Jumat, Maret 29, 2024

Student Loan, Bukti Adanya Komersialisasi Pendidikan

Muhammad Vicky Afris Suryono
Muhammad Vicky Afris Suryono
Penulis adalah mahasiswa UGM yang suka makan ayam geprek. tidak percaya? coba saja lihat di Instagram saya @vickyafris. Quote favorit saya "Mars ain't the kind of place to raise your kids In fact it's cold as hell" -Elton John- oh iya aliran musik saya Sosialis Demokratik.

Jemari saya gatal rasanya untuk menulis ketika membaca artikel hasil dibagikan oleh salah satu kawan saya di salah satu grup media sosial. Artikel yang yang pada intinya memberitakan bahwa Presiden Jokowi mengajak perbankan Indonesia untuk mengeluarkan produk kredit pendidikan mirip seperti sistem pinjaman dana pendidikan yang ada di Amerika Serikat.

Dikutip dari Kompas.Com pada 15 Maret 2018 dengan judul berita “Jokowi Minta Perbankan Garap Kredit Pendidikan Seperti di AS” rasionalisasi dasar yang menjadi alasan diadakannya kredit pendidikan adalah akrena visi intelektual bagi dunia pendidikan, mengalihkan masyarakat dari kredit konsumtif dan juga serta rasio angka oustanding yang berasal dari kredit pendidikan di AS melampaui angka oustanding kartu kredit.

McDonalisasi Pendidikan! Mungkin itu kata yang tepat bagaimana istilah yang dikutip dari George Ritzer dalam bukunya McDonalitation of Society jika berkaca bahwa pendidikan tak ubahnya gerai waralaba dimana nalar utamanya adalah mengejar profit.

Dalam perumpamaan ini jika bisa digambarkan maka pendidikan yang seharusnya mengemban misi utama mencerdaskan kehidupan manusia untuk umat manusia itu sendiri justru menjadi ladang bisnis yang menggiurkan, sehingga fitrah utama pendidikan menjadi bergeser tak ubahnya bisnis semata yang mana uang adalah latar belakang utamanya.

Persitiwa McDonalisasi pendidikan sendiri memang lekang dengan bagaimana para intelektual kanan baru dengan kebijakan Neoliberalismenya memang berhasil memberikan tawaran rasionalisasi dalam engurangi angka inflas dan mengurangi pengangguran lewat pemotongan belanja publik yang umumnya sektor pelayanan publik barang dan jasa yang merupakan bagian dari public good.

Tapi apakah paradigma pendidikan sebagai public good masih ada di Indonesia? Dalam kesaksian Prof. Dr. Sofian Effendi pada sidang judicial review UU Nomor 12 Tahun 2012 menyebutkan memang pada dasarnya berkaca pada risalah rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 bahwa yang menjadi kewajiban penyelenggara negara untuk membiayai dalam ranah pendidikan hanyalah batas pendidikan dasar atau batas 12 tahun saja sehingga di Indonesia pendidikan tinggi bukanlah public good yang mana negara tidak wajib membiayai.

Namun di sini rasionalisasi dasar lainnya adalah bagaimana pendidikan tinggi seperti layaknya negara skandinavia dan negara sosialis dimana pendidikan tinggi menjadi public good adalah dikarenakan diberlakukan pajak yang tinggi dan hal itu menurut Prof. Dr. Sofian Effendi merupakan hal yang tidak mungkin diselenggarakan pemerintah.

Rasionalisasi prihal pendidikan bukanlah public good dikarenakan alasan historis yuridis berupa tafsiran UUD NRI 1945 secara gramatikal tentang kewajiban negara dalam pendidikan didasari karena tidak mungkinya sistem pajak tinggi diadakan di Indonesia cenderung merupakan alasan ideologis melihat bahwa spektrum pajak tentu tidak hanya pada masyarakat saja melainkan korporasi dan badan usaha lainnya.

Kemenangan ideologis kanan baru di Indonesia bukan tanpa sebab karena memang dalam ranah pembangunan ekonomi berbasis pasar maka Karl Marx menjelaskan perlu adanya reproduksi syarat sehingga situasi dari sarat berkembangnya pasar bisa sesuai dengan kepentingan pasar.

