“Prabowo..Prabowo..Prabowo..” Teriakan bentuk dukungan pada salah satu calon presiden tersebut bergema di Tribun Barat Stadion Si Jalak Harupat saat jeda babak pertama pertandingan Persib vs Arema di leg pertama ajang Piala Indonesia, Senin (18/02/2019) .
Teriakan tersebut tentu tak ada hubungannya dengan jalannya pertandingan. Baik Persib dan Arema secara tim tak ada ikatan apapun dengan dua kandidat capres-cawapres yang sedang berkompetisi.
Teriakan dukungan terhadap Prabowo ditujukan untuk menyambut kedatangan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (atau biasa disapa Kang Emil), yang baru datang ke stadion saat jeda pertandingan. Awalnya, kedatangan Kang Emil seperti biasa disambut dengan tepuk tangan di berbagai penjuru stadion.
Tapi kemudian entah siapa yang menginisiasi, sayup-sayup teriakan Prabowo mulai disuarakan. Dari mulai satu titik, hingga menyebar di semua titik Tribun Barat stadion, tempat yang dituju Kang Emil untuk duduk dan menyaksikan jalannya pertandingan di babak kedua.
Saya yang saat itu berada di Tribun Barat II, hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala menyaksikan kelakukan bobotoh –sebutan untuk pendukung Persib-. Saya pun tak tahu persis niat bobotoh meneriakan dukungan terhadap Prabowo saat menyambut kedatangan Kang Emil.
Apakah hanya sekedar bentuk candaan bobotoh kepada Kang Emil –yang memang dikenal suka guyon di berbagai kesempatan-, atau memang bentuk ‘ejekan’ sekaligus ungkapan kekecewaan bobotoh sebagai bagian dari rakyat Jawa Barat terhadap pemimpinnya yang secara terbuka menunjukkan dukungan terhadap kandidat pesaing Prabowo, Joko Widodo.
Dari Prabowo Ke Jokowi
Awal mula nama Ridwan Kamil ‘meroket’ dikenal luas publik adalah saat Ia mampu terpilih sebagai Wali Kota Bandung di tahun 2013. Kang Emil yang bukan kader parpol manapun diusung oleh Gerindra dan dipasangkan dengan kader PKS, Oded M Danial (yang kini teripilih menjadi Wali Kota Bandung 2018-2023).
Terpilihnya Kang Emil menjadi wali kota dan kemudian dengan jabatan yang diembannya itu Ia melakuan berbagai gebrakan dan terobosan untuk mengubah wajah kota Bandung tak terlepas dari andil Prabowo Subianto. Saat nominasi calon, Prabowo melihat potensi besar dalam diri Kang Emil sehingga merestuinya sebagai calon yang diusung dari Gerindra dan menyisihkan nama kader internal partai.
Hubungan Kang Emil dan Prabowo pun berlanjut di Pilpres 2014. Saat Prabowo bersaing dengan Jokowi di ‘babak pertama’, Kang Emil menunjukkan dukungannya terhadap Prabowo. Ia bahkan membuat video testimoni mengapa Prabowo laik dipilih. Sedikit-banyak, Ia tentu turut berkontribusi terhadap kemenangan suara Prabowo atas Jokowi di wilayah Kota Bandung.
Namun hubungan politik tersebut akhirnya kandas saat pentas Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2018 digelar. Kang Emil yang popularitasnya sudah jauh meroket dibandingkan lima tahun sebelumnya dan ditambah sederet prestasinya sebagai Wali Kota Bandung, mampu memikat banyak partai untuk mengusungnya. Ia kemudian menjadi calon gubernur dengan diusung oleh Partai Nasdem, Hanura, PKB, dan PPP. Bukan Gerindra dan PKS.
Ia lantas dianggap mengkhianati Gerindra dan PKS, terkhusus Prabowo. Tapi Kang Emil membantah. Ia berujar sudah coba ‘melamar’ ke Gerindra. Tapi Ia tak bersedia memenuhi syarat harus menjadi kader partai. PKS pun Ia lamar. Namun PKS menolak dengan alasan ingin mengusung kader sendiri (detik).
Pada akhirnya Partai Nasdem lah yang pertama kali meminang Kang Emil. Jalinan politik dengan Nasdem inilah yang terpaksa membawanya ‘menantang’ Prabowo di Pilpres 2019 ini. Kabarnya, Nasdem meminang Kang Emil dengan salah satu syarat: Mendukung Jokowi sebagai calon presiden di Pilpres 2019 (Viva).
Konsekuensi Mendukung Jokowi
Keputusan Kang Emil untuk secara terbuka mendukung Jokowi di Pilpres 2019 membuatnya dihadapkan pada beragam konsekuensi politik, baik konsekuensi negatif maupun positif. Pertama, Ia kehilangan banyak pendukung saat pelaksanaan Pilgub Jawa Barat lalu. Ketika acara Mata Najwa digelar, Najwa Shihab bertanya tentang adanya kontrak politik berisi keharusan mendukung calon presiden tertentu.
Secara terbuka saat itu Kang Emil menyatakan bahwa secara lisan Ia memang diikat kontrak politik untuk mendukung Jokowi di pilpres 2019.
Pernyataan Kang Emil secara terbuka tersebut mengundang banyak komentar dan reaksi dari pendukungnya. Di kolom komentar media sosial miliknya banyak yang mengungkapkan kekecewaan sekaligus pernyataan menarik dukungan. Beruntung, hal itu tak terlalu berpengaruh pada perolehan suara yang Ia dapatkan sehingga tetap terpilih sebagai gubernur Jawa Barat.
Kedua, Ia menciptakan jarak dengan sebagian rakyat Jawa Barat yang merasa kecewa karena pemimpinnya secara terbuka dan aktif mendukung serta menyukseskan kampanye Jokowi. Guru Besar Komunikasi Politik, Karim Suryadi, dalam tulisannya berjudul “Bahasa Politik Kopi” mengatakan bahwa pejabat publik yang mendukung salah satu capres tentu akan menyenangkan warga yang memilki pilihan yang sama dengannya, namun di sisi lain pasti akan menyakiti atau setidaknya menciptakan jarak psikologis dengan mereka yang berbeda pilihan (Pikiran Rakyat).
Peristiwa saat bobotoh Persib menyambut kedatangan Kang Emil di stadion Si Jalak Harupat dengan teriakan Prabowo seperti dipaparkan di awal tulisan menjadi salah satu contoh. Padahal sebelumya, sejak Ia menjabat Wali Kota, Ia selalu mendapat sambutan positif dan hangat dari bobotoh tiap kali datang ke stadion saat Persib bertanding.
Ketiga, Kang Emil akan mendapat konsekuensi positif manakala Jokowi di hari pemilihan 17 April 2019 nanti menang. Jika Jokowi kembali menjadi presiden, Kang Emil akan lebih leluasa dalam membangun komunikasi dan koordinasi dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Jawa Barat dengan pemerintah pusat. Apalagi saat ini terdapat sekitar 32 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibangun di Jawa Barat (Antara).
Penyelesaian proyek-proyek tersebut tentu butuh komunikasi dan koordinasi intensif antara pemerintah pusat dan pemprov Jawa Barat. Hal itu akan lebih mudah dilakukan jika Jokowi kembali terpilih menjadi presiden.
Keempat, konsekuensi positif juga akan didapatkan Kang Emil berkenaan kemungkinan Ia menjadi kandidat calon presiden di pilpres 2024 jika Jokowi kembali terpilih. Saat itu, Jokowi sudah tak bisa mencalonkan diri kembali sehingga partai-partai pengusung Jokowi saat ini sangat mungkin mengusung Kang Emil sebagai kandidat.
Jika Kang Emil berhasrat untuk menjadi calon presiden di 2024, maka partai pengusung Jokowi saat inilah yang paling berpeluang mengusungnya. Sementara partai-partai pendukung Prabowo kemungkinan tak akan mengusung dirinya di 2024.
Jika Prabowo di pilpres 2019 ini menang, maka kemungkinan Ia akan dicalonkan kedua kalinya. Namun jika kalah, maka mereka sudah punya satu nama yang akan diusung yakni Gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Baswedan.
Kita akan melihat di depan nanti. Apakah keputusan politik Kang Emil mendukung Jokowi di pilpres 2019 ini akan lebih banyak memberikan keuntungan pada dirinya, atau justru sebaliknya, lebih banyak memberikan kerugian. Hasil pilpres 2019 nanti akan menentukan.