Jumat, April 19, 2024

Siapkah Indonesia Menghadapi Pasar Bebas APEC?

Sandy Hakim
Sandy Hakim
I am nothing but an empty vessel

Asia-Pasific Economic Coorperation atau di singkat APEC merupakan bentuk kerjasama ekonomi antara negara-negara kawasan Asia Pasifik yang berjumlah 21 negara. APEC pertama kali berdiri pada 1989 di Canberra, Australia.

Pada pada November 1994 bertepatan dengan pertemuan tahunan APEC yang di adakan di Bogor, di sepakati pula untuk memberlakukan Free Trade Area atau kebijakan pasar bebas di kawasan Asia Pasifik. Juga di buat sebuah kesepakatan untuk menghilangkan bea masuk barang hingga 0% maksimal 5%. Kebijakan ini di sepakati akan di laksanakan pada 2010 untuk negara-negara maju dan 2020 untuk negara-negara berkembang.

Dari awal munculnya kesepakatan ini, pasar bebas sudah menuai banyak kritikan terutama dari negara-negara berkembang yang merasa masih belum siap untuk menghadapi arus pasar bebas ini terutama di karenakan kebijakan ini hanya akan menguntungkan pihak negara maju saja yang memang perekonomiannya sudah cukup matang dan kuat untuk menghadapi arus pasar bebas.

Di tambah lagi APEC telah dikritik karena mempromosikan perjanjian perdagangan bebas yang akan memberlakukan pembatasan pada undang-undang nasional dan lokal, yang mengatur dan memastikan hak-hak buruh, perlindungan lingkungan dan akses yang aman dan terjangkau untuk obat-obatan. Namun Indonesia sendiri telah menyepakati perjanjian ini dan memilih untuk ikut serta dalam pasar bebas Asia Pasifik. Lalu siapakah negeri kita Indonesia untuk menghadapi arus pasar bebas?

Dari keseluruhan pendapat baik dari para ahli atau politisi Indonesia kebanyakan memandang bahwa Indonesia masih belum siap untuk menghadapi pasar bebas. Hal ini dinilai akan merugikan Indonesia karena pada akhirnya Indonesia hanya akan menjadi negara pengekspor barang mentah untuk di kelola di luar negeri dan barang-barang tersebut akan di impor kembali ke Indonesia dalam bentuk jadi.

Dan pada akhirnya kita hanya akan membeli kembali barang tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jika kita mengelolanya sendiri. Hal ini di karenakan ketidakmampuan komoditas dalam negeri untuk mengelola bahan mentah. Dengan kondisi seperti inilah Indonesia masih di nilai belum cukup kuat untuk bersaing dengan negara-negara lainnya terutama negara-negara yang perekonomiannya sudah matang dan kuat seperti Amerika ataupun Australia.

Kita juga tidak bisa pungkiri bahwa sedikit banyaknya perdagangan bebas ini juga akan memberikan banyak keuntungan seperti meningkatnya arus investasi. Namun, Jika kita melihat lebih dalam, kenyataannya Indonesia hanya akan menjadi negara konsumen dalam pasar bebas.

Hal ini di karenakan kemampuan komoditas dalam negeri kita yang masih belum cukup kuat untuk bersaing dengan negara-negara lainnya. Jika kita melihat lagi ke belakang dengan MEA sebagai contoh nyata dari hasil perdagangan bebas yang sudah di lakukan antar negara-negara ASEAN yang kini sudah memasuki tahun ketiganya, kita dapat melihat bahwa pasar bebas MEA tidak memberikan perubahan yang signifikan.

Di mana justru banyak negara-negara ASEAN yang mengalami defisit seperti contohnya Thailand. Indonesia memang terlihat tidak mengalami kerugian ataupun dampak negatif dari berlangsungnya pasar bebas ini. Namun perlu dipahami bahwa tingkat manfaat yang didapatkan oleh semua negara tidak selalu sama. Hal ini bergantung pada seberapa efektif strategi dan kebijakan yang dilakukan dalam mengelola tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh MEA.

Idonesia tercatat masih menghadapi tantangan yang sama dari waktu ke waktu, antara lain rendahnya pendidikan angkatan kerja, minimnya pengetahuan masyarakat tentang MEA, dan tingkat kesiapan daerah yang beragam.

Dalam upaya mengatasi tantangan tersebut dibutuhkan kebijakan yang komprehensif dengan didukung oleh kajian-kajian tentang MEA yang seyogianya dilakukan secara berkala dan kontinu. Hasil kajian tahun 2014 tentang daya saing daerah, misalnya, menemukan bahwa di seluruh wilayah di Indonesia sektor manufaktur, pengangkutan, dan komunikasi merupakan sektor yang tertinggal.

Lalu jika kita kaitkan lagi dengan APEC, kita tidak bisa sepenuhnya menggunakan pasar bebas MEA sebagai sebuah gambaran ataupun tolok ukur dari bagaimana kondisi Indonesia nantinya saat menghadapi pasar bebas APEC nantinya. Mungkin Indonesia mengalami perubahan yang terbilang positif di MEA.

Namun APEC tidak dapat di samakan dengan MEA.  APEC di mainkan di panggung yang berbeda dan jauh lebih besar daripada MEA. Dimana Indonesia nantinya tidak hanya akan bersaing dengan negara-negara berkembang namun Indonesia akan menghadapi negara-negara raksasa seperti Amerika dan Australia yang juga berada di kawasan Asia Pasifik. Hal ini tentunya tidak akan menjadi tantangan yang mudah bagi Indonesia. Melihat bahwa negara-negara tersebut sudah matang secara perekonomian.

Bisa di simpulkan bahwa Indonesia masih belum siap untuk menghadapi Pasar Bebas APEC ini. Pemerintah harusnya mengkaji ulang dan mempertimbangkan matang-matang kesiapan Indonesia untuk menghadapi Pasar bebas.

Mulai dari memperkuat komoditas dalam negeri, memperbaiki infrastruktur hingga meningkatkan upah  minimum dalam  negeri. Dan untuk menyiapkan perekonomian Indonesia yang kuat agar dapat menghadapi negara-negara besar bukanlah sesuatu yang dapat di wujudkan dalam waktu singkat. Karna pada dasarnya Indonesia masih merupakan negara berkembang yang memiliki banyak PR yang harus di selesaikan sebelum akhirnya dapat bersaing dengan negara luar.

Sandy Hakim
Sandy Hakim
I am nothing but an empty vessel
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.