Baru-baru ini, publik kembali dikejutkan dengan tindakan cabul oleh seorang guru ngaji terhadap murid perempuannya yang masih di bawah umur. Terulangnya tindakan tidak senonoh tersebut terjadi di salah kota di Jawa Barat, tepat di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (09/01/18). Pemberitaan kasus tersebut tersiar di beberapa media televisi dan online.
Betapa tidak, modus guru ngaji tersebut terbilang abnormal dan terbilang keterlaluan. Pelaku membohongi serta mengelabuhi para korban dengan menurunkan ilmu kebatinan dengan cara memandikannya. Padahal, modus ini dilakukannya untuk membuat tertarik murid-muridnya guna memperlancar aksi bejatnya itu.
Sebagaimana dilansir dari Koransatu.com (10/01), Kasat Reskrim Polres Cimahi, AKP Niko Nurallah mengatakan, bahwa tersangka mempunyai beberapa macam modus (tindakan kriminal) untuk melakukan aksinya. Di antaranya dengan cara memberikan amalan, baik ilmu kebal, serta mengaku bisa mengobati segala penyakit.
Secara psikologis, dampak yang ditimbulkan dari kasus pencabulan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur akan mengalami gangguan (distraction), baik secara fisik maupun secara psikis. Tak kalah lebih parahnya, bisa jadi dampak psikologis tersebut akan melahirkan trauma berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan (fear excessive), dan lain sebagainya.
Kasus di atas menambah deretan panjang yang mencoreng citra (image) guru ngaji, yang sejatinya menjadi teladan ilmu dan akhlak. Akan tetapi, ilmu agama yang dimiliki malah dijadikan alat untuk pemuas nafsunya
Berbagai fenomena aksi cabul tersebut, seolah-olah menjadi cerminan akan miskinnya akal sehat sebagian masyarakat yang percaya dan mudah terpikat terhadap ilmu kebatinan “abal-abal” yang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Menyoal Idealitas Seorang Guru Ngaji
“Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” merupakan salah satu julukan yang biasa disematkan kepada sosok guru. Tidak terkecuali terhadap guru ngaji. Julukan ini mengisyaratkan bahwa betapa besar peran dan jasa yang dilakukan oleh guru layaknya seorang pahlawan.
Guru adalah sosok yang dengan tulus mencurahkan sebagian waktu yang dimilikinya untuk mengajar dan mendidik murid, sementara dari sisi finansial yang didapatkan sangat jauh dari harapan. Gaji seorang guru rasanya terlalu jauh untuk mencapai kesejahteraan hidup yang layak sebagaimana profesi lainnya. Hal itulah kiranya salah satu yang melatarbelakangi mengapa guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Secara umum, seorang guru memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan anak didik. Dia tidak hanya dituntut mampu mentransformasikan seperangkat ilmu pengetahuan kepada peserta didik (cognitive domain) dan aspek keterampilan (pysicomotoric domain). Akan tetapi, ia juga memiliki tanggung jawab dalam hal-hal yang berhubungan dengan sikap (affective domain).
Pepatah jawa mengatakan bahwa, guru adalah sosok yang ditiru omongannya dan ditiru kelakuannya (dipercaya ucapannya dan dipanut tindakannya). Pesan tersebut mengandung hikmah bahwa, perkataan seorang guru selalu diperhatikan dan perbuatannya selalu menjadi teladan. Dengan menyandang profesi sebagai guru, berarti citra, wibawa, keteladanan, integritas, dan kredibilitasnya harus dijaga. Ia tidak hanya mengajar, akan tetapi juga mendidik, menuntun, membimbing, dan membentuk karakter moral yang baik kepada murid-muridnya.
Pada intinya, tugas utama guru sebagai pendidik harus diarahkan untuk membekali peserta didik dengan nilai-nilai akhlak, keimanan, dan pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan zamannya agar menjadi generasi masa depan yang menjadi harapan bangsanya.
Demikian juga seorang guru ngaji, ia memiliki peran yang sangat penting untuk mendidik murid-muridnya agar menjadi manusia yang berilmu dan bermartabat. Oleh dari itu, perlu adanya guru ngaji yang amanah dan ikhlas serta sabar mentransformasikan ilmunya kepada murid-muridnya tanpa adanya modus atau praktik-praktik yang menyimpang dari norma agama dan image seorang guru.
Hati-Hati Memilih Guru Ngaji
Guru ngaji merupakan tumpuan orang tua yang mengharapkan anak-anaknya menjadi orang yang berguna bagi kehidupannya. Dengan realitas demikian, para orang tua memiliki kepercayaan penuh kepada guru ngaji agar dapat mengajarkan ilmu yang dimiliki. Kiranya masih banyak guru ngaji yang ikhlas menularkan ilmu keagamaannya kepada para murid-muridnya.
Berbicara soal ikhlas, ia merupakan intisari dari keimanan. Maksud ikhlas di sini adalah hanya berharap Ridho Allah SWT. Sedangkan ikhlas itu sifatnya determinatif, yakni sesuatu yg wajib diterima (taken for granted) tanpa opsi. Dari sini kita perlu mengetahui bahwa seorang guru harus menanamkan sifat ini dalam setiap kebaikan yang ia lakukan. Sehingga segala sesuatu yang menyimpang tidak akan menghampiri. Hal itu dikarenakan adanya iman yang tertanam dalam dirinya tanpa adanya embel-embel apapun.
Dari berbagai realita yang ada, begitu banyak rentetan kasus mengenai guru ngaji yang perbuatannya sangat kumuh dan tidak sesuci yang dibayangkan banyak orang. Peristiwa yang telah terjadi cukup menjadi pelajaran bagi kita, khususnya kalangan awam harus lebih cerdas dan selektif memilih guru ngaji. Setidaknya masyarakat awam pun harus memilih guru ngaji yang benar-benar ikhlas mengajarkan murid-muridnya.
Kesimpulannya, kita semua mengetahui bahwa guru ngaji merupakan tokoh masyarakat, pendidik dan agama yang memiliki andil untuk perubahan suatu bangsa dan negara. Sudah menjadi keharusan bagi para guru untuk mengajar dan membimbing anak didiknya agar jauh dari kegelapan dan kebodohan, disertai dengan nilai dan etika sebagaimana guru yang semestinya. Wallahu a’lam.