Sabtu, November 22, 2025

Tertipu Hoaks, Tunjukkan Lemahnya Literasi Digital Pelajar

- Advertisement -

Di era digital, penyebaran hoaks semakin marak terjadi. Hoaks dapat dimanipulasi oleh banyak orang dengan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah. Hoaks tentunya seringkali membawa dampak buruk seperti kesalahpahaman, kebingungan, dan kecemasan bagi banyak orang-orang. Hoaks sering kali terjadi di media sosial karena berita tersebut dapat tersebar dengan mudah dan cepat.

Hoaks bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia. Hoaks sudah ada bahkan sebelum adanya internet. Orang zaman dahulu mengenal istilah hoaks sebagai surat kaleng. Surat kaleng adalah surat yang diterima tanpa diketahui pengirimnya dan berisi hal-hal penting yang ingin disampaikan. Namun, banyak orang zaman dahulu juga menyebut surat kaleng sebagai sarana penyebaran isu berita hoaks dan terus berkembang dengan adanya kemajuan teknologi hingga sekarang.

Adapun sekitar 800 ribu situs yang terindikasi hoaks. Dengan maraknya hoaks yang terjadi, menjadi cerminan lemahnya literasi digital masyarakat Indonesia terutama pelajar. Di zaman sekarang, banyak sekali pelajar dengan mudahnya percaya pada berita-berita yang beredar di internet. Berita hoaks kini mudah dikonsumsi karena sebagian besar remaja sudah memiliki ponsel pribadi. Pada tahun 2017, sekitar 18% pengguna media sosial yang berusia 13-17 tahun merupakan pelajar. Hal ini menyebabkan tingginya kemungkinan mereka termakan hoaks.

Dengan maraknya penyebaran hoaks di kalangan masyarakat terutama pelajar, tingkat literasi digital sangat perlu diperhatikan. Tingkat literasi di Indonesia hanya 62% dan merupakan yang paling rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain dengan rata-rata mencapai 70%. Hal ini terjadi karena beberapa faktor di antaranya kurangnya sarana prasarana yang memadai, kualitas pendidikan yang tidak efektif, dan adanya pengaruh teknologi canggih, seperti ponsel dan televisi. Oleh karena itu, diperlukan percepatan untuk mengejar tingkat literasi digital di Indonesia bagi mereka yang masih sekolah maupun orang dewasa.

Dengan minimnya literasi digital para pelajar, selain dapat dengan mudah terjerumus berita hoaks juga dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis yang akhirnya menyebabkan terhambatnya kemajuan sumber daya manusia. Namun, Katadata melansir tingkat literasi di Indonesia sempat mengalami kenaikan pada tahun 2021 dari 3,46 poin menjadi 3,49 poin menunjukkan adanya perkembangan dalam pemahaman dan penggunaan teknologi digital di Indonesia.

Peran sekolah dan lembaga sangat dibutuhkan dalam upaya memperbaiki tingkat literasi di Indonesia. Untuk mempertahankan hal tersebut, adapun beberapa upaya komprehensif untuk dapat meningkatkan literasi, yaitu dengan menerapkan kegiatan literasi yang menarik perhatian pelajar, menyediakan sarana prasarana yang menunjang peningkatan literasi, dan melakukan kolaborasi dengan para orang tua untuk membiasakan anaknya membaca.

Menurut laporan dari We Are Social, pada Januari 2024 terdapat 129 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia. Angka ini setara dengan 49,9% dari total populasi di dalam negeri. Banyak kasus hoaks yang tersebar di media sosial seperti adanya informasi pembacokan dua remaja SMA di Denpasar, Bali. Kasus ini tersebar melalui pesan berantai WhatsApp mengenai terjadinya pembacokan terhadap dua remaja SMA di Denpasar, Bali. Pesan tersebut juga berisi himbauan kepada masyarakat untuk waspada jika melintasi jalan Kabupaten, Jalan Monang Maning, hingga jalan by pass agar tidak menjadi korban selanjutnya.

