Masyarakat sering kali salah kaprah dengan tradisi ini, yaitu Omed-omedan. Ciuman dalam tradisi ini selalu saja tersorot oleh masyarakat luar selain Bali. Padahal bukan hanya ajang ciuman saja, tentu didalamnya terdapat ritual-ritual atau doa yang mengandung makna bagi kepercayaan masyarakat setempat.
Tetapi mengapa masyarakat begitu penasarannya dengan ciuman yang ada di tradisi Omed-omedan ini? Apa karena ciuman di depan banyak orang merupakan hal yang tabu di negara Indonesia atau mungkin menyimpang dari norma-norma yang ada sehingga mereka penasaran mengapa di tradisi ini ciuman dinormalisasikan atau hanya untuk menarik wisatawan asing untuk membantu UMKM pariwisata?
Omed-omedan sendiri adalah upacara tarik-menarik yang diadakan setelah Hari Raya Nyepi pada ngembak geni untuk menyambut tahun baru saka, tepatnya oleh pemuda-pemudi Banjar Kaja, di desa Sesetan. Omed-omedan berasal dari bahasa Bali yang berarti tarik-menarik. Tujuan Omed-omedan untuk mempererat tali persaudaraan antar warga Banjar Kaja.
Dalam sejarah Omed-omedan, memang awalnya tidak terpampang bahwasannya ciuman menjadi salah satu bagian dari tradisi. Budaya tarik-menarik dilakukan dengan cara saling merangkul hingga berpelukan satu sama lain, tapi dengan seiring berjalannya waktu dan Omed-omedan sempat gaduh sampai-sampai ciuman menjadi salah satu rangkaian dari tradisi ini dilakukan.
Tidak serta merta melakukan ciuman saja, terdapat runtutan untuk menggelar tradisi Omed-omedan ini, seperti melakukan persembahyangan dan doa bersama di pura terlebih dahulu, setelah itu dibagi menjadi dua kelompok pemuda pemudi dan salah satu dari kedua kelompok tersebut diarak ke arena bergiliran untuk saling rangkul dan berpelukan. Aksi ini akan dipisahkan setelah para perwakilan pemuda-pemudi tersebut mendapat guyuran air dari penyelenggara tradisi.
Tradisi Omed-omedan sempat dihentikan karena hal tersebut seperti budaya timur yang menormalisasikan ciuman di depan khalayak ramai sedangkan di Indonesia itu masih tabu. Tetapi setelah dihentikan, masyarakat Banjar Kaja mendapatkan sebuah peristiwa perkelahian babi di arena yang biasa digunakan untuk menggelar tradisi Omed-omedan.
Masyarakat setempat percaya bahwa hal tersebut pertanda akan datangnya musibah atau seperti petunjuk dari alam bahwa Omed-omedan tidak diizinkan untuk hilang begitu saja. Oleh sebab itu, masyarakat Banjar Kaja mengadakan kembali tradisi Omed-omedan hingga saat ini untuk menghindari peristiwa yang tidak mengenakan itu muncul kembali dan tentunya menghindari musibah atau malapetaka yang akan datang nantinya.
Masyarakat juga percaya bahwa hal tersebut merupakan peringatan dari leluhur, sehingga dengan mengadakan kembali tradisi Omed-omedan adalah sebagai bentuk penghormatan untuk leluhur terutama leluhur Banjar Kaja yang memang menjadi asal usul tradisi Omed-omedan ini. Bukan untuk menentang norma-norma yang ada Indonesia tetapi hal tersebut adalah sebuah tradisi yang bersifat turun menurun.
Masyarakat luar memang akan terheran-heran awalnya mengapa ciuman disini dinormalisasikan, tetapi jika paham akan sejarah Omed-omedan maka akan mengerti mengapa ciuman ini diadakan dan terus berjalan hingga kini. Sebagai masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya disetiap daerahnya tentu mempunyai ciri khas diberbagai tradisi untuk menghormati leluhur. Begitu pun dengan tradisi Omed-omedan ini mempunyai caranya tersendiri.
Lalu apakah ciuman di tradisi Omed-omedan sebagai bentuk daya tarik wisatawan asing untuk meningkatkan UMKM pariwisata?
Bali menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan budayanya. Sehingga menarik wisatawan asing untuk datang berkunjung. Mungkin bagi orang asing ciuman merupakan hal yang biasa tetapi mereka tahu bahwa Indonesia masih tabu akan hal itu dan melihat ada tradisi Omed-omedan yang ternyata melakukan ciuman di depan banyak orang maka hal tersebut membuat penasaran atau menjadi sebuah pertanyaan mengapa itu bisa terjadi.
Banyak wisatawan asing maupun lokal yang menyaksikan langsung tradisi Omed-omedan karena berdekatan dengan Hari Raya Nyepi. Nyepi sendiri merupakan hari suci umat hindu yang sudah lama menjadi salah satu ikon wisata menarik untuk diteliti kebudayaannya. Sedangkan ciuman yang dilakukan dalam tradisi Omed-omedan ini bukan serta merta untuk menarik wisatawan saja, tetapi memang hal itu sudah ada sejak zaman kerajaan Puri Oka.
Ciuman yang terdapat di tradisi Omed-omedan ini merupakan salah satu keunikan sebagai ciri khas dalam tradisi tersebut. Sehingga dengan keunikannya itu menjadi daya tarik wisatawan asing maupun lokal untuk lebih tau tentang tradisi Omed-omedan sampai mengunjungi Bali agar bisa menyaksikan secara langsung dan pastinya hal tersebut membantu meningkatkan UMKM pariwisata terutama di daerah Bali.
Bahkan, tradisi Omed-omedan yang diikuti oleh para pemuda-pemudi di Banjar Kaja ini merupakan pemuda-pemudi yang ada beberapa tidak saling kenal dan keduanya harus lajang. Maka, hal tersebut dikaitkan sebagai ajang mencari jodoh. Untuk terus melestarikan dan mengembangkan budaya-budaya di Bali khususnya tradisi Omed-omedan ini diadakan sebuah festival khusus untuk menggelar tradisi Omed-omedan yang bertujuan untuk mencari jodoh.
Apakah ajang mencari jodoh ini bisa diikuti diluar masyarakat Banjar Kaja? Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa festival mencari jodoh ini ada untuk mewadahi tradisi Omed-omedan sehingga orang yang berhak mengikuti ajang mencari jodoh itu hanyalah masyarakat lokal yang memang mengikuti upacara sampai tradisi Omed-omedan. Hal ini dikatakan sebagai ajang mencari jodoh karena proses pelaksanaan tradisi Omed-omedan itu sendiri yang dimulai dari pemuda-pemudi yang tidak saling kenal, lajang, sampai berpelukan dan ciuman.