Setiap manusia memiliki akal pikiran dan keyakinana yang berbeda-beda. Oleh karena itu sangat dimungkinkan ketika manusia lebih mementingkan pribadinya dibandingkan dengan kepentingan orang lain. Selain mempunyai akal pikiran dam keyakinana yang berbeda manusia juga berhak atau bebas dalam menentukan pilihannya sendiri.
Kebebasan manusia sangat diperlukan demi mewujudkan potensi dirinya. Akan tetapi kebebasan itu hanya berlaku ketika manusia hidup seorang diri. Beda halnya ketika manusia hidup bermasyarakat. Dikarenakan ketika manusia hidup bermasyarakat dia akan bertemu dengan individu-individu yang lain yang juga memiliki akal pikiran, keyakinan, dan kebebasan yang sama. Demikian itu, ketika manusia hidup bermasyarakat maka kebebasan yang dimilikinya dihalangi oleh kebebasan orang lain.
Jean-Paul Satre berpendapat, relasi antara manusia diawali oleh konfilik. Dikarenakan dari perbedaan manusia itu mereka saling mengobjekkan satu sama lain. Dari konflik tersebut manusia akan mengelompokkan dirinya atas kesamaan pemikiran, keyakinan, tujuan, dan kepentingan. Manusia tidak mungkin bersatu tanpa ada tujuan dan rasa yang sama.
Seperti halnya di Indonesia yang memilliki banyak suku dan budaya, dari sabang hingga merauke bermacam-macam suku dan budaya. Namun itulah kekayan Indonesia. Akan tetapi kenapa Indonesia bisa bebas dari penjajah? Kenapa cita-cita besar bangsa Indonesia itu bisa tercapai? Ketika dilihat dari perbedaan Indonesia yang multikulturalisme, cita-cita itu tidak mungkin tercapai. Seperti apa yang telah di lakikan oleh pejuang-pejuan daerah, meraka mampu dipatahkan oleh belanda.
Dari segi multikulturalisme Indonesia dibutuhkannya solidaritas yang tinggi agar apa yang dicita-citakan tercapai dengan mudah. Seperti halnya yang terjadi pada masa penjajah, para pejuang melawan penjajah berdasarkan kesamaan latar belakang dan tujuan untuk merdeka. Sehingga mereka tidak lagi memandang perbedaan satu sama lain. Oleh karenanya bangsa Indonesia mampu merebut kemerdekaan.
Begitu juga pesan yang disampaikan Buya Ahmad Syafi’i Ma’arif dalam karyanya Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah, beliau berpesan bahwa kita harus banyak menghindari konflik antar etnis, suku dan budaya. Karena Nusantara terlalu elok untuk dijadikan medan tempur. Indonesia seharusnya bisa banyak belajar dan memetik kearifan dari pendahulu. Beliau menyampaikan agar Indonesia dapat menjadi negara besar karena telah menghargai dan mengambil pelajaran dari pendahulu, serta saling menjaga kerukunan sebangsa setanahair.
Pancasila dan Semangat Religiusitas
Bangsa Indonesia terbentuk atas keragaman suku, ras, bahasa, adat, budaya dan agama. Dengan kerelaan hati semua elemen dari berbagai latar belakang itu bergabung ke dalam sebuah bangsa baru di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu jua). Semboyan ini berasal dari falsafah kuno yang ditulis menggunakan huruf latin dan sudah digunakan sejak dulu untuk menyatukan Nusantara.
Karena itu, Bhinneka Tunggal Ika harus diterima sebagai identitas, sebagai kenyataan pertama dan utama yang harus dipahami untuk saling melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan adanya pluralitas, maka persatuan dan kesatuan dengan sendirinya menjadi prioritas yang mesti dikawal secara mendasar. Rajutan nilai yang telah diterima sebagai konsensus bersama perlu terus diperkuat melalui pemahaman utuh untuk dieksternalisasi dalam hidup sehari-hari.
Selanjutnya, dalam pembukaan konstitusi kata ketuhanan memiliki landasan historis yang cukup mendalam dalam sejarah kebangsaan. Secara historis menurut Yudi Latif, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sudah mengenal agama. Sejak zaman duhulu, masyarakat Nusantara menganut suatu agama tertentu, mulai dari agama-agama lokal, Hindu, Budha, hingga Islam.
Kalimat Ketuhanan yang maha esa berdasarkan konsensus, menjadi sila pertama dari Pancasila. Kata ketuhanan pada sila pertama tersebut menunjukkan adanya sikap religiusitas yang dipeluk masyarakat beragama Indonesia. Secara bahasa, religius berasal dari bahasa Latin religio yang berarti mengikat.
Sedangkan secara pengertian, religius berarti berhati-hati dan berpegang teguh pada norma (agama) secara ketat. Dengan kata lain, religiusitas adalah segala tindak tanduk sikap perbuatan yang didasarkan pada norma agama yang dianut. Nilai religiusitas merupakan konsekuensi dari masyarakat berketuhanan itu sendiri.
Implementasi nilai-nilai religiusitas sesungguhnya bukan sekedar menjalankan ibadah ritual semata, tetapi menghayati aturan dan ritual agama sehingga perilaku tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Inti dari ibadah atau ritus keagamaan adalah menciptakan kesalehan pribadi menuju kesalehan sosial.
Semakin religius seseorang, maka semakin banyak ia berbuat kebaikan bagi masyarakatnya, atau, semakin saleh seseorang, maka semakin banyak ia memberikan manfaat bagi banyak orang. Religiusitas seseorang diharapkan dapat tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya dengan kejujuran, integritas, empati, saling tolong menolong, bergotong royong dan solidaritas sosial.
Meningkatkan Solidaritas Berbangsa
Manusia yang sesungguhnya adalah mahluk sosial, di mana mereka membutuhkan orang lain, dalam arti kata lain manusia tidak bisa hidup sendirian. Maka sangat diperlukannya solidaritas.
Solidaritas penting sekali untuk di terpakan dalam kehudupan sosial, karena solidaritas berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial budaya manusia. Terleih seperti Negara Indonesia yang multikultural dalam arti memiliki banyak perbedaan, solidaritas harus menjadi kebutuhan setiap bangsa.
Apabila rasa solidaritas telah hilang maka yang tersisa hanyalah perbedaan-perbedaan antar individu manusia. Ketika manusia sudah terlalu mementingkan dirinya sendiri, kihidupan yang harmonispun tidak akan pernah tercipta.
Penanaman rasa solidaritas harus dilatih sejak dini. Melihat dari pentingnya solidaritas yang dapat memperkaya relasi, budaya dan persatuan, maka solidaritas harus diusahakan dan dipertahankan.
Cara untuk melatih rasa solidaritas, mulailah dari hal kecil seperti tidak membeda bedakan orang lain, saling menghargai satu sama lain, saling membangun dan membesarkan. Setelah pelatihan telah diterpkan sejak dini maka usahakanlah rasa solodaritas itu tetap ada dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari demi tercapainya kihidupan yang harmonis dan damai tentram tanpa ada konflik.
Melihat Negara Indonesia yang sedang dilanda oleh Covid-19 maka untuk mengatasi problem itu kita harus tingkatkan rasa solidaritas yang tingi. Seperti halnya memperhatikan apa yang telah dianjurkan pemerintah dan juga ikut berperan andil dalam mengatasi masalah ini. Dengan atas nama bangsa Indonesia dan juga demi tujuan yang sama yaitu membersihkan Covid-19, semuanya bersatu dan menjadi satu.
Oleh sebab itu, tugas pemerintahan, masyarakat Indonesia, tentu Pemuda Muhammadiyah, terutama pasca milad ke-88, seutuhnya adalah menguatkan solidaritas. Karena dengan menguatkan solidaritas sesama kader bangsa, adalah bukti bahwa kita telah menjaga nilai luhur yang diwariskan pendahulu kita.