Minggu, November 24, 2024

Redupnya Pergerakan BEM

Agwam Ayatullah Ali Khomaeini
Agwam Ayatullah Ali Khomaeini
Bisa dipanggil Agwam. Lahir di Makassar 01 Desember 1999.
- Advertisement -

Berbagai kebijakan-kebijakan kampus di masa pandemi sangat membebani mahasiswa. Dari beasiswa yang hanya merata bagi orang-orang dalam hingga biaya kuliah yang tak mengalami penurunan yang signifikan, bahkan satu slop rokok Sampoerna pun tak cukup cuy. Dibalik kebijakan-kebijakan kontra itu, pergerakan BEM yang biasanya menjadi benteng pertahanan Takeshi dan corong-corong suara sayup yang kadang tak didengar telinga kotor para cecunguk-cecunguk kampus makin hari makin redup, khususnya di Universitas saya, Universitas Bosowa.

Sudah jarang suara-suara mereka terdengar lantang di media-media online ataupun offline-kalau Tiktok saya tidak tahu menahu. Bisa saja hal ini terjadi dikarenakan tugas yang diberikan dosen kebanyakan, atau trend di Tiktok yang mulai kebanyakan sehingga lupa melantangkan semboyan-semboyan yang sering mereka gaungkan di kelas-kelas pengumpulan, seperti: Semboyan agent of change atau social control yang menjadi lagu wajib di telinga-telinga suci tanpa dosa para Maba.

Banyak dari teman-teman mahasiswa yang berada di luar daerah. Sebagian pulang ke kampung halaman melepas rindu dengan kedua orangtua dan ada pula pulang kampung karena tak sanggup bayar kontrakan di tengah carut marutnya perekonomian negara. Oiya, ada juga yang masih berada di kota tapi tak pernah kemana-mana; eh, kalau ke pusat-pusat rekreasi sih mereka sepertinya biasa, tapi turun aksi mukanya tak pernah ada-padahal doi pejabat tinggi BEM lho. Ngeri cuy.

Selain dari banyaknya teman-teman mahasiswa yang berada di luar daerah, banyak juga yang berhenti kuliah. Mereka berhenti kuliah bukan karena kebanyakan job di kasur rumah, tetapi di situasi terjepit seperti ini mereka sudah tak punya uang lagi untuk membayar biaya kuliah yang tak kunjung turun jumlahnya.

Padahal di kampus sendiri ada beasiswa yang dapat disalurkan kepada mereka yang tak mampu, tetapi pada kenyataanya jauh panggang dari api. Orang-orang yang bisa disebut kaya dengan handphone 3 kamera berlogo apel digigit setengah di sisi kanan kantong celananya lah yang mendapatkan beasiswa. Lalu, orang-orang yang betul-betul membutuhkan beasiswa tak mendapatkan apa-apa.

Miris sih, seharusnya BEM yang menjadi garda terdepan menjaga teman-teman mahasiswa menerjang uang kuliah yang tak turun-turun jumlahnya, malah hilang entah kemana. Pergerakannya hanya berkutat di Instagram-pergerakan memperingati hari-hari besar.

Saya juga masih ingat saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus tercinta. Waktu itu saya diberikan formulir pendaftaran beserta peraturan-peraturan yang harus saya patuhi selama berkuliah di sana. Dari banyaknya deretan peraturan-peraturan yang harus dipatuhi, peraturan yang paling mengganjal di benak saya adalah: Dilarang mengikuti demo/unjuk rasa.

Saat itu saya tak tahu apa arti dari peraturan ini, maklum waktu itu pantat saya masih biru, seperti anak umur belasan bulan. Lalu, saya mulai teringat kembali akan peraturan ini ketika seorang dosen yang dengan cantiknya mengirim pesan di aplikasi WhatsApp mengancam memerahkan nilai mahasiswa yang berani untuk turun ke jalan. Apa hubungannya cuy nilai mata kuliah dengan aksi demonstrasi? Jika kita bertanya kepada Mas Ebiet G Ade, mungkin diapun bingung dan menjawab “Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.”

Bisa saja teman-teman BEM pernah mengalami ancaman serupa, sehingga membuat pergerakan BEM kian hari kian redup. Jika pergerakan BEM redup karena hal itu, mungkin teman-teman BEM lupa bahwasanya menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat adalah hak fundamental warga negara yang dilindungi Pasal 28 UUD Tahun 1945 dan teman-teman BEM pun harus tahu bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum dapat dipidana penjara sesuai UU Nomor 9 Tahun 1998 Pasal 18 Ayat 1 dan 2.

Di balik lika-liku redupnya pergerakan BEM hari-hari ini, setidaknya ada hikmah yang dapat kita petik bersama: (Jika keadaannya terus seperti ini) cocoknya BEM diubah saja menjadi BEO; Badan Event Organizer.

Agwam Ayatullah Ali Khomaeini
Agwam Ayatullah Ali Khomaeini
Bisa dipanggil Agwam. Lahir di Makassar 01 Desember 1999.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.