sedang terjadi di Asmat juga akan dialami oleh daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia, yang memiliki permasalahan yang sama, dan memicu terjadinya masalah kesehatan seperti yang dialami Asmat, atau masalah kesehatan yang berbeda.
Kita berhak bertanya, sudah maksimalkah pemerintah atau kementerian kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat? Komitmen Nawa Cita Presiden Joko Widodo poin ke 5 untuk program Indonesia Sehat adalah ntuk peningkatan layanan kesehatan masyarakat, serta program Indonesia Sehat dan Nusantara Sehat yang merupakan program kementerian kesehatan dalam menyelesaikan masalah kesehatan, dan pemerataan tenaga kesehatan di seluruh penjuru Indonesia, khususnya daerah terpecil.
Menuju Indonesia Sehat
Kementerian kesehatan sebenarnya telah memiliki program Indonesia sehat, yang kemudian ditopang oleh program terobosan kementerian kesehatan yang diinisiasi pada tahun 2015 yakni Nusantara Sehat.
Program Nusantara Sehat dimaksudkan dalam rangka penguatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, sangat terpencil dan perbatasan. Namun, jika kita lihat kasus baru-baru ini di Asmat, agaknya program itu hanya tinggal nama saja. Faktanya, daerah-daerah terpencil juga masih terbelit persoalan kesehatan.
Di Asmat, misalnya, masih mengeluh kekurangan tenaga kesehatan yang siap terjun ke masyarakat untuk melakukan pendampingan, alih-alih berusaha membangun paradigma masyarakat untuk sehat sebagaimana tercantum dalam salah satu pilar program Indonesia Sehat.
Membangun paradigma sehat dalam kontek Keindonesiaan, seringkali terbentur dengan budaya setempat. Misalnya, mengenai Imunsasi, seringkali disalah pahami dan bertolak belakang dengan keyakinan yang di pegang teguh di beberapa masyarakat kita. Sehingga mereka memilih untuk tidak mengimunasasi anak mereka. Akibatnya terjadilah wabah yang akhir-akhir ini muncul seperti campak, rubella, difteri, dst.
Selain itu, kurang maksimalnya peran pelayanan kesehatan mulai dari bawah sampai atas juga belum terselesaikan sampai saat ini, termasuk di Asmat, Papua. Peran Puskesmas, misalnya, yang seharusnya lebih banyak berperan dalam upaya promotif dan pencegahan agar masyarakat tetap sehat dan meminimalisir orang sakit juga kurang maksimal.
Maka, perlu adanya jalan keluar dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat. Jalan keluarnya adalah Pemerintah harus segera memperbaiki peran unit pelayanan kesehatan yang ada mulai dari bawah sampai atas, melakukan pemerataan tenaga dan ketersediaan pelayanan kesehatan dan serius membangun paradigma masyarakt untuk sehat.
Hal ini senada dengan komitmen Deklarasi Alma Ata yang dihadiri oleh 134 Negara di dunia pada 2008 bahwa setidaknya ada empat hal yang diperlukan untuk mereformasi kesehatan atau mencapai Kesehatan untuk Semua (Health for All); (a) akses universal terhadap perlindungan kesehatan masyarakat; (b) reformasi pemberian layanan untuk menata kembali layanan kesehatan sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat; (c) reformasi kebijakan publik; dan (d) reformasi kepemimpinan untuk mempromosikan kepemimpinan yang lebih inklusif dan partisipatif.
Sembari menunggu pemerintah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, peran komunitas masyarakat sangat penting dalam rangka membantu menyelesaikan benang kusut (kesehatan) ini. Karena, menurut Linda Whiteford dan Lauraence G. Branch dalam buku Primary Health Care In Cuba : The Other Revolution (2008), yang mengutip Rojas Ochoa bahwa, salah satu keberhasilan Kuba menjadi salah satu negara yang sukses menjamin masyarakatnya sehat, adalah adanya partisipasi komunitasku masyarakat.
Partisipasi Aisyiyah
Peran komunitas masyarakat sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Sehat. Dalam hal ini, yang saya maksud komunitas masyarakat itu adalah Aisyiyah.
Aisyiyah merupakan salah satu organisasi perempuan tertua di Indonesia yang telah banyak memberikan kontribusi terhadap perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia. Organisasi yang didirikan oleh Istri KH. Ahmad Dahlan, tokoh pendiri salah satu organisasi terbesar di Indonesia, Muhammadiyah ini, tidak hanya mengangkat harkat martabat perempuan di depan publik, namun juga berperan dalam bidang kesehatan.
Peran dalam bidang kesehatan tentunya juga berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh organisasi Induknya Muhammadiyah, yang mana mulai awal berdirinya memiliki kepedulian terhadap kesehatan (healing).
Hingga saat ini, Aisyiyah tetap konsisten peduli terhadap kesehatan. Beberapa tahun terakhir, Aisyiyah sukses melakukan pendampingin untuk kesembuhan pasien yang penyakit tuberculosis (TB), mendampingi pasien HIV/AIDS untuk bertahan hidup dan tidak mengalami stigmatisasi, dan pendampingan bagi Ibu dan Anak dalam mengurangi angka kematian Ibu dan Anak di Indonesia.
Pada tanggal 19 – 21 Januari 2018, organisasi Aisyiyah menyelenggarakan Tanwir di Universitas Muhammadiyah Surabaya yang dihadiri oleh seluruh kader Aisyiyah se Indonesia. Saya pikir forum tertinggi di bawah Mukmatar ini sangat strategis untuk memusyawarahkan tentang isu-isu yang sedang terjadi di Indonesia mukhtahir;seperti kejadian wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua.
Asiyiyah memiliki peran strategis, salah satunya adalah merespons isu tentang kesehatan. Berdasarkan data yang dilansir di www.aisyiyah.or.id, Aisyiyah memiliki Amal Usaha di bidang Kesehatan sebanyak 229, yang terdiri dari: RS Umum Aisyiyah (15), Rumah Bersalin (64), Rumah Sakit Ibu dan Anak (7), Balai Pengobatan (27), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (44), Apotik (18), Posyandu Lansia (52) dan PPKS (17).
Melihat modal sosial yang dimiliki oleh Aisyiah, ia dapat hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai agen dalam mengontrol kesehatan masyarakat. Wabah campak dan gizi buruk seperti yang terjadi di Asmat baru baru ini sangat mungkin dapat dicegah, jika modal sosial yang dimiliki Aisyiyah dapat dimaksimal. Tentu, akan menjadi tugas Aisyiah ke depan untuk memberikan perhatian pada isu tersebut. Ke depan, Aisyiyah perlu terjun ke daerah terpencil atau daerah yang rentan mengalami wabah penyakit.