Buku Komunikasi Politik, Media Massa, dan Opini Publik yang ditulis oleh Dr. Tati Sarihati, Dr. H. M. Luthfie, dan Dr. Budi Kurniadi ini membahas bagaimana komunikasi menjadi jembatan atau media antara sebuah kekuasaan, kebijakan pemerintah, dan juga masyarakat. Buku ini menjelaskan bahwa komunikasi bukan hanya sekedar penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Namun juga sebagai alat penting dalam pembentukan opini publik legitimasi kekuasaan, dan sarana dalam memelihara interaksi antara pemerintah dan masyarakat.
Dalam buku ini dijelaskan secara umum bahwa komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan yang esensinya tentang politik yang disampaikan melalui berbagai saluran. Contohnya, media massa, media sosial, atau interaksi secara langsung antara komunikator politik atau tokoh politik dengan masyarakat. Komunikator politik – polisi, pejabat, aktivis, maupun seorang jurnalis yang memiliki peran penting dalam membentuk opini publik atau masyarakat. Mereka bukan hanya sekedar menyampaikan pesan saja, namun juga dapat memengaruhi cara berpikir masyarakat dalam menilai dan bertindak terhadap isu politik yang disampaikan.
Contohnya, pemberitaan oleh media Tempo tentang pengiriman bantuan sembako oleh TNI AU untuk korban bencana banjir dan longsor di Sumatera pada 30/12/2025 yang disalurkan menggunakan metode airdrop yaitu dengan cara di lempar atau dijatuhkan dari ketinggian menggunakan helikopter ke daratan. Metode ini dianggap tidak efektif oleh masyarakat, sehingga masyarakat beranggapan bahwa kinerja dari pemerintahan dan TNI kurang maksimal. Masyarakat berbondong-bondong berkomentar di media sosial terkait kinerja TNI tersebut, seharusnya yang bertugas dapat lebih dulu menguji coba hal yang akan dilakukan sebelum benar-benar dilaksanakan di lapangan.
Sebenarnya, penyaluran bantuan menggunakan metode airdrop juga ada yang menggunakan airdrop dengan parasut yaitu sembako/kardusnya dipakaikan parasut agar mendarat dengan aman. Namun, beberapa sembako lainnya justru di lempar dari ketinggian yaitu dari helikopter sehingga sembakonya hancur ketika sampai di daratan, terutama beras.
Menurut saya, apabila sejak awal media hanya meng framing bagian saat bantuan sembako disalurkan menggunakan airdrop parasut agar bantuannya tersalurkan dengan aman. Pastinya hal ini akan menuai komentar positif dari publik. Tetapi, karena media juga memasukkan aksi kurang etis dari TNI yang melempar bantuan dari helikopter ke bawah (daratan) juga diberitakan, ini membuat kegaduhan publik dan memengaruhi opini negatif dari publik antara pemerintah dan masyarakat.
Buku ini, juga membahas tentang pendekatan-pendekatan komunikasi politik seperti pendekatan fungsional, kontruktivis, linguistik, dramaturgi, dan agenda setting. Pelajaran penting yang saya dapat dari buku ini adalah bahwa komunikasi politik adalah elemen penting atau sebagai kunci dalam menjaga stabilitas demokrasi.
Dalam keberagaman masyarakat di Indonesia, komunikasi yang terbuka dan dua arah antara pemerintah dan masyarakat menjadi pondasi penting untuk mencegah kesalahpahaman dan konflik. Ketika komunikasi politik dijalankan dengan transparan dan juga etis, maka kebijakan-kebijakan pemerintah dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat karena disertai dengan pemahaman dan partisipasi publik.
Saya melihat fenomena media sosial sangat mengubah wajah komunikasi politik di Indonesia. Buku ini menjelaskan bahwa dengan adanya media sosial kini dapat menjadi saluran baru dalam penyebaran pesan politik. Tetapi, media sosial juga bisa menimbulkan berbagai tantangan etis, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan politik identitas.
Dari buku ini saya belajar bahwa politik bukan hanya tentang kekuasaan. Di dalamnya juga terdapat komunikasi moral dan juga kemanusiaan. Peran media sangat berpengaruh dalam pembentukan opini publik dan realitas sosial. Komunikator politik juga memiliki tanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan setelah ia menyampaikan pesan kepada publik. Siapapun aktor politiknya, entah pejabat, pemerintah, polisi, aktivis, maupun seorang jurnalis..
