Pendidikan telah lama menjadi instrumen utama dalam memutus mata rantai kemiskinan. Sejarah menunjukkan bahwa negara-negara dengan komitmen tinggi terhadap pendidikan berhasil meningkatkan kualitas hidup rakyatnya dan mengurangi angka kemiskinan secara signifikan.
Inisiatif pendirian Sekolah Rakyat oleh Kementerian Sosial, menjadi terobosan kebijakan publik yang sangat strategis. Dengan target awal 53 sekolah yang siap beroperasi pada tahun ajaran baru 2025-2026, dan tambahan 147 sekolah dalam tahap kedua, kebijakan ini berpotensi menjadi game changer dalam menyiapkan generasi muda dari keluarga miskin untuk memiliki daya saing global.
Pendirian Sekolah Rakyat merupakan manifestasi dari pemenuhan hak asasi manusia dalam aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam konteks hukum HAM, hak atas pendidikan dijamin oleh berbagai instrumen internasional seperti Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 13 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Negara sebagai pemangku kewajiban, harus memastikan akses pendidikan bagi seluruh warga negara, termasuk kelompok miskin dan miskin ekstrem yang masuk dalam Data Tunggal Sosial Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Kebijakan Sekolah Rakyat ini mengacu pada prinsip affirmative action, yakni intervensi negara untuk menciptakan kesempatan yang lebih adil bagi kelompok rentan. Model pendidikan berasrama yang diterapkan dalam Sekolah Rakyat memastikan anak-anak dari keluarga miskin mendapatkan lingkungan belajar yang kondusif, bebas dari tekanan ekonomi, serta mendapatkan asupan gizi dan kesehatan yang terjamin. Pendekatan ini mencerminkan prinsip kebijakan publik berbasis keadilan sosial (social justice) yang menempatkan pendidikan sebagai hak, bukan sebagai barang dagangan.
Pendidikan adalah investasi sosial jangka panjang yang menentukan daya saing suatu bangsa. Keberlanjutan program Sekolah Rakyat tidak hanya sebatas pada jenjang SD, SMP, dan SMA, tetapi juga harus terintegrasi dengan pendidikan tinggi vokasi berbasis industri. Model Politeknik University yang diterapkan di berbagai negara maju seperti Jerman, Hongkong, China, dan Singapura dapat menjadi referensi bagi Indonesia untuk menciptakan lulusan yang siap kerja dan memiliki keterampilan spesifik yang dibutuhkan industri.
Dalam kerangka hukum kebijakan publik, peran negara dalam pendidikan telah diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Pengelolaan Sekolah Rakyat secara lintas kementerian menjadi solusi terbaik dalam menjamin efektivitas kebijakan ini.
Kemendikdasmen dapat berperan dalam aspek kurikulum dan tenaga pengajar, Kemensos dalam aspek pendanaan dan operasional, sedangkan Kemenaker dalam penyediaan standar keterampilan berbasis vokasi. Model konsorsium lintas kementerian ini akan memastikan bahwa Sekolah Rakyat tidak hanya menjadi proyek jangka pendek, tetapi benar-benar berkelanjutan.
Salah satu faktor yang sering diabaikan dalam diskursus pengentasan kemiskinan adalah aspek psikososial, khususnya self confidence atau rasa percaya diri. Pendidikan yang berkualitas bukan hanya membekali anak-anak dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga menanamkan mentalitas optimis bahwa mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Sekolah Rakyat, dengan sistem asrama dan bimbingan sosial yang terpadu, dapat menjadi sarana untuk membentuk karakter anak-anak dari keluarga miskin agar berani bermimpi dan berusaha mewujudkan cita-cita mereka.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin seringkali mengalami tekanan psikologis yang menghambat perkembangan diri mereka. Kurangnya role model dan lingkungan yang mendukung, membuat mereka cenderung memiliki ekspektasi hidup yang rendah.
Oleh karena itu, intervensi pendidikan dalam bentuk Sekolah Rakyat harus mencakup aspek psikososial melalui program bimbingan dan pendampingan oleh tenaga pengajar yang kompeten.
Sehebat apa pun sebuah kebijakan, tantangan dalam implementasi tetap tidak bisa dihindari. Meskipun tenaga pengajar direkrut dari lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di sekitar lokasi sekolah, tetap dibutuhkan pelatihan tambahan untuk memastikan bahwa para pengajar memiliki pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dari latar belakang ekonomi lemah. Untuk menghindari penyalahgunaan anggaran, sistem pengawasan berbasis teknologi informasi perlu diterapkan agar transparansi dalam pengelolaan dana dapat dipantau oleh publik.
Sekolah Rakyat adalah langkah progresif dalam reformasi pendidikan yang berbasis keadilan sosial. Melalui kolaborasi lintas kementerian, kebijakan ini tidak hanya berfokus pada akses pendidikan, tetapi juga memastikan kualitas dan keberlanjutan lulusan agar mampu berdaya saing di pasar kerja global.
Kita tidak bisa berharap kemiskinan lenyap begitu saja tanpa intervensi yang sistematis dan berkelanjutan. Pendidikan adalah kunci, dan saatnya negara mengambil peran lebih besar dalam memastikan bahwa tidak ada satupun anak Indonesia yang tertinggal dalam menggapai mimpinya.