Minggu, Mei 5, 2024

Recht Cadaster dalam Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah

Ummu Salamah
Ummu Salamah
Analis Perkara Peradilan (Cakim) Mahkamah Agung RI

Penyelenggaraan pemerintahan yang berdasarkan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi dasar legalitas dan legitimasi tindakan pemerintahan, serta memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kedudukan hukum warga negara terhadap pemerintah (het legaliteits beginsel beoogt de rechtspositie van de burger jegens de overheid te waarborgen).

Terkait hal tersebut, Jimly Asshidiqie dalam bukunya Konstitusi dan Konstitusionalisme, berpendapat bahwa dalam paham negara hukum segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.

Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and procedures’ (regels).

Dalam perkembangannya, penyelenggaraan pemerintahan yang berdasarkan pada asas kepastian hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, menemui beberapa hambatan dalam tataran implementasi khususnya dalam hal kesenjangan/jurang hukum (legal gap) antara peraturan perundang-undangan yang ada dengan realitas yang dihadapi oleh pemerintah.

Menurut Shidarta hal ini disebabkan karena hukum positif sebagai suatu produk hukum, selalu dipersepsikan memotret masyarakat dalam konteks penggalan waktu tertentu (sinkronis). Hasil potret ini memperlihatkan sistem hukum sebagai karya momentaris (momentary legal system). Disisi lain, disadari atau tidak disadari masyarakat senantiasa berproses sedangkan produk hukum cenderung mengkristal.

Guna mengatasi kondisi tersebut, pemerintah mempunyai kewenangan bebas (vrije bevoegdheid) atau yang lazim disebut dengan freies ermessen/discretionary power (diskresi). Diskresi merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.

Adapun perwujudan dari diskresi yang sering digunakan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan ialah berupa peraturan kebijakan (beleidsregels) (peraturan kebijakan dapat dibuat dalam berbagai bentuk, namun karena keterbatasan halaman, tulisan ini hanya fokus membahas mengenai peraturan kebijakan dalam bentuknya yang berupa surat edaran).

Meskipun freies ermessen memberikan kewenangan bebas kepada pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, akan tetapi dalam bingkai negara hukum penggunaannya harus tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AAUPB.

Jika ditilik lebih komperhensif Rasio Legis pembuatan KTUN dalam bentuk tertulis adalah dikarenakan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) merupakan tindakan hukum publik pemerintah yang bersegi satu atau bersifat sepihak (eenzijdige publiekrechtelijke hendeling). Istilah ini diperkenalkan di Belanda oleh C.W. van der Pot dan C. Van Vollenhoven dengan istilah beschikking dan di Perancis dikenal dengan istilah acte administratif.

Istilah beschikking di Indonesia diperkenalkan oleh WF Prins dan diterjemahkan dengan istilah ketetapan (E. Utrecht, Bagir Manan), penetapan (Prajudi Atmosudirjo), dan keputusan (WF Prins, Philipun Hadjon).

Menurut van der Pot, beschikking adalah tindakan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan, pernyataan kehendak mereka dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum.  Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan:

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Sedangkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa:

Keputusan Administrasi Pemerintahan yang disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan.

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terjadi perluasan makna KTUN. Pasal 87 Undang-Undang ini menyatakan bahwa KTUN harus dimaknai sebagai:

  1. Penetapan tertulis yang juga meliputi tindakan faktual;
  2. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif,  yudikatif dan penyelenggara negara lainnya;
  3. Berdasarkan ketentuan perundangundangan dan AUPB;
  4. Bersifat final dalam arti luas;
  5. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
  6. Keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.

Berdasarkan Pasal tersebut, dapat digarisbawahi poin-poin penting untuk menilai pembuatan suatu KTUN salah satunya berupa penetapan tertulis, yang dimaksudkan untuk kemudahan segi pembuktiannya jika terjadi sengketa namun tidak terbatas pada bentuk formal sebuah keputusan.

Selain perlunya bentuk tertulis, klausula “penetapan” menunjuk adanya isi hubungan hukum yang ditetapkan dalam keputusan TUN yang bersangkutan yang dapat berupa: kewajiban-kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau untuk membiarkan sesuatu, pemberian suatu subsidi atau bantuan, pemberian izin dan pemberian suatu status.

Tujuan dari recht cadaster ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum dan hal itu selaras dengan tujuan pendaftaran tanah yang dinukilkan dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA. Proses pendaftaran tanah terakhir adalah pemberian surat tanda bukti hak yang disebut sertipikat.

Sertifikat digunakan sebagai wujud dari kepastian hukum yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat atas tanah yang diperoleh dalam arti bahwa selama dan sepanjang tidak ada alat dan bukti yang dapat membuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya, maka data yang terdapat didalam sertipikat itu harus diterima sebagai data yang benar sesuai dengan amanah Pasal 32 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997.

Terbitnya Permen Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik tentunya tidak sejalan dengan tujuan recht cadaster yang diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 karena akan mereduksi penerapan asas aman dari Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dalam asas pendaftaran tanah sangat penting dalam pendaftaran tanah. Bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

Melaksanakan kegiatan dengan ketelitian dan kecermatan dalam setiap pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah maka akan tercipta data yang benar dan akurat serta dapat ditegaskan hak atas tanah apakah yang melekat pada sebidang tanah dan siapa pemilik tanah yang sebenarnya, sehingga tidak akan menimbulkan sengketa-sengketa letak, batas dan sengketa kepemilikan atau penguasaan tanah di kemudian hari.

Ummu Salamah
Ummu Salamah
Analis Perkara Peradilan (Cakim) Mahkamah Agung RI
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.