Kapolsek Denpasar Barat Kompol I Made Hendra Agustina menegaskan bahwa pesan berantai tersebut tidak benar atau hoaks. Setelah dilakukan pengecekan oleh pihak berwajib, tidak ditemukan kasus seperti dalam pesan yang beredar. Kepolisian juga memverifikasi dengan menghubungi rumah sakit, klinik maupun puskesmas di sekitar Denpasar, dari hasil pengecekan tidak ada informasi penanganan kasus penusukan atau pembacokan seperti berita yang beredar tersebut. Kompol I Made Hendra Agustina pun menjamin keamanan masyarakat untuk tidak panik dan beraktivitas seperti biasa.

Dari kasus tersebut dapat terlihat bahwa pelajar tidak selalu menjadi korban penyebaran hoaks tetapi juga dapat menjadi pelaku penyebaran hoaks. Kasus tersebut memperlihatkan dampak buruk dari penyebaran hoaks. Selain itu juga terlihat akibat dari minimnya literasi masyarakat Indonesia yang terlalu percaya dengan berita yang disajikan tanpa melihat fakta atau mencari tahu kebenaran dibalik kasus tersebut terlebih dahulu. Dengan banyaknya kasus serupa mengenai penyebaran hoaks yang dilakukan oleh pelajar diiringi dengan kurangnya pemahaman literasi digital masyarakat dan pelajar membuat hal ini menjadi salah satu permasalahan terbesar bagi generasi muda Indonesia.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yakni Rudiantara mengatakan “Satu hoaks saja sudah cukup untuk memicu aksi massa yang berujung penghilangan nyawa, seperti salah satunya yang menimpa Mohammad Azam di India pada tahun 2018. Padahal, ada banyak hoaks sejenis itu lalu-lalang di Indonesia setiap hari, apalagi sekitar 22 Mei lalu.” Dari banyaknya kasus-kasus hoaks yang tersebar di media sosial, pemerintah berupaya mengurangi dampak hoaks dan ujaran kebencian yang disebarluaskan melalui platform media sosial. Menurut Menkominfo Rudiantara, ada 3 langkah yang diambil pemerintah berdasarkan tingkat kegentingan peredaran hoaks. Pemerintah memulai dengan menutup akses tautan atau akun yang terindikasi menyebarkan hoaks.

- Advertisement -

Dengan meningkatkan minat literasi pelajar Indonesia dapat menjadi upaya pengurangan penyebaran hoaks di kalangan pelajar. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menghindari berita hoaks adalah dengan melakukan kampanye publik anti hoaks agar pelajar mengetahui pentingnya memverifikasi informasi.

Selain itu, komunitas atau lembaga juga dapat melakukan kunjungan ke berbagai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas untuk memberikan edukasi tentang pentingnya memilih berita dengan baik dan berpikir kritis sebelum mempercayai suatu berita. Peran orang tua untuk mengawasi anak dalam membaca berita-berita yang beredar baik online maupun secara langsung juga sangat penting dibutuhkan.

Melihat masyarakat Indonesia yang masih belum memiliki minat tinggi dalam literasi akhirnya menimbulkan masalah baru mengenai banyaknya pelajar yang termakan berita palsu sehingga membuat ini menjadi salah satu masalah yang belum juga terselesaikan sampai saat ini. Agar dapat menurunkan tingkat penyebaran hoaks terutama di kalangan pelajar harus diiringi dengan peningkatan minat literasi digital pelajar.

Banyak upaya yang dapat dilakukan pemerintah, lembaga, orang tua, maupun diri sendiri untuk dapat meningkatkan minat literasi sehingga tingkat penyebaran berita hoaks akan menurun. Di samping itu, seluruh masyarakat pun harus berkolaborasi dan bekerja sama agar permasalahan minimnya literasi digital dapat terselesaikan.

Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.