Jumat, Maret 29, 2024

Setya Novanto dan Wajah Hukum Indonesia

Sinto Airlangga
Sinto Airlangga
Mahasiswa Hukum Universitas Airlangga, Peserta Rumah Kepemimpinan Surabaya

Baru-baru ini hari Jumat, tanggal 14 Juni 2019 pria yang akrab disapa Setnov ini tepergok lagi tengah pelesiran di sebuah toko bangunan di Padalarang, Bandung, Jawa Barat. Ia diciduk bersama seorang perempuan berkerudung yang belakangan diduga sebagai istrinya.

Sebelumnya beredar kabar juga bahwa Setnov tengah asyik makan di restoran padang sembari menelepon menggunakan ponsel pribadinya. Selain itu juga dalam penggerebekan yang dilakukan oleh jurnalis Najwa Shihab terlihat fasilitas mewah diruang tahanan Setnov. Memang drama papa Setnov ini tidak pernah ada habis-habisnya. Berbagai drama menghiasi perjalanan panjang kasus setnov.

Perjalanan kasus ini penuh liku mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. Banyak peristiwa mengejutkan, bahkan dramatis dalam pengusutan kasus ini. Sejak awal pengusutan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus ini sudah menjadi perhatian publik. Selain nilai kerugian negara yang besar, kasus ini juga diduga melibatkan banyak pihak, mulai dari pejabat, anggota DPR, hingga pengusaha.

Untuk menjerat Setnov, KPK harus melakukan penetapan tersangka sebanyak dua kali. Penetapan tersangka Setnov pada 17 Juli 2017 hanya seumur jagung. Melalui putusan sidang praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), status tersangka Setnov akhirnya dibatalkan pada 29 September 2017.

Tidak terima dengan putusan PN Jaksel, KPK kembali kembali membidik Setnov. Tanggal 10 November 2017, KPK menetapkan Setnov menjadi tersangka untuk kedua kalinya.Lima hari kemudian, tepatnya 15 November 2017, penyidik KPK mendatangi rumah Setnov. Kehadiran mereka untuk menjemput Setnov yang beberapa kali tidak memenuhi panggilan penyidik. Setnov menghilang.

KPK pun berencana memasukkannya dalam daftar pencarian orang (DPO). Esok harinya muncul kabar Setnov mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya menabrak tiang listrik di Jalan Permata Berlian, Jakarta Selatan.Setnov pun dirawat di RS Medika Permata Hijau. Belakangan terungkap ada drama di balik dirawatnya Setnov di rumah sakit tersebut.

KPK menetapkan kuasa hukum Setnov saat itu, Fredrich Yunadi dan dr Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka menghalang-halangi penyidikan kasus Setnov. Dalam sidang perkara tersebut, terungkap ada rekayasa dalam rekam medis Setnov.

Setnov kembali mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Upaya Setnov gagal. Hakim menolak gugatan karena KPK telah melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan.

Jaksa menuntut Setnov dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar serta wajib membaya ruang pengganti USD7,43juta. Jaksa juga meminta agar hak politik Setnov dicabut.

Tidak hanya itu, keinginan Setnov menjadi justice collaborator juga ditolak. Dalam sidang pleidoi, Setnov membantah mengintervensi perkara e-KTP. Menurut dia, penganggaran proyek e-KTP dirancang oleh Kementerian Dalam Negeri, bukan DPR. Sementara DPR hanya memberikan persetujuan.

Seperti inikah wajah Hukum Indonesia saat ini?

Kasus Setya Novanto diatas merupakan salah satu dari sekian banyak kasus hukum yang menjadi resepresentasi wajah hukum Indonesia saat ini. Keleluasaan para pejabat Negara untuk mengotak-atik hukum seakan-akan system check and balances hanya sebatas kalimat saja.

Saat ini menjadi miris ketika melihat perjalanan panjang, hukum yang berlaku untuk rakyat kecil. Hukum bukannya untuk melindungi mereka yang tertindas justru kacamata hukum saat ini untuk melindungi para penguasa.

Kita bisa melihat dalam penyelenggaraan Negara dan kehidupan masyarakat, sangat banyak kita jumpai kasus-kasus dan peristiwa- peristiwa yang tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara hukum, banyak kebenaran dan keadilan yang diperjualbelikan, dalam arti hakim yang notabane nya sebagai penegak hukum, pemberi keadilan justru bisa disuap dengan uang sehingga tidak adanya keadilan didalam hukum Indonesia.

Masih banyak lagi contoh dan kasus-kasus yang tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara hukum, artinya penegakan hukum di Indonesia belumlah efektif, masih banyak terdapat kesenjangan dan deskriminasi, bahkan saat ini sedang membuming-bumingnya slogan bahwa hukum di Indonesia; tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Berikut contoh-contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia yang menimbulkan pertanyaan publik akan keberadaan serta keadilan hukum di Indonesia:

1) peristiwa tanjung priok, 2) peristiwa Abepura, 3) kerusuhan Mei 1998, 4) trisakti, semanggi, 5) kasus Munir, 6) kasus Wasior dan Wamena, 7) Dan tentunya yang pernah paling booming adalah kasus nenek Asiyani yang dijatuhi hukuman penjara karena mencuri kakao dan seorang pemuda yang mencuri ayam. Apakah putusan hakim ini yang bersifat adil? Maka jangan tersinggung jika hukum disebut “bullshit” dinegeri ini.

Saat ini hukum jelas telah menjadi permainan elite politik di Indonesia. Definisi melanggar hukum tidak lagi sesuai dengan fitrahnya tetapi apa yang didefinisikan oleh penguasa. Sehingga saat ini bangkitlah otoritarianisme atas nama keamanan nasional, pers dikooptasi, yang kritis diancam dibungkam, oposan begitu gampang masuk bui, akun medsos sehingga orde reformasi ini seolah-olah rasanya seperti orde baru saat ini.

Apabila penegakan hukum yang adil dan transparan telah dilakukan dan diimplementasikan maka akan tercipta kehidupan yang harmonis, kondusif, tertib, adil, dan damai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penegakan Hukum Indonesia akan dipandang baikoleh masyarkat serta negara-negara lain di dunia. Sehingga barulah mantap Indonesia menyandang gelar sebagai Negara Hukum.

Setelah melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut maka tidak ada kata lain selain terus mengedepankan reformasi hukum yang telah digagas oleh bangsa ini. Kegiatan reformasi Hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan antara lain:

  • Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan oleh aparatur negara.
  • Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas dan tidak memihak.
  • Aparatur penegak hukum yang professional
  • Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
  • Pemajuan dan perlindungan HAM
  • Partisipasi publik
  • Mekanisme kontrol yang efektif

Selain kasus korupsi diatas masih sangat banyak PR pemerintah untuk permasalahan hukum di Indonesia saat ini. Kasus maraknya mafia peradilan juga harus menjadi sorotan serius saat ini.

Meskipun saat ini kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, paradigm tersebut harus segera diantisipasi demi meningkatkan marwah hukum di Indonesia. Perlu juga adanya peran dari berbagai kalangan untuk mencapai keadilan hukum di Indonesia.

Dan yang paling penting tentunya adalah dimulai dari yang paling dasar yaitu menanamkan sikap taat aturan di lingkungan keluarga. Lalu bagaimana penegakan hukum Indonesia nanti ditahun 2020? Patut kita simak dipemerintahan baru, diharapkan adanya gebrakan baru dibidang hukum.

Sumber: detik.com, kompas.com

Sinto Airlangga
Sinto Airlangga
Mahasiswa Hukum Universitas Airlangga, Peserta Rumah Kepemimpinan Surabaya
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.