Jumat, April 26, 2024

Tax Amnesty Jilid II, Reformasi atau Degradasi Pajak?

Emi Widayah
Emi Widayah
Mahasiswi Fakultas Ekonomi, Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Menteng

Membahas mengenai pajak sepertinya tidak pernah menjadi topik yang usang karena pajak merupakan salah satu hal krusial yang menjadi tonggak keberlangsungan sebuah negara, tanpa penerimaan pajak, akan sangat mustahil bagi suatu negara untuk mengatur serta menjalankan roda perekonomian dan pembagunan di segala sektor.

Dalam pajak sendiri, ada beberapa kebijakan yang sering menjadi bahasan hangat, salah satunya adalah tax amnesty atau pengampunan pajak. Bagi masyarakat awam, tax amnesty mungkin menjadi istilah yang cukup asing karena umumnya masyarakat lebih mengetahui jenis-jenis pajak yang lebih familier seperti Pajak Bumi Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai, ataupun Pajak Penghasilan.

Tax amnesty menurut UU No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak adalah Penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.

Dalam pasal 1 (3), Harta yang dimaksud adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan uang tebusan seperti yang tertera dalam pasal 1 (7) adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak.

Setiap pemberlakuan sebuah kebijakan, pastilah memiliki tujuan dibaliknya, begitu pula dengan pemberlakuan kebijakan tax amnesty, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah dengan pemberlakuan kebijakan tax amnesty diantaranya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi (UU No.11, 2016).

Pemberlakuan tax amnesty di Indonesia dimulai pada tahun 2016 dengan terbagi menjadi tiga periode yaitu : periode pertama dimulai pada 1 Juli 2016 sampai 30 September 2016, periode kedua dimulai pada 1 Oktober 2016 sampai 31 Desember 2016, dan periode ketiga dimulai 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

Gelagar wacana tax amnesty jilid II

Setelah berakhirnya periode tax amnesty, belakangan ini muncul wacana pemberlakuan tax amnesty jilid II, wacana tersebut diperkuat setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mempertimbangkan untuk menggelar tax amnesty jilid II, selain pertimbangan dari Menteri Keuangan, wacana pemberlakuan tax amnesty jilid II juga muncul dalam rapat DPR.

Melansir dari cnnindonesia.com, dalam rapat bersama perwakilan pemerintah dalam rangka pembahasan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Maruar Sirait meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar kembali menggelar program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid kedua karena menurutnya masih banyak wajib pajak yang tak sempat mengikuti tax amnesty jilid pertama yang dilangsungkan pada Juli 2016 sampai Maret 2017.

Seperti wacana kebijakan pada umumnya yang selalu menuai pro dan kontra, gelagar wacana pemberlakuan tax amnesty jilid II juga memantik dukungan dan penolakan dengan berbagai rasionalisasi dan argumentasi yang dibawa oleh masing-masing pihak baik yang mendukung ataupun menolak.

Preseden Buruk dan Efektivitas

Wacana pemberlakuan tax amnesty jilid II digadang-gadang justru akan memberikan preseden buruk terhadap reformasi pajak di masa mendatang. Hal itu dikarenakan tax amnesty justru dapat dimanfaatkan untuk mengakomodir kepentingan pihak-pihak tertentu yang bermasalah dengan pajak, selain itu tax amnesty dapat berpotensi menjadi celah bagi pihak-pihak pengemplang pajak dalam menghindari kewajibannya untuk membayar pajak.

Tax amnesty yang diberlakukan berulang-ulang juga dapat berimplikasi pada peningkatan potensi ketidakpatuhan warga negara dalam membayar pajak karena ada alternatif pengampunan sebagai legitimasi tindakan penyelewengan dan ketidakpatuhan terhadap pembayaran pajak. Pemerintah Segogyanya perlu menginternalisasi dan mempertimbangkan berbagai implikasi yang akan terjadi apabila tax amnesty jilid II direalisasikan.

Selain menginternalisasi dan mempertimbangkan berbagai implikasi yang akan muncul ketika wacana tax amnesty jilid II direaliasikan, pemerintah juga perlu memperhatikan efektivitas dari wacana pemberlakuan tax amnesty Jilid II, efektivitas tersebut dapat ditinjau dengan mengevaluasi pemberlakuan kebijakan tax amnesty sebelumnya.

Meninjau dari pemberlakuan tax amnesty sebelumnya, dapat ditarik konklusi bahwasanya tax amnesty yang telah berjalan tidak cukup optimal karena beberapa indikator seperti realiasasi perolehan dana yang tidak sesuai dengan ekspektasi hingga jumlah partisipan yang juga tidak terlalu sesuai dengan apa yang diharapkan.

Berdasarkan data dari ortax.org, jumlah wajib pajak yang ikut dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty kurang dari 1 juta atau tepatnya hanya 973.426, jumlah tersebut hanya 2,4% dari wajib pajak terdaftar pada 2017 yakni di angka 39,1 juta, kemudian realisasi dari aspek uang tebusan hanya Rp114,5 triliun dengan ekpektasi pemerintah sebesar Rp165 triliun, dari sisi jumlah dana yang direpratiasi, otoritas pajak mengklaim bisa menyelamatkan dana senilai Rp1.000 triliun namun ternyata realisasinya hanya Rp146,7 triliun dengan dana yang benar-benar direaliasikan hanya Rp138 triliun yang artinya masih ada sekitar Rp8,7 yang belum jelas tindak lanjutnya hingga saat ini.

Kendati tax amnesty dapat mendorong laju investasi dan mendorong kemajuan beberapa sektor seperti keuangan, properti dan lainnya lewat repatriasi, namun pemberlakuan tax amnesty jilid II rasanya masih kurang efektif untuk direalisasikan dengan berbagai catatan-catatan kekuarangan yang ada serta realiasi yang tidak terlalu mendekati ekspektasi.

Terlepas dari itu semua, diberlakukan atau tidaknya tax amnesty jilid II, semua keputusan bergantung kepada pemerintah, pemerintah tentunya perlu menimbang dengan matang pemberlakuan tax amnesty jilid II agar reformasi pajak yang diinginkan dan selalu digaungkan tidak berubah menjadi degradasi pajak.

Emi Widayah
Emi Widayah
Mahasiswi Fakultas Ekonomi, Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Menteng
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.