Seperti kita ketahui bersama bahwa Jawa Barat dalam waktu hitungan bulan akan menjalankan pesta demokrasi, rotasi kepemimpinan melalui Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Perhelatan yang bukan hanya menarik, tapi cukup dinamis sehingga sampai kini belum ada kepastian siapa yang bakal berlaga di bursa Pilkada Jawa Barat.
Dari sekian banyak bakal calon yang muncul dipermukaan, hanya sedikit kandidat yang bisa menjadi harapan dan tumpuan warga Jabar. Diantara nama itu, sosok Dedi Mulyadi yang juga Bupati Purwakarta dua periode sekaligus ketua DPD Golkar Provinsi Jawa Barat adalah satu diantaranya yang layak menjadi harapan dan pemimpin Jabar.
Hal ini karena bisa dilihat dari banyak sisi, mulai latar belakang, prestasi, dan juga komitmen dan perhatian pada rakyat kecil. Dedi berangkat dari kota kecil, kota yang dulu hanya dikenal sebagai kota singgah/pensiun, namun kini siapa sangka lewat tangannya Purwakarta sudah menjadi salah satu kota yang memiliki destinasi wisata yang tak kalah menarik dengan destinasi wisata dikota tujuan wisata lainnya.
Sebagai Ketua Golkar Jawa Barat ia juga terbukti berhasil mempertahankan bahkan cenderung berpeluang mengembalikan kejayaan Partai Golkar di Jawa Barat. Barangkali itu salah satu point yang membuat popularitas Dedi cenderung sejajar dengan mereka yang populer karena satu ada di sentral ibukota Jawa Barat, bahkan dibandingkan dengan kandidat lainnya.
Sebenarnya, Dedi dengan posisi nya di partai Golkar menjabat posisi yang sangat strategis sebagai ketua DPD Jawa Barat, serta dilengkapi dengan pengalaman dan kinerja selama memimpin Purwakarta. Tak terhitung lagi deretan prestasi yang telah diukir.
Dilihat dari itu semua, Dedi sudah barang tentu merupakan kader yang paling layak untuk di usung Golkar di Pilkada Jawa Barat. Namun, sungguh tak disangka, beberapa hari kemarin muncul isu surat bodong, surat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan yang menyatakan Golkar mengusung bukan kader Golkar. Meski surat itu dibantah sebagai surat resmi oleh Idrus Marham, namun surat bodong tersebut menimbulkan pertanyaan dan sikap was-was warga Jabar pada umumnya, khususnya simpatisan dan kader Golkar Jabar.
Kondisi ini menimbulkan sebuah pertanyaan, jika benar Golkar tidak mengusung Dedi Mulyadi, terus apa fungsi dan peran parpol dalam melakukan kaderisasi dan kepemimpinan?. Bukankah idealnya, sebuah partai yang berfungsi sebagai organisasi massa dan pengkaderan mesti menjadikan kader untuk didorong menjadi pemimpin, apalagi telah teruji seperti Dedi Mulyadi.
Kalau memang isi surat bodong itu benar, berarti selama ini Partai Golkar gagal dalam pengkaderan calon pemimpinnya. Walaupun syarat dan ketentuan lain bisa dijadikan pertimbangan. Ironis memang, kader terbaik Jawa Barat yang mestinya diberikan rekomendasi untuk bertarung, malah dibiarkan saja, dipermainkan bahkan cenderung dilupakan.
Dari peristiwa ini tentu akan memicu spekulasi dan asumsi. Kasus ini bisa saja merupakan permainan elit Golkar. Atau jangan-jangan, karena kondisi Ketua Umum Golkar yang sedang dilanda berbagai skandal membuat Golkar tak bisa bergerak lincah dan mengusung kadernya sendiri. Asumsi lainnya, bisa juga ini soal permainan elit untuk bargaining agar dapat mengeruk mahar politik. Yang jelas apapun yang terjadi, ini adalah sebuah kemunduran dalam berdemokrasi, kemunduran dalam pengkaderan yang kedepan bakal merongrong tubuh Partai Golkar. Dan kalau ini dibiarkan, ini akan menjadi tsunami politik Partai Golkar, khususnya di Jawa Barat.