Jumat, April 26, 2024

Telaah “Asal-Usul” Tindakan Bos First Travel

iyoh
iyoh
Alumnus UIN Ciputat (S1), Alumnus STF Driyarkara (S2). Saat ini tercatat menjadi Dosen di Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang.

Sahabat saya yang seorang essais muda, yakni Khudori Husnan, di dalam calistoeng.blogspot.com, mengulas soal kehidupan pencitraan akut sejoli yang tengah menjadi hot issue belakangan ini yaitu bos First Travel (FT), yang kemudian menjebak keduanya ke dalam ketertipuan-ketertipuan.

Bos FT ini dikatakan Khudori sebagai manusia yang hidup kesehariannya penuh dengan pencitraan. Kesan mewah dan glamour, seringkali  ditunjukkan di ruang-ruang media sosial mereka. Usaha menunjukkan yang tidak lain, menurut kawan saya ini, adalah suatu tindakan kepura-puraan yang menutupi sisi gelap keadaan diri mereka sendiri. Sisi gelap yang bos FT sendiri tidak sadari.

Keadaan “Phantasmagorik” dan Larut Dalam Mimpi

Khudori mencoba memunculkan sisi gelap tersebut. Menurutnya, lantaran bos FT melakukan pencitraan terus-menerus, mereka menjadi terjebak ke dalam jaring-jaring “phantasmagorik” (campur-baur antara yang ril dan yang palsu). Pada awalnya mereka mengalami gejolak batin; berkonflik dengan diri sendiri dalam menentukan mana yang merupakan kebutuhan (ril) dan mana yang tidak.  Sementara konflik ini tengah terjadi, mereka larut di dalam kegiatan pencitraan terus-menerus. Makin lama keadaan ini berlangsung, semakin membuat mereka terperangkap ke dalam khayalan yang mereka ciptakan sendiri. Lantas khayalan ini kian hari perlu diwujudkan sesegera mungkin.

Jadilah sejoli ini membeli barang-barang serba mewah sebagaimana yang kita saksikan di lansiran berita-berita nasional. Mereka, kata Khudori, tidak menyadari kalau keadaaan sebenarnya adalah ketertipuan oleh iklan-iklan buatan perusahaan-perusahaan besar. Iklan-iklan yang membentuk imajinasi seseorang mengenai barang-barang yang (seolah-olah) merupakan kebutuhan.

Latar Belakang Yang Memengaruhi Tindakan Konsumtif

Refleksi kawan saya ini ada benarnya. Namun, benak saya masih dihinggapi pertanyaan tentang proses keterputusan diri bos FT dari tanggung jawab moral terhadap kepercayaan yang diberikan oleh calon jamaah umroh. Sebab ada pula orang-orang yang memegang uang banyak, tetapi masih mampu memegang tanggung jawab ini berlandaskan prinsip Amanah (dapat dipercaya) yang dapat membawa kepada keberlanjutan  bisnis travel ini.

Saya melihat masih ada sesuatu yang lebih asali dari keadaan “lupa diri” ini. Dari beberapa sumber, saya mendapatkan beberapa hal; pertama, bila meminjam pertanyaan Friedrich Nietzsche (filsuf Jerman) yang bersifat genealogis: “apa yang sejatinya di-mau-i seseorang ketika ia menghendaki sesuatu?” ?” (A. Setyo Wibowo, Basis no. 03-04, h.6, 2016). Dalam kasus bos FT, kita dapat bertanya: “apa yang sejatinya dikehendaki oleh bos FT ketika mereka melakukan tindakan-tindakan yang merugikan konsumen?”. Dalam tulisan di Basis ini, Setyo mencoba mengkaji tindakan para teroris dalam perspektif Nietzsche dengan mengatakan bahwa mereka melakukan teror sejatinya karena mereka percaya akan adanya surga sebagai upah dari “jihad” yang telah dilakukan berupa membunuh orang “kafir”. Dalam kasus bos FT, tindakan-tindakan yang dilakukan bisa saja dikarenakan adanya kebutuhan untuk diakui sebagai “seseorang”.  Jadi, mungkin saja dapat dikatakan bahwa sejatinya di balik tindakan-tindakan mereka adalah karena adanya dendam terhadap hidup ( bisa saja dikarenakan adanya perasaan terabaikan oleh orang-orang di sekeliling mereka). Menurut laman whaffindonesia.com, sejoli ini dahulunya hidup berkubang kemiskinan, terutama setelah bapak dari salah satu pasangan ini wafat. Bahkan ia harus membiayai hidup adik-adiknya. Psikolog UI (Bona Sardo Hutahaean) dalam health.detik.com mengatakan kalau pasangan ini mempunyai gangguan kepribadian hitrionik (Kepribadian yang berfokus kepada diri sendiri, membutuhkan sesuatu yang meriah dan harus menjadi pusat perhatian).

Psikolog lainnya (Vera Itabiliana Hadiwidjojo) dalam situs detik.com menambahkan; “diperlukan suatu penulusuran terhadap masa kecil pasangan bos FT ini, sebab bisa saja terdapat nilai-nilai yang memengaruhi mereka di waktu dulu”.

Searas dengan tuturan ini, Martin Heidegger, filsuf Jerman kontemporer, mengatakan bahwa perilaku seseorang adalah hasil dari proses “keber-akar-an”nya di lingkungan yang ia hidupi(Being and Time (BT), bagian 1, 1973).“Keber-akar-an” ini, di dalam BT dan juga menurut F. Budi Hardiman (Heidegger dan Mistik Keseharian, 69, 2008,) adalah kolaborasi dari dua keadaan yakni ‘Ketersituasian’ (Befindlichkeit) dan ‘Pemahaman’ (Verstehen).

‘Ketersituasian’ (Befindlichkeit) dimengerti sebagai keadaan di mana seseorang selalu sudah berada dalam situasi yang tak terpikirkan olehnya dan ia larut di dalamnya. Situasi-situasi keseharian di mana seseorang hidup di lingkungan dalam tingkah-polah tertentu yang sudah ada  lebih dahulu bahkan sebelum ia dilahirkan (BT, 1973, h. 180, 171, 132).Ada pun ‘Pemahaman’ (Verstehen), yang dipahami bukan sebagai suatu aktifitas kognitif melainkan yang lebih primordial dari itu, Heidegger mengatakan bahwa lantaran manusia itu ‘tersituasikan’ sekaligus sebagai mahluk yang terbuka dengan pelbagai entitas yang melingkupi dirinya sejak dilahirkan, maka seketika itu pula ia meresponnya (BT, 182, 214).Secara perlahan dan tanpa disadari, proses interaksi yang tidak pernah absen ini mengendap dan membentuk semacam ‘alam bawah’ sadar seseorang.

Kiranya, gaya hidup pimpinan FT yang serba  mewah  dapat saja merupakan perilaku bawaan dari keluarga, atau pun  perasaan “dendam terhadap hidup”, dan adanya pengaruh dari lingkungan di mana mereka tumbuh berkembang (dari media-media sosial dan media-media lainnya yang menyajikan corak hidup kelas atas), dan ditambah dengan adanya kesempatan yakni saat mereka memegang uang banyak, sehingga mereka larut dalam pencitraan dan bermimpi tentang hidup megah yang dapat mereka nikmati,  yang juga perlu untuk dikabarkan kepada khalayak.

Siti Muniroh (Penulis adalah Pengajar di Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA), Malang).

iyoh
iyoh
Alumnus UIN Ciputat (S1), Alumnus STF Driyarkara (S2). Saat ini tercatat menjadi Dosen di Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.