Jumat, April 19, 2024

Sikap Indonesia dalam Dinamika Hukum International

Miko Dhany Santoso
Miko Dhany Santoso
Anak Hukum Yang Ogah Ribet, cuma lulusan hukum bisnis yang lebih suka ngomongin hukum tata negara.

Indonesia senantiasa berkomitmen dalam upaya menjaga perdamaian dunia dengan aktif melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara didunia, berbagai bentuk kerjasama luar negri terus dilakukan baik kerjasama dibidang politik, pendidikan, ketenagakerjaan, bisnis international dan sebagainya. Tentunya dalam menjalankan kerjasama international, baik itu Indonesia maupun negara yang melakukan kerjasama dengan negara kita, harus tunduk dan menghormati Hukum International yang berlaku.

Indonesia dan negara-negara didunia merupakan subjek hukum international, dan dalam melakukan kerjasama ataupun aktivitas luar negrinya harusnya dapat mematuhi dan menghormati adanya hukum international yang berlaku. Kemudian bagaimana Indonesia menyikapi dan memposisikan hukum international yang berlaku ini.

Kesepakatan negara-negara yang tertuang dalam suatu perjanjian internasional baik dalam bentuk perjanjian bilateral, regional dan multilateral merupakan perjanjian yang mengikat para pihak dan menjadi hukum bagi yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Pacta sunt servanda

Pelanggaran terhadap hukum internasional akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan seiring dengan perkembangan masyarakat internasional, dan menjadi pembahasan yang sangat menarik perhatian karena dalam kenyataan negara-negara sebagai subyek hukum internasional tunduk dan mentaati kaidah-kaidah hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa intemasional.

Salah satu teori mengenai kekuatan mengikat hukum internasional adalah keinginan suatu negara untuk tunduk pada hukum international atas kehendak negara itu sendiri, “Selbst limitation theorie” atau Self limitation theory. Tokoh teori aliran ini adalah George Jellineck, yang meletakkan dasar bahwa negaralah yang merupakan sumber segala hukum, dan hukum internasional itu mengikat karena negara itu tunduk pada hukum internasional atas kemauan sendiri.

Kelemahan dari teori ini menurut saya bahwa teori tidak dapat menerangkan dengan pasti dan rinci bagaimana caranya hukum internasional yang tergantung dari kehendak negara dapat mengikat suatu negara untuk patuh dan menaati huku international tersebut. Menurut opini saya belum cukup dapat mengikat suatu negara terhadap teori ini, dan kekuatan mengikatnya lemah, dengan demikian apakah patut dinamakan hukum?

Apabila ada Negara baru, dan negara ini menjadi bagian dalam masyarakat internasional yang sudah seharusnya terikat oleh hukum internasional, terlepas dari mau atau tidak tunduk pada hukum internasional yang berlaku.

Kemudian bagaimana indonesia menyikapi ini, dan bagaimana pemberlakuan Hukum National Indonesia terhadap Hukum International yang berlaku.

Disini akan secara singkat substansinya saya jelaskan. Negara kita menghormati kaidah-kaidah hukum intemasional yang mengatur hubungan-hubungan dari negara lain. Mereka bertindak untuk dan atas nama negaranya masing-masing. Ini berarti bahwa negara-negara itu dan negara kita menghormati hukum internasional yang berlaku.

Hukum internasional bukan suatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat di luar kemauan negara.  

Sebagai contoh, Perjanjian antara dua negara tentang garis batas wilayah, perjanjian tentang perdagangan bisnis dan lain-lainnya, mereka taati sebagai norma hukum intemasional yang mengikat dan berlaku bagi mereka. Mereka atau salah satu pihak tidak mau melanggarnya, meskipun kesempatan dan kemungkinan untuk melakukan pelanggaran itu selalu terbuka.

Kaidah-kaidah hukum internasional dapat diterima dan diadaptasi sebagai bagian dari hukum nasional negara-negara. Hal ini berarti bahwa negara-negara sudah menerima hukum internasional sebagai suatu bidang hukum yang berdiri sendiri yang dengan melalui cara atau prosedur tertentu dapat diterima menjadi bagian dari hukum nasional.

Pelanggaran-pelanggaran atas kaedah-kaedah hukum internasional ataupun konflik-konflik internasional yang sering kita jumpai dalam berita-berita media massa, hanyalah sebagian kecil saja jika dibandingkan dengan perilaku dan tindakan-tindakan negara-negara yang mentaati hokum internasional itu.

Hal serupa juga terjadi di dalam masyarakat kita dengan tata hukum nasional Indonesia yang jelas dan tegas serta dilengkapi dengan aparat-aparat penegak hukumnya. Pelanggaran-pelanggaran atas hukum nasional pun hampir setiap hari dapat dijumpai serta tidak kalah jumlah maupun kualitas pelanggarannya dibandingkan dengan pelanggaran atas hukum internasional.

Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat langsung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasama antar propinsi atau kota.

Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya. Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan melalui proses ratifikasi.

Perjanjian internasional sesuai dengan UU Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 Ayat (1) huruf e, (menyebutkan bahwa keputusan presiden diubah menjadi peraturan presiden).

Dalam Undang-undang ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undangundang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang diratifikasi.

Sebagai contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat undangundang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam undangundang yang lebih spesifik.

Apabila perjanjian internasional (bilateral dan multilateral) telah disahkan dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, maka sejak saat itu, hukum internasional berlaku dan menjadi hukum nasional, sehingga dapat dijadikan tuntunan atau pedoman dalam penyelesaian sengketa atau persoalan hukum di peradilan nasional.

Berlakunya hukum internasional (dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional) di Indonesia didasarkan pada keterikatan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, dan negara kita menghormati hukum international yang berlaku dalam menjalakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Miko Dhany Santoso
Miko Dhany Santoso
Anak Hukum Yang Ogah Ribet, cuma lulusan hukum bisnis yang lebih suka ngomongin hukum tata negara.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.