Sehari setelah tulisan saya yang pertama tentang Azwar Anas dan Paha Putih terbit di sebuah media online di Jawa Timur. Telepon genggam saya menerima kurang lebih tujuh pesan yang rata-rata mengonfirmasi apakah saya termasuk pro Anas yang akan maju sebagai cawagub atau tidak di pilgub Jatim tahun ini.
Nampaknya yang mengirimkan pesan kepada saya adalah kebanyakan mereka yang tidak pro Anas. Saya tentu tidak ambil pusing dengan pesan-pesan itu. Yang saya perhatikan adalah satu pesan yang masuk terakhir ke telepon saya. Pesan itu mengajak saya untuk mencari tahu siapa kira-kira yang pertama kali menyebarkan foto syur Anas dengan paha putih tersebut beberapa waktu yang lalu.
Saya mencoba mencari tahu dengan menghubungi teman-teman aktivis yang sekarang masuk ke dalam politik praktis baik di partai muda atau pun yang sudah tua, baik yang hanya menjadi kader lapangan maupun yang sudah dipercaya menjabat di daerah. Rupanya hubungan pertemanan ini cukup bermanfaat untuk mengorek-ngorek informasi terkait dunia politik praktis di sekitar saya.
Dari semua jawaban yang diberikan ke saya, tak satupun yang langsung menjawab siapa orangnya. Semua hanya menerka-nerka motif pelaku dan hubungannya dengan pribadi Anas.
Saya mencoba menarik sebuah benang merah dengan membaca biografi Anas di beberapa website di internet. Anas merupakan kader muda NU yang cukup gigih perjalan karir kepemimpinanya. Dalam biografinya ditulis bahwa ia pernah menjadi ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan saat ini menjadi ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) wilayah Jawa Timur. Ia juga sedang menjabat Bupati Banyuwangi dua periode dan telah menorehkan banyak prestasi membanggakan bagi rakyat Banyuwangi sendiri.
Dari dunia politik, Anas ini sebetulnya adalah kader PKB. Namun ada catatan yang sedikit kurang bagus terkait hubungannya dengan ketua umum PKB , Muhaimin Iskandar. Mungkin ini jawaban mengapa Anas lebih senang, beberapa waktu yang lalu, maju mendampingi Gus Ipul sebagai wakil di Pilgub Jatim melalui bendera PDIP, padahal dia bukanlah kader asli partai nasionalis tersebut.
Pengunduran diri Anas yang tanpa pikir panjang dan juga tanpa diskusi lama sebagai bacawabup mendampingi Gus Ipul menimbulkan tanda tanya pada saya pribadi. Pasalnya, beberapa waktu yang lalu ketika hadir dalam dialog bersama Rosi di Kompas TV, dan saya menyaksikan itu melalui siaran TV, Anas menyatakan sangat siap dalam merebut kursi kepemimpinan bersama Gus Ipul di Jatim dan mengimplementasikan program-program terbaiknya yang sukses di Banyuwangi untuk dibawa ke Jawa Timur.
Tapi ada yang aneh. Saya mengira tidak mungkin PDIP sebagai partai nasionalis yang besar dan memperoleh kursi banyak di DPRD Jatim dengan tanpa keributan internal menerima untuk mencalonkan Anas begitu saja. Fakta bahwa ketua umum PDIP Megawati telah mendukung secara formal tidak serta merta membuat kader di lapisan bawah puas begitu saja, khususnya di Jawa Timur. Paling tidak, yang mereka harapkan adalah pendamping Gus Ipul merupakan kader asli PDIP.
Mungkinkah koalisi PKB dan PDIP di Jatim dengan mengusung Gus Ipul dan Anas adalah karena adanya ‘mandat suci’ dari para kiai pesantren? Saya tidak ingin terlalu jauh menduga, apalagi berhubungan dengan kiai. Mungkinkah Megawati menerima ‘mandat’ ini dengan setengah hati? Saya juga tidak bisa membenarkannya begitu saja karena bukan anggota PDIP. Tapi kenapa seolah-olah kejadian foto itu dirancang oleh ‘tangan tersembunyi?’
Sudah saya paparkan dalam tulisan kolom sebelumnya tentang Anas juga bahwa ia bukanlah politisi ‘karet’ yang takut hanya dengan kejadian foto syur di media masa. Rekam jejak Anas sebagai seorang pemimpin saya kira cukup membuktikan bahwa ia sosok yang tangguh dan seharusnya begitu. Tapi kenapa tiba-tiba mundur?
Yang menjadi pertanyaan saya selanjutnya adalah lalu siapa dalang dari pengunduran diri Anas tersebut. Apakah dari lawan politik di pilgub? Apakah dari orang lain? Ataukah dari internal PDIP sendiri yang tidak suka dengan Anas karen bukan kader asli partai?
Mari kita analisa sedikit. Jika foto syur itu dari lawan politiknya (red, Khofifah-Emil), tentu tidak masuk akal. Khofifah-Emil adalah politisi yang punya integritas tinggi dan intelek. Tidak mungkin mereka dan mesin partainya melakukan hal-hal kotor semacam itu hanya untuk mengganggu lawan politik. Jika itu dari orang lain, untuk apa dan manfaatnya apa? Ini juga tidak bisa dinalar. Pertanyaan yang terakhir mungkin bisa sedikit dilogikakan, tentang keterlibatan pengurus internal PDIP yang tidak setuju dengan Anas. Ini hanya asumsi. Bisa jadi salah, bisa juga benar.
Di beberapa media massa, santer diberitakan bahwa Hasto Kristianto yang menjabat sebagai Sekjen PDIP, Luhut Panjaitan, Eep Syaifullah Fatah, dan beberapa nama lain terlibat dalam kejadian yang tidak mengenakkan tersebut.
Meski muncul nama-nama di atas dari kalangan politisi, teka teki siapa sebetulnya yang mengatur kejadian ini belum bisa terjawab. Politik memang tak ubahnya sinetron berepisode yang diatur oleh seorang sutradara handal. Tak peduli berapa episode yang tayang, kepuasan penonton adalah tujuannya. Saya selaku penonton politik cukup tertarik mengamati kehebohan pilgub Jatim kali ini.
Hingga saat ini, saya masih penasaran tentang siapa dalang penyebar foto syur Anas tersebut dan makin penasaran lagi atas sikap Anas yang terlihat ‘mlempeng’ begitu saja hanya gara-gara sebuah foto. Apakah ini drama?
Tapi, apa pun yang teka-tekinya. Saya tetap mendukung Anas dalam kiprahnya sebagai seorang bupati di kabupaten paling Jawa itu. Toh, Gus Ipul pada akhirnya berjodoh dengan cucu pendiri republik ini. Biarlah rasa curiga ini hilang dengan sendirinya ketika melihat goyangan Via Vallen dan Nella Kharisma nanti di panggung kampanye Gus Ipul-Puti. Mari berdendang! Wallahu a’lam bisshawab.