Tak ayal Tax Amnesty, Tax Holyday atau bahkan yang sangat antagonis adalah standarisasi upah buruh berdasarkan indikator tertentu juga privatisasi BUMN dengan dalih efisien dan efektivitas adalah jualan utama dari IMF dan WB yang merupakan penyokong utama dari paham neoliberal ini. Membahas paradigma pendidikan sekarang memang tak lekang dari isitilah pendidikan sebagai barang yang merupakan hak publik ataukah sebuah previlase semata dimana mereka yang punya modal adalah mereka yang bisa mengaksesnya.

Kembali pada masalah terkait student loan yang sedang dibahas oleh Presiden dan para aktor perbankan yang menyambutnya hangat membuat kita lupa bagaimana revolusi pinguin Chile dilakukan atas prasarat yang sama karena adanya sistem student loan yang digagas sebagai solusi namun justru menjadikan mahasiswa dan pelajar tercekik hutang akibat besarnya biaya pendidikan.

Bak memakan buah simalakama keadaan pendidikan Indonesia berkaca dari prinsip neoliberal yang dianut yang erat kaitannya dengan liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi menyisakan lubang besar tentang cost pendidikan tinggi yang ditanggu akan terus melambung setinggi langit melihat paradigma pendidikan tinggi bukanlah public good di Indonesia.

Yang terbaru mungkin bagaimana ribuan pelajar dan mahasiswa di Irlandia protest terkait sistem student loan yang dimana sistem ini dianggap menjuruskan orang tua dan pelajar ke jurang hutang sebagaimana dikutip dari portal berita independet.ie. hal ini harusnya menjadi alarm bagi pelajar dan mahasiswa di Indonesia yang sudah menjadi hal wajib menanggapinya dengan kritis.

Dampak sistem student loan memang tidak main-main bagaimana kita sudah familiar dengan berita berapa banyak mahasiswa dan mahasiswa yang tenggelam dalam jurang pekerjaan kotor hanya karena demi keluar dari jurang hutang untuk pendidikan.

Berkaca dari situasi ekonomi Indonesia yang sudah mahfum lekat dengan neoliberalisme sebagaimana Revrisond Baswir mengatakan dalam bukunya Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia bahwa neoliberalisme erat kaitannya dengan kepentingan kelas tertentu yang dalam hal ini adalah kelas kapitals.

Maka kebijakan pemerintah liberaliasi keuangan dan perdagangan lewat area pasar bebas Asia Tenggara, pengurangan subsidi untuk rakyat, rencana privatisasi BUMN adalah indikator bahwa memang terjadi revolusi kelas kepitalis yang terstruktur melawan kaum miskin.

Namun bukannya kaum miskin itu tanggung jawab negara dalam memliharanya? Entahlah yang jelas melihat paradigma yang terjadi dengan sistem pembahasan sistem student loan yang dianggap sebagai solusi untuk visi intelektual dalam ranah pendidikan membuat kita bertanya apakah benar sebuah langkah tepat ataukah justru hal ini hanyalah kedok untuk membuka lahan pasar baru bagi perbankan untuk mengalirkan kredit mereka sebagaimana hukum besi dari kapitalisme yang Karl Marx katakan bahwa kapitalisme selalu mengalir ketempat yang rendah layaknya air.

Sehingga disini dengan jelas saya bertanya bahwa sistem student loan bukannya merupakan bukti komersialisasi pendidikan?

Sumber Tulisan:

  • Revrisond Baswir, Mafia Berkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia
  • Muhadi Sugiono, Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia Ketiga
  • Karl Marx, Ideologi Jerman
  • Keterangan Saksi Prof. Dr. Sofian Effend dalam Perkara di Mahkamah Konstitusi No. 103/PUU/-X/2012 Tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap UUD NRI 1945

Web dan Gambar Ilustrasi

  • https://www.independent.ie/irish-news/politics/our-future-is-at-stake-students-hold-protest-over-introduction-of-student-loan-scheme-36197297.html
  • https://nasional.kompas.com/read/2018/03/15/13383861/jokowi-minta-perbankan-garap-kredit-pendidikan-seperti-di-as
  • https://www.huffingtonpost.com/alan-singer/in-education-money-matter_b_13787022.html
Muhammad Vicky Afris Suryono
Muhammad Vicky Afris Suryono
Penulis adalah mahasiswa UGM yang suka makan ayam geprek. tidak percaya? coba saja lihat di Instagram saya @vickyafris. Quote favorit saya "Mars ain't the kind of place to raise your kids In fact it's cold as hell" -Elton John- oh iya aliran musik saya Sosialis Demokratik.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.