Senin, November 4, 2024

Reorientasi Pendidikan Indonesia di Tengah Krisis Global

Muhammad Shiddiqi
Muhammad Shiddiqi
I am Muhammad Habib Ash Shiddiqi, an educator and researcher in Chemistry Education. I hold a Master’s degree from Universitas Negeri Yogyakarta and focus on developing innovative teaching methods that integrate chemistry concepts with practical applications and entrepreneurial skills. I am committed to enhancing the quality of education and inspiring students.
- Advertisement -

Pendidikan Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Di tengah berbagai permasalahan seperti rendahnya literasi dan numerasi, ketidakseimbangan akses pendidikan, dan minimnya perhatian terhadap peningkatan kualitas guru, sektor pendidikan kita seolah terperangkap dalam cengkeraman kepentingan politik.

Alih-alih menjadi medan pembentukan generasi unggul, pendidikan lebih sering dijadikan alat politik yang berorientasi pada hasil jangka pendek sekadar alat untuk meningkatkan popularitas pemimpin atau memenangkan pemilu. Ini adalah masalah serius yang berdampak panjang bagi masa depan bangsa.

Dalam tulisan ini, saya akan memberikan kritik tajam terhadap sistem pendidikan Indonesia yang gagal melakukan perubahan sistemik yang esensial. Tak hanya itu, saya juga akan melontarkan opini liar yang bebas dari belenggu retorika normatif tentang bagaimana pendidikan seharusnya di Indonesia.

Pendidikan dalam cengkeraman politik

Salah satu masalah mendasar dalam sistem pendidikan Indonesia adalah dominasi kepentingan politik dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Setiap kali terjadi pergantian pemerintahan atau reshuffle kabinet, hampir selalu ada perubahan signifikan dalam kebijakan pendidikan, sering kali tanpa mempertimbangkan kesinambungan atau dampak jangka panjang.

Menteri-menteri pendidikan dipilih bukan karena kompetensinya di bidang pendidikan, tetapi karena mereka dapat memainkan peran politik yang diinginkan. Pendidikan, yang seharusnya menjadi investasi jangka panjang untuk membentuk generasi yang berkualitas, dijadikan arena untuk meningkatkan citra politik dan mengamankan kekuasaan.

Pendidikan adalah sektor yang harus terbebas dari permainan politik. Bayangkan jika setiap kebijakan yang diterapkan hanyalah hasil dari keinginan untuk mencapai target populis semata seperti meningkatkan angka kelulusan ujian nasional, atau mendongkrak statistik literasi dengan metode cepat. Hasilnya?

Generasi yang cerdas secara angka, tetapi tidak memiliki kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, atau menghadapi tantangan di dunia nyata. Politik praktis dalam pendidikan hanya akan melahirkan generasi yang terperangkap dalam sistem yang melanggengkan kebodohan, alih-alih mendorong kemajuan

Krisis literasi, numerasi, dan growth mindset

Rendahnya kemampuan literasi dan numerasi menjadi ancaman nyata bagi masa depan bangsa. Hasil PISA menunjukkan peringkat Indonesia yang rendah dalam membaca dan berhitung. Masalah ini menggambarkan keterbelakangan sistemik yang memengaruhi kualitas pembelajaran anak-anak Indonesia.

Selain itu, konsep growth mindset — keyakinan bahwa kemampuan dapat berkembang melalui pembelajaran — belum banyak diterapkan dalam pendidikan. Sistem yang terlalu kaku dan berorientasi pada hasil akhirnya menghambat peserta didik untuk berkembang secara optimal. Ketika generasi muda takut mencoba hal baru dan berinovasi, mereka akan kesulitan bersaing di kancah global.

STEM, sektor terlupakan

Pendidikan di bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) merupakan kunci kemajuan di era modern. Sayangnya, di Indonesia, pendidikan STEM belum mendapat perhatian yang serius. Infrastruktur yang kurang memadai dan minimnya investasi riset menunjukkan bahwa kita belum siap menghadapi era industri 4.0, kecerdasan buatan, dan big data.

- Advertisement -

Jika Indonesia ingin bersaing di panggung global, perlu dilakukan investasi besar-besaran di bidang STEM, baik melalui fasilitas riset, dukungan untuk talenta muda, maupun pengembangan ekosistem pendidikan yang mendorong inovasi.

Guru, panggilan hidup, bukan pekerjaan biasa

Profesi guru sering kali dipandang rendah dan dianggap sebagai pilihan terakhir. Ini adalah ironi, mengingat guru adalah pilar utama dalam pembentukan generasi masa depan. Untuk menarik generasi muda berbakat menjadi guru, profesi ini harus dihargai dan dilihat sebagai panggilan hidup yang bermakna.

Pemerintah perlu menyediakan insentif, kesempatan pengembangan profesional yang berkelanjutan, serta meningkatkan status sosial guru. Tanpa guru yang berdedikasi, sebaik apapun kurikulum tidak akan berhasil.

Pendidikan sebagai HAM, filosofi yang harus dipegang teguh

Pendidikan adalah hak asasi manusia, bukan sekadar layanan yang bisa diakses oleh sebagian kecil masyarakat. Pemerintah memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas.

Pendidikan bukan hanya soal mempersiapkan siswa lulus ujian, tetapi juga membangun karakter, mengajarkan pemikiran kritis, dan membuka ruang dialog. Kita harus mulai mempertanyakan status quo yang ada, termasuk pola pikir konservatif yang sering kali membatasi inovasi dan perubahan dalam pendidikan.

Jika kita benar-benar ingin memajukan pendidikan di Indonesia, kita harus berani mengambil langkah-langkah radikal yang melampaui sekadar kebijakan populis. Ini adalah saatnya bagi pemerintah, pendidik, dan masyarakat luas untuk bersatu dan berkomitmen terhadap reformasi pendidikan yang mendalam dan berkelanjutan. Pendidikan tidak bisa terus-menerus dijadikan alat politik, dan tidak boleh dikuasai oleh kepentingan jangka pendek.

Pendidikan masa depan, bukan alat politik

Indonesia tidak bisa terus menerus berada dalam siklus kebijakan pendidikan yang hanya berfokus pada hasil instan dan keuntungan politik. Kita memerlukan visi jangka panjang yang berani, yang tidak hanya berorientasi pada statistik dan angka-angka di atas kertas, tetapi benar-benar mengutamakan kualitas, keberlanjutan, dan relevansi pendidikan bagi masa depan bangsa.

Pendidikan harus dijauhkan dari tangan-tangan politik yang hanya peduli pada kekuasaan, dan dikembalikan kepada mereka yang benar-benar peduli pada masa depan anak-anak kita. Kita membutuhkan kepemimpinan visioner, investasi yang tepat, dan komitmen jangka panjang untuk memastikan bahwa generasi mendatang memiliki fondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan global.

Muhammad Shiddiqi
Muhammad Shiddiqi
I am Muhammad Habib Ash Shiddiqi, an educator and researcher in Chemistry Education. I hold a Master’s degree from Universitas Negeri Yogyakarta and focus on developing innovative teaching methods that integrate chemistry concepts with practical applications and entrepreneurial skills. I am committed to enhancing the quality of education and inspiring students.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.