Minggu, April 28, 2024

Tentang Isaac Asimov dan Pandangan Peraturan Hukum Al

Agam Bana
Agam Bana
Menyelesaikan Sarjana di Universitas Gunadarma dengan jurusan Teknik Informatika pada tahun 2013. Sekarang saya sedang malanjutkan Program S2 di Universitas Nasional Jurusan Administrasi Publik (Tinggal Tesis).

Jauh sebelum Artificial Intelligence (AI) hadir ditengah-tengah kita dengan manfaat dan kekhawatirannya akan menggantikan peran manusia di dunia pekerjaan, pria kelahiran Rusia bernama Isaac Asimov sudah mencetuskan hukum tentang robot pada tahun 1950. “Tiga Hukum Robot” yang tertuang dalam edisi I, Robot memberikan gambaran tentang mesin-mesin berintelijensia tingkat tinggi yang dalam tulisannya dia menulis tiga hukum robot yang harus diikuti untuk kebaikan umat manusia.

Tahun 1950 atau 5 tahun setelah Soekarno dan Hatta memproklamirkan Indonesia merdeka, seorang bernama Isaac Asimov dalam karya fiksi ilmiahnya sudah berbicara tentang Robot dengan sangat lugas hingga menciptakan teori hukumnya. Sesuatu yang dianggap luar biasa bagi orang awam seperti saya tetapi mungkin biasa-biasa saja bagi orang-orang yang memang berwawasan luas dalam ilmu teknologi, apalagi saat itu adalah masa-masa setelah Perang Dunia II dimana teknologi menjadi senjata utamanya. Ketiga peraturan Isaac Asimov yang dikenal sebagai “Tiga Hukum Robot” adalah:

  1. A robot may not injure a human being or, through inaction, allow a human being to come to harm.
  2. A robot must obey the orders given it by human beings except where such orders would conflict with the first law.
  3. A robot must protect its own existence as long as such protection does not conflict with the first or second laws. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah: 1. Robot tidak boleh melukai manusia atau, karena tidak bertindak, membiarkan manusia terluka. 2. Robot harus mematuhi perintah yang diberikan oleh manusia kecuali jika perintah tersebut bertentangan dengan hukum pertama 3. Robot harus melindungi keberadaannya sendiri selama perlindungan tersebut tidak bertentangan dengan hukum pertama atau kedua.

Sewaktu membaca poin kedua saya jadi teringat pasal 1 dan 2 yang suka digunakan oleh senior kampus waktu masa orientasi perkenalan kampus. Pasal satu patuh kepada senior lalu pasal keduanya jika senior salah, kembali ke pasal satu. Mungkin pasal senioritas ini terinspirasi dari “Tiga Hukum Robot” Isaac Asimov.

Jadi kalian baru sadar kan kalau dari sejak muda saja kalian sudah dibentuk menjadi robot. Pasal senior yang selalu benar itu banyak berlaku dilingkungan pekerjaan. Dimana atasan bak seorang raja dimata anak buahnya. Baru sadar juga dong kalau ternyata pasal senior junior atau atasan bawahan itu hampir mirip dengan “Tiga Hukum Robot”, bedanya “Tiga Hukum Robot” diciptakan untuk membatasi robot agar tidak melampaui dan menyakiti manusia, nah kalau hukum pasal senior junior itu diciptakan agar kalian menjadi robot. Hehe. .

Peraturan Hukum AI di Indonesia

Pembahasan tentang AI di Indonesia sebelum muncul chat gpt mungkin mulai banyak dibahas sewaktu pandemi covid-19. Perkembangan teknologi pada saat pandemi memang sangat terasa karena dalam setiap aspek yang mempengaruhi lini-lini aktivitas sering dilakukan.

Saya teringat waktu akhir tahun 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengadakan program character building dimana pejabat setingkat eselon 2 menjadi pesertanya. Dalam program tersebut para peserta dibagi kedalam beberapa kelompok. Setiap kelompok itu diberikan tema-tema yang menjadi persoalan yang umum dalam pelayanan masyarakat, reformasi birokrasi dan inovasi pegawai.

Satu hal yang masih saya ingat dalam program tersebut adalah bagaimana kemajuan teknologi menjadi sesuatu yang harus dipahami dan dikuasai. Salah satu pembicara sekaligus tim penilai program tersebut menjelaskan bahwa AI adalah kunci dari kemajuan teknologi kedepan dan itu akan terjadi sangat cepat, lebih cepat dari yang dibayangkan. Bagaimana AI berpotensi menggantikan peran pegawai (manusia) dalam pekerjaannya atau bagaimana AI bisa lebih kompleks dan sistematis dalam mengurai permasalahan pelayanan masyarakat.

Seorang politisi dan pengacara yang juga menjabat sebagai Vice President of the European Commission for Values and Transparency bernama Vera Jourova yang mempunyai perhatian tentang peraturan hukum AI di dunia mempercayai bahwa AI akan terus mengubah hidup manusia dan banyak peran manusia akan digantikan oleh AI.

Namun, tidak pada aktivitas yang dapat mengambil alih hak-hak dasar manusia, seperti kebebasan berpendapat atau perlindungan kekayaan intelektual.Vera Jourova yang juga menjadi salah satu perumus undang-undang AI di Uni Eropa berpandangan bahwa konten yang dibuat oleh AI harus diberi label, sehingga pemikiran dan kreativitas manusia akan dibiarkan seperti “Hak Cipta Manusia”.

Melihat perkembagan AI yang semakin berkembang dan respons dunia terhadap hukum dan peraturannya perlu ditanggapi serius oleh Pemerintah Indonesia dan Anggota DPR, dimana sampai saat ini peraturan AI masih mengacu pada Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045. Kemudian dari aspek legal, AI masih diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No.11 tahun 2008 ataupun perubahannya UU. No 19 tahun 2016 serta Peraturan Pemerintah No.71 tahun 2019.

Dimana dalam peraturan atau regulasi tersebut, AI disamakan dengan “Agen Elektronik” yang didefinisikan sebagai perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh orang. Hal ini secara sederhana dapat disimpulkan bahwa segala kewajiban hukum serta pertanggungjawaban hukum agen elektronik melekat pada penyedia perangkat AI.

Situasi hukum tersebut menjadi pekerjaan rumah Pemerintah untuk pencatatan khusus lembaga yang menggunakan AI dan izin penyedia perangkat AI. Jujur saya belum tahu apakah Pemerintah sudah ada catatan tersebut atau ternyata belum sama sekali. Selanjutnya perlu sangat diperhatikan bahwa pengguna AI sudah sangat banyak dan kasus deepfake seperti Presiden Joko Widodo berbahasa tiongkok dengan lancar atau lainnya yang sudah terjadi dan Pemerintah hanya bisa memberikan klarifikasi bahwa itu adalah hoax.

Menjadi perhatian penting karena jika peraturan hukum tentang AI ini belum ada rakyat Indonesia lama-lama bisa kehilangan pemahamannya terhadap realitas. Belum lagi tentang robot, dimana kita tahu bahwa robot bernama sophia yang memiliki kecerdasan buatan (AI) mempunyai kewarganegaraan. Kita tentunya juga perlu membahas secara serius tentang robot AI ini dengan peraturan ketenagakerjaan kita. Tidak menutup kemungkinan dan saya juga percaya bahwa robot kedepan akan menggantikan beberapa peran kerja manusia, seperti kata Vera Jourova.

Pada akhirnya kita menyadari bagaimana teknologi dapat mengubah persepsi kita tentang realitas dan kebenaran. AI bekerja dengan data yang dimilikinya dan AI tidak tahu apa yang benar. Kita hidup dimana deepfake bisa muncul begitu saja dan siapa yang bertanggungjawab akan hal itu, jika buka Pemerintah yang membuat peraturannya untuk mengontrol agar AI bisa digunakan lebih bertanggungjawab.

Penting Pemerintah tetap mengendalikan AI dan robot, untuk memastikan kebenaran dan hak dasar manusia bisa menang di masa depan, bukan hanya menjadi fiksi ilmiah. Kita tidak mau kan AI dan robot itu lebih hebat dari manusia, khususnya manusia Indonesia yang kedatangan Tenaga Kerja Asing saja sudah terasa akan tersingkir hingga muncul pendapat Indonesia sudah dikuasai Asing.

Agam Bana
Agam Bana
Menyelesaikan Sarjana di Universitas Gunadarma dengan jurusan Teknik Informatika pada tahun 2013. Sekarang saya sedang malanjutkan Program S2 di Universitas Nasional Jurusan Administrasi Publik (Tinggal Tesis).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.