De Kock, Panglima perang Belanda, akhirnya berhasil menangkap Pangeran Dipanagara. Dengan sikap penuh persahabatan dan rasa hormat ia berhasil memperdayai Dipanagara. Pangeran Jawa dan pengikutnya tersebut datang ke Magelang maksud hati untuk mengakhiri perang. Namun, dalih konferensi perdamaian yang disebut Pemerintah Kolonial Belanda hanyalah tipu muslihat. Dipanagara kemudian ditangkap pada 28 Maret 1830.
Peristiwa tersebut lantas diabadikan Nicolas Pieneman—pelukis asal Belanda dengan judul De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-general baron De Kock (Penyerahan Pangeran Dipanagara kepada Jenderal De Kock).
Pieneman seakan ingin meyakinkan bahwa Pangeran Dipanagara betul-betul menyerahkan diri ke Pemerintah Kolonial Belanda. Selain menggunakan kata “penyerahan” dalam judul lukisannya, Pieneman juga menggambarkan sosok Pangeran Dipanagara dengan wajah lesu dan penuh kepasrahan.
Lukisan dengan persepektif yang bertolak belakang kemudian muncul. Historