Karena kita punya pengalaman kalah dan kecewa, jadi santai saja…
Kita bisa segera tahu, kekuatan sepakbola Asia Tenggara sangat merata setidaknya pada enam negara: Thailand, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Vietnam, dan Singapura. Level senior dan yunior sama saja. Empat negara yang tersebut paling awal adalah semifinalis Sea Games Kuala Lumpur 2017 dan AFF U-18 2017.
Untuk level senior dan AFF 2016, Vietnam melangkah sampai ke semifinal, sementara Malaysia gugur di fase grup. Poinnya jelas: jika enam besar timnas masing-masing negara tersebut berhadapan, pertandingan akan berlangsung alot. Tak ada partai yang mudah, baik buat Indonesia juga buat lawan. Bahkan Evhan Dimas dkk. yang menjadi kampiun AFF U-19 2013 juga harus menekuk Vietnam lewat adu penalti.
Pada AFF 2016, Thailand mengalahkan Indonesia dengan agrerat gol (3-2) di final. Timnas Indonesia main bagus di Jakarta, namun antiklimaks saat meladeni Timnas Negeri Gajah Putih di Bangkok. Antiklimaks di final ke-2 AFF 2016 menjadi isyarat betapa kita tak komprehensif bermain sampai ujung turnamen.
Ada perbedaan permainan di Jakarta dan Bangkok. Kaki-kaki pemain kita lebih berat dalam berlari dan kepala juga tampak tak segar. Kita menunggu dan menunggu di garis pertahanan kita sendiri sampai gol datang tak terhindarkan. Fisik terkuras? Ya pasti. Tapi sabda Bung Valen Jebret kan jelas:
“Harus capek, harus ngotot, harus tanpa amnesty dan gratifikasi….goooooollllll…..”
Pada Sea Games 2017 yang usai bulan lalu, Malaysia menyingkirkan Indonesia di semifinal dengan selisih hanya 1 gol. Tipis. Di ajang ini sebuah eksploitasi atas lubang yang hadir karena ketiadaan Hansamu, membuat kita kalah. Gol Thanabalan lewat sundulan membuat kita sadar, Hansamu paling tahu cara mementahkan set piece, melebihi bek-bek lain yang menghuni timnas. Mirisnya, Hansamu tak hadir di semifinal karna kartu kuning yang tak perlu. Hansamu terlibat keributan yang bukan miliknya. Ia yang harus melerai justru tersulut emosi. Padahal lawannya (hanya) Kamboja, yang harusnya bisa disikapi lebih santai baik secara permainan dan mental.
Di ajang AFF U-18, Thailand mengalahkan Egy Maulana Vikry dkk. lewat adu penalti. Kita tak meragukan usaha Timnas Indonesia U-19 di AFF 2017 kali ini. Pencapaian mereka bagus. Gak jeblok-jeblok amat. Akan tetapi, harus diakui banyak faktor kecil telah menjadi penyebab Timnas Indonesia U-19 kali ini tidak bisa meraih hasil yang lebih baik.
Saddil Ramdani membuat separuh permainan kita hanya bisa dilakukan dengan bertahan. Kartu merah langsung yang didapatnya boleh jadi sangat konyol. Padahal Thailand pun tak bagus-bagus amat dalam bermain. Lihat saja, Egy sendirian saja (bahkan Rifad) membuat mereka pontang-panting. Kekurangan pemain pasca dikartumerah Saddil membuat Timnas Indonesia U-19 bermain ekstra. Terutama, gelandang dan sayap yang harus membagi pikiran untuk bertahan.
Jadi ya…yang kecil-kecil itu ke depan wajib diminimalkan. Lebih difokusken gitu. Memanglah benar, dewa bola macam Zidane saja bisa kena kasus model Hansamu atau Saddil, yang bikin ia gagal mengangkat trofi Piala Dunia untuk kali kedua.
Tetapi persoalannya, Zidane pernah merasakan mengangkat piala itu. Sedangkan timnas Indonesia senior belum pernah mengangkat trofi AFF, trofi Sea Games juga sudah lama kita lewatkan. Selebihnya, kalah-menang mungkin hal biasa. Hanya juara yang belum biasa….hehehe.
I Love you Timnasku!
Kalian itu Kebahagiaan!!!