Rabu, Oktober 16, 2024

Refleksi Hari Hak Asasi manusia

Lina Febriyani
Lina Febriyani
Government Science "Alam menginspirasi, manusia berimajinasi"

Tepat 10 Desember diperingati dengan Hari Hak Asasi Manusia, pada perjalanan kisah penetapan Hari Hak asasi Manusia 10 Desember diawali dengan diadposinya Deklarasi Hak Asasi Manusia diadopsi dalam Majelis Umum PBB ditahun 1948.

Pada tahun 1947, anggota Majelis Umum PBB merumuskan draf pertama Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pada 10 Desember 1948, kemudian diadopsi oleh Majelis Umum PBB.

Lalu dua tahun kemudian, pada 10 Desember 1950, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 423, menyerukan kepada semua negara anggota dan organisasi PBB untuk menetapkan 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia Internasional setiap tahun.

Momentum ini untuk pertama kalinya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia. Sejak saat itu, masyarakat internasional termasuk Indonesia memperingati Hari Hak Asasi Manusia pada 10 Desember.

Menurut Miriam Budiarjo salah satu Ilmuan Politik di Indonesia dan juga mantan anggota KOMNAS HAM RI, bahwa HAM adalah hak yang telah diberikan kepada semua orang sejak lahir. Apa yang universal dipertahankan tanpa pembedaan. Apa jenis kelamin, ras, etnis, agama, dan sebagainya. Pada intinya adalah HAM merupakan sesuatu yang melekat pada manusia, yang tanpanya manusia tidak akan hidup sebagai manusia dan sifatnya tak bisa diambil atau dikurangi oleh siapapun.

Hari Hak Asasi Manusia Sedunia pada tahun ini bertemakan “Recovery Better Stand Up For Human Rights”. Tema Hari Hak Asasi Manusia tahun ini ditetapkan dengan melihat situasi pandemi Covid-19. Fokusnya adalah untuk dapat mengembangkan dan memastikan realisasi hak asasi manusia selama pandemi sebagai bagian dari upaya pemulihan.

Selain itu, perlu dikembangkan standar HAM untuk mengatasi ketidaksetaraan, eksklusi dan diskriminasi yang terjadi selama pandemi Covid-19. Karena setiap orang di dunia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan hak

10 Desember ini menjadi pengingat atas hak setiap orang sebagai manusia. Hak ini tidak bisa dilepas hanya karena perbedaan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, bahas, politik,

Dalam sejarah penegakan HAM di Indonesia, konsepsi dan rancangan tentang kemanusiaan pula digagas BPUPKI dalam pembentukan UUD 1945. Terbukti didalam UUD 1945 Pasal 28 – 28J yang membahas konkrit persoalan Hak Asasi Manusia secara merinci, ini disesuaikan dengan dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila Sila ke-2 tentang kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai dasar tegaknya pengaturan tentang HAM di Indonesia.

Pergolakan HAM memang sepenuhnya menjadi konsentrasi Negara dalam pemenuhan kebijakannya. Namun tak sepenuhnya Rezim menegakkan HAM sebagai dasar, terlebih lagi banyaknya persoalan HAM yang tidak selesai bahkan tertutup hingga kini.

Persoalan HAM dan peristiwa pelanggaran HAM yang tidak pernah selesai tersebut terjadi serta tercatat sebagai sejarah kelam yang menimpa rakyat Indonesia. Peristiwa tersebut pada akhirnya merepresentasikan pandangan bahwa kepentingan Politik suatu rezim menjadi akar terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia.

Terlebih lagi saat pergolakan politik G30S (1965) menjadi titik awal peristiwa kelam, karena menurut beberapa literasi, penuturan beberapa tokoh dan saksi yang didokumentarisasi didalam tajuk Film Dokumenter seperti Senyap dan Jagal menjadi pula dasar kejamnya pembantaian manusia demi kepentingan politik.

Belum lagi pada kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994), Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

Kemudian pada kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang psaling banyak tejadi didunia. Terdapat 603 juta perempuan tinggal dinegara-negara dimana kekerasan dalam rumahtangga belum dianggap kejahatan.

Menurut korban tindak kekerasan (kontras) terdapat 15 kasus HAM luar biasa di Indonesia yang 3 kasusnya telah diadili diantaranya yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, kemudian Peristiwa Timor Timur dan Peristiwa Abepura 2000, jika merujuk pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Sehingga terdapat 12 Kasus HAM luar biasa yang belum terselesaikan hingga kini, itu pula termasuk kasus HAM yang terjadi Pasca Reformasi. Padahal banyak pihak berharap UU Pengadilan HAM menjadi pijakan pemerintah dalam memuntaskan kasus.

Hal-hal tersebut merupakan segelintiran kasus dan peristiwa yang terjadi atas kepentingan dan kekuasaan politik rezim, belum lagi peristiwa lain yang sampai detik ini tertutup dan belum terungkap.

Pada intinya penegakan HAM menjadi sebuah konsentrasi utuh suatu negara bahkan dunia, karena dasarnya HAM merupakan hal yang kodrat dimiliki setiap insan baik dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Maka Penegakan HAM di Indonesia tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah tetapi juga tanggungjawab semua umat manusia. Hak Asasi Manusia merupakan hak kodrati manusia. Melanggar dan menciderai HAM berarti juga menciderai kasih dan kebaikan Tuhan Yang Maha Esa bagi umat manusia.

Lina Febriyani
Lina Febriyani
Government Science "Alam menginspirasi, manusia berimajinasi"
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.