Senin, Juni 2, 2025

Trading Digital Perspektif Islam: Keuntungan atau Kehalalan

Laila Safitri
Laila Safitri
Mahasiswi angkatan 2024 dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syari'ah dan Hukum.
- Advertisement -

Perkembangan teknologi finansial membuat aktivitas ekonomi kini tidak lagi terbatas pada transaksi konvensional. Aset digital seperti forex, emas, dan saham telah menjadi komoditas yang ramai diperjualbelikan secara online. Ini bukan sekadar tren investasi, tetapi telah menjadi fenomena global yang meluas ke berbagai kalangan, termasuk umat Muslim.

Namun, di tengah pesatnya kemajuan teknologi ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah praktik trading digital ini halal? Apakah keuntungan yang didapat dari aktivitas tersebut sesuai dengan prinsip syariah Islam?

Trading digital memang menjanjikan keuntungan tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Prinsipnya sederhana, membeli saat harga rendah dan menjual kembali saat harga naik. Akan tetapi, pada praktiknya, sistem trading digital banyak mengandung unsur spekulasi, ketidakpastian, bahkan praktik riba, yang secara tegas dilarang dalam Al-Qur’an.

Fatwa MUI Menjadi Kunci Memilih Trading Halal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah merespons fenomena ini dengan menerbitkan sejumlah fatwa penting. Fatwa DSN-MUI No. 28/III/2002, MUI menetapkan bahwa praktik trading forex dengan sistem margin, swap, dan leverage diharamkan. Sistem tersebut dinilai mengandung unsur riba dan spekulasi tinggi (gharar), sehingga membuat tidak terpenuhinya syarat jual beli yang sah dalam syariat Islam.

Hal ini berbeda dengan transaksi valuta asing yang terjadi di money changer. Penukaran mata uang secara tunai (spot) dengan nilai tukar yang jelas dinilai halal, karena dilakukan atas kebutuhan nyata dan tidak mengandung unsur riba atau penundaan. Transaksi semacam ini bahkan disahkan secara jelas oleh MUI dalam fatwa yang sama.

Dalam konteks trading emas digital, MUI juga menunjukkan sikap waspada. Dikarenakan, emas termasuk barang ribawi yang menurut syariat harus ditransaksikan secara tunai dan langsung. Fatwa DSN-MUI No. 77/V/2010 menyatakan jika tidak ada kepemilikan riil dan serah terima langsung, maka trading emas digital diharamkan. Namun, Fatwa DSN-MUI No. 82/VIII/2011 memberikan pengecualian: trading emas diperbolehkan selama bukti kepemilikan nyata dan transaksi dilakukan secara tunai (spot). Ini membuka ruang investasi bagi umat Muslim selama mengikuti koridor ketetapannya.

Berbeda dengan forex dan emas, investasi saham secara syariah mendapat legitimasi yang lebih kuat. Fatwa DSN-MUI No. 80/III/2011 menegaskan bahwa jual beli saham diperbolehkan, selama saham tersebut berasal dari perusahaan yang bergerak di sektor halal, dan transaksi dilakukan tanpa unsur riba, gharar, atau manipulasi. Bahkan, kepemilikan saham yang dicatat secara digital tetap sah menurut hukum Islam selama melalui sistem kustodian resmi.

Tantangan Memilih Trading dalam Bingkai Kehalalan

Ada tantangan tersendiri dalam memilih trading yang sesuai standar kehalalannya. Banyak platform yang mengklaim sebagai broker syariah, namun operasional dan sistemnya belum tentu sesuai prinsip syariat Islam. Masyarakat Muslim harus cermat dan tidak sekadar tergoda oleh atribut “halal” tanpa memahami mekanisme di baliknya. Terlebih saat ini, tidak sedikit orang yang terjun ke dunia trading digital hanya karena tren atau ajakan influencer, tanpa bekal pengetahuan yang cukup.

Disinilah pentingnya edukasi lebih terhadap pemahaman mendalam suatu aktivitas, baik secara langsung maupun online. Fatwa-fatwa dari MUI yang sudah diterbitkan cukup jelas dan juga dapat diakses dengan mudah, tetapi masih banyak masyarakat Muslim yang belum mengetahuinya atau belum memahaminya secara utuh. Literasi keuangan syariah harus diperkuat, terutama di kalangan generasi muda Muslim yang rentan terpapar praktik trading spekulatif.

Invasi Teknologi dan Pentingnya Prinsip Keislaman

Islam tidak pernah menolak kemajuan teknologi. Justru Islam mendorong umatnya untuk maju, termasuk dalam hal ekonomi. Namun, Islam juga menuntut agar setiap aktivitas ekonomi berjalan seiring dengan prinsip-prinsip syariah: keadilan, kejujuran, transparansi, dan keberkahan. Karena dalam Islam, keuntungan bukan semata soal angka, tetapi juga soal nilai dan tanggung jawab.

- Advertisement -

Maka, sebelum terjun ke dunia trading digital, sebagai seorang Muslim perlu bertanya pada diri sendiri: apakah jalan ini tidak hanya menguntungkan, tapi juga diridhoi oleh-Nya? Sebab, keuntungan tidak datang dari kecepatan menggandakan uang, namun dari kesesuaian dengan nilai-nilai yang telah ditentukan oleh syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.

Laila Safitri
Laila Safitri
Mahasiswi angkatan 2024 dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syari'ah dan Hukum.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.