Tindak pidana adalah perbuatan terlarang yang dijatuhi hukuman. Tindak pidana itu dapat dibagi menjadi bagian-bagian. Tindak pidana menurut Hukum Islam jika dilihat berat ringannya hukuman maka dibagi 3 yaitu tindak pidana hudud, tindak pidana kisas dan tindak pidana takzir.
Tindak pidana hudud, pelaku tindak pidana akan dikenai hukuman sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Pelaksanaannya tidak menimbulkan interpretasi dalam praktik dan tidak perlu adanya ijtihad. Contoh zina, menuduh orang berzina, mabuk minuman keras, mencuri, murtad dan memberontak terhadap penguasa yang sah.
Tindak pidana kisas, tindak pidana seperti pembunuhan dan penganiayaan. Pelaku akan dikenai kisas atau diat (ganti rugi). Kadar jumlah hukuman ditentukan oleh korban atau keluarga korban.
Tindak pidana takzir
Takzir secara bahasa berarti mendidik, mencegah dan menolak. Secara terminologi takzir merupakan jenis sanksi pidana yang diancam dengan hukuman yang tidak disebutkan secara jelas dalam Al Qur’an maupun Hadis.
Bentuk, bobot, berat ringannya maupun cara eksekusi dan pelaksaannya tidak disebutkan di dalam Al Qur’an dan Hadis. Sehingga penguasa yang berhak menghukum. Penguasa melalui penetapan perundang-undangan dengan dasar pertimbangan dan demi menciptakan kebaikan masyarakat dan demi mencegah terjadinya kecemasan dalam masyarakat.
Ulil amri (penguasa yang sah) berhak memutuskan dan menetapkan hukuman takzir sesuai pertimbangan situasi dan kondisi masyarakatnya. Ulil amri harus memenuhi syarat muslim, laki-laki, merdeka, berakal, baligh, adil dan punya kemampuan. Ulil amri juga harus dipilih oleh masyarakat dan ada kontrak politik penyerahan kekuasaan dari masyarakat ke seseorang itu. Penguasa menciptakan sistemnya dan tidak boleh sekehendak hati membuat aturan. Penguasa membuat sekumpulan aturan dari hukuman yang paling ringan ke hukuman yang paling berat.
Sepanjang berbuatan itu merugikan dan diperkirakan akan mendatangkan kerugian dalam kehidupan masyarakat maka perbuatan tersebut dapat digolongkan tindak pidana takzir. Tetapi legitimasi suatu perbuatan tersebut tergolong tindak pidana takzir harus ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan harus ada proses persidangan oleh hakim.
Hakim diberi kebebasan untuk memilih sanksi yang sesuai dengan tindak pidana takzir yang akan diterapkan kepada pelaku. Tindak pidana takzir tidak mempunyai batasan tertentu karena Al Qur’an dan Hadis tidak menyebutkan. Hukuman harus bersifat mendidik dan berpegang pada prinsip keadilan.
Contoh tindak pidana takzir yaitu perbuatan suap (riswah), judi, korupsi, menimbun barang kebutuhan pokok yang menjadi keperluan orang banyak, mengkhianati janji, memaki orang atau ujaran kebencian, dsb. Berkenaan dengan sanksi, ada hukuman mati, penjara, penyitaan harta pelaku, denda, peringatan keras, hukuman nasihat, pemecatan, dsb. Hukuman mati bisa diterapkan untuk tindak pidana berat dan bisa dilakukan yang berulang-ulang.
Jadi tindak pidana takzir itu ranahnya manusia. Kewenangan menjadi sepenuhnya oleh manusia. Kewenangan ini harus diserahkan melalui keputusan penguasa berbentuk peraturan perundang-undangan. Persyaratan penentuan undang-undang juga harus memenuhi kepentingan masyarakat dan tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan prinsip-prinsip masyarakat umum.