Sudah 2 tahun saya tidak ditegur dengan sahabat yang satu ini. Di mulai dengan berselisih pendapat di Pilpres 2014, kemudian lanjut pada Pilkada DKI.
Saya ingat, dulu pernah berpapasan di sebuah mall, dia bersama teman-temannya meneriaki saya dengan sebutan kodok, sebutan bagi pendukung Jokowi.
Malam harinya saya sowan ke rumahnya, mengingatkannya jangan karena berbeda pilihan dia bisa berbuat semaunya. Setelah kejadian malam itu, kami lama tak bersua lagi, ada sesekali berjumpa, tapi dia seolah-olah tidak mengenal saya.
Setelah 2 tahun, malam ini kami berjumpa di sebuah jajanan pempek pinggir jalan. Saya mulai menyapa dan tak disangka dia menyambutnya. Kami nongkrong seperti dulu.
Diawali dia menceritakan soal intrik politik di dua kubu Jokowi dan Prabowo. Kemudian lanjut dengan dinasti politik di daerah. Kemudian dia merembet ke peranan ulama, yang menurut dia cenderung memanfaatkan umat. Dan diakhiri dengan keluhan, bahwa dia sudah sungkan ikutan politik.
Dari awal, saya hanya pasif mendengarkan. Akhirnya saya mengatakan begini, “Politik itu adalah sarana untuk mensejahterakan. Dicarut-marut politik kita sekarang ini, maka yang kita dukung politikus yang mensejahterakan atau setidaknya sedang mengarah kesana.”
Apakah ada manfaatnya buat daerah dengan petarungan koalisi dan oposisi di pusat? Tidak. Di pusat mereka ribut, didaerah mereka kawin masal. Jadi itu nggak penting banget.
Jika kesejahteraan diukur dengan pembagian BLT, BBM yang nggak naik-naik, harga telor dan semua yang bersifat konsumtif, itu semua sudah dilakukan pemerintahan SBY sebelumnya, hasilnya hanya jadi beban utang dan sebagian di korup.
Mudahnya begini, kita dukung pemimpin yang ada manfaatnya bagi daerah kita. Itu saja. Manfaat yang bisa dilihat dan bisa dirasakan, bukan hanya untuk kita, tapi generasi seterusnya.
Apakah ada manfaatnya Jokowi sebagai Presiden untuk daerah kita ? Lihatlah, betapa megahnya LRT yang membelah kota kita, ini akan dinikmati puluhan tahun oleh anak-anak kita. Dana daerah entah kapan bakal mampu membangun semua ini.
Rasakanlah juga jalan Tol dari Palembang ke Indralaya, dulu untuk menempuhnya disaat mudik atau hari libur, bisa macet 3 sampai 6 jam, tapi sekarang hanya 30 menit.
Bukan hanya itu, jalan TOL ini sudah mulai dan akan diteruskan sampai Bakaheuni, Lampung. Bisa dibayangkan, jarak tempuh 8 s/d 10 jam, bisa kita tembus 3 sampai 4 jam.Buah duku, durian, karet dah hasil bumi daerah kita bisa langsung dikirim ke Jawa atau Sumatera.
Dulu kita liburan hanya fokus ke Jawa, sekarang kalau jalan Tol Trans Sumatera sudah selesai, kita bisa liburan ke Aceh, Padang, Medan, Pekanbaru,.dll.
Cukup? Belum. Selama ini kita hanya punya 1 jembatan yang membelah pusat kota Palembang. Sekarang Pemerintah membangun 2 buah jembatan sekaligus Musi 4 dan Musi 6. Sudah rampung 70%
Kurang? Iya. Tapi sabar, daerah-daerah lain di Nusantara juga sedang dalam pembangunan. Pemerintah berusaha membangun merata diseluruh daerah. Irigasi, bendungan, bandara, pelabuhan, jalan Tol , kereta api dan banyak lagi.
Jadi buat apa kita meributkan, kurusnya fisik Jokowi atau gemblungnya Prabowo. Buat apa meributkan medoknya bahasa Inggris Jokowi atau meragukan ngajinya Prabowo. Buat apa meributkan hal-hal yang tidak begitu penting.
Jadi, apa yang saya harapkan dari mendukung Jokowi 2 Periode? Saya menuntut beliau menuntaskan pembangunanya di Sumsel khususnya dan di daerah lain tentunya.
Tiba-tiba teman saya berteriak pesan pempek kapal selam.
“Mangcek, tambah Pempek Telok besak duo ikok lagi!”
Asyik, ada pesta makan pempek malam ini, hahahahaha…
–
