Rabu, April 30, 2025

Rupiah Terus Tertekan: Indonesia di Mana?

Ira Ramadianti
Ira Ramadianti
Ira Ramadianti merupakan mahasiswa di Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu di Program Studi Tadris Bahasa Indonesia Semester 6
- Advertisement -

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menjadi sorotan publik. Pada 9 April 2025, rupiah dibuka pada level Rp16.900 per dolar AS, menyentuh titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: di tengah gejolak ekonomi global, di manakah posisi Indonesia sebenarnya dalam peta ekonomi dunia?

Melemahnya nilai tukar rupiah bukanlah fenomena yang terjadi secara tiba-tiba. Faktor-faktor eksternal seperti penguatan dolar AS akibat kenaikan suku bunga The Fed, konflik geopolitik, dan perang dagang antara negara-negara besar memberi tekanan kuat terhadap mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, apakah seluruh beban dapat serta-merta dibebankan pada kondisi eksternal semata?

Penyebab Melemahnya Rupiah

Salah satu pemicu utama pelemahan rupiah tahun ini adalah pengenaan tarif baru oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah produk impor dari Indonesia. Kebijakan tersebut berdampak langsung terhadap kinerja ekspor nasional dan menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Ditambah lagi, ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok turut memanaskan pasar global dan mendorong investor asing menarik dananya dari pasar negara berkembang ke instrumen yang lebih aman.

Faktor internal juga tak bisa diabaikan. Ketergantungan Indonesia terhadap impor barang modal dan bahan baku membuat permintaan terhadap dolar tetap tinggi, sementara cadangan devisa tidak cukup untuk menahan laju pelemahan rupiah. Ditambah lagi, defisit transaksi berjalan dan persepsi investor terhadap stabilitas kebijakan pemerintah menjadi pertimbangan serius dalam mengambil keputusan investasi.

Dampak bagi Ekonomi Domestik

Pelemahan rupiah tentu membawa konsekuensi yang luas bagi ekonomi domestik. Harga barang impor naik, inflasi terpicu, dan daya beli masyarakat ikut tergerus. Pelaku usaha skala kecil hingga menengah yang tergantung pada bahan baku impor mulai merasakan beban produksi yang meningkat. Tak hanya itu, anggaran negara juga ikut terdampak karena pembiayaan utang luar negeri akan membengkak.

Sementara itu, kelompok masyarakat bawah menjadi pihak yang paling rentan. Kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan energi berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, stabilitas sosial bisa saja terancam apabila tidak diiringi dengan kebijakan kompensasi dan perlindungan sosial yang tepat sasaran.

Respons Pemerintah dan Bank Indonesia

Bank Indonesia merespons cepat dengan mengumumkan intervensi agresif di pasar valuta asing dan obligasi. Langkah ini dilakukan untuk menahan fluktuasi berlebihan dan menjaga kepercayaan pasar. Pemerintah pun berupaya menenangkan publik dengan menjanjikan kestabilan ekonomi makro tetap terjaga melalui kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati.

Namun, intervensi pasar bukan solusi jangka panjang. Upaya untuk memperkuat fundamental ekonomi nasional mutlak diperlukan. Pemerintah perlu mendorong ekspor, mengurangi ketergantungan terhadap impor, memperbaiki iklim investasi, serta memperkuat sektor industri berbasis lokal. Tanpa reformasi struktural, rupiah akan terus menjadi korban dari dinamika ekonomi global yang tak menentu.

Posisi Indonesia dalam Peta Ekonomi Dunia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan termasuk anggota G20. Namun, kenyataan bahwa rupiah masih sangat rentan terhadap guncangan eksternal menunjukkan bahwa posisi Indonesia dalam ekonomi global masih belum cukup kuat. Ketergantungan terhadap komoditas primer, lemahnya industri manufaktur, dan ketidakpastian hukum menjadi hambatan besar untuk menjadi pemain utama di pasar dunia.

Saat negara-negara seperti Vietnam dan India semakin agresif menarik investor global dengan insentif dan stabilitas kebijakan, Indonesia justru masih bergulat dengan isu-isu klasik seperti korupsi, birokrasi berbelit, dan rendahnya daya saing SDM. Ini menunjukkan perlunya introspeksi mendalam dan perombakan besar-besaran dalam tata kelola ekonomi nasional.

- Advertisement -

Harapan ke Depan

Pelemahan rupiah saat ini harus menjadi momentum untuk melakukan pembenahan. Ketahanan ekonomi nasional tidak boleh hanya bergantung pada stabilitas sesaat, tetapi harus ditopang oleh fondasi yang kuat. Pemerintah perlu fokus pada pengembangan ekonomi berbasis inovasi, peningkatan kualitas pendidikan, serta pemerataan infrastruktur dan teknologi di seluruh wilayah Indonesia.

Di tengah dunia yang semakin terhubung dan kompetitif, posisi Indonesia di peta ekonomi global tidak bisa lagi sekadar sebagai pasar atau eksportir bahan mentah. Indonesia harus tampil sebagai negara yang mampu menciptakan nilai tambah, mengelola sumber daya secara berkelanjutan, dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya.

Ira Ramadianti
Ira Ramadianti
Ira Ramadianti merupakan mahasiswa di Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu di Program Studi Tadris Bahasa Indonesia Semester 6
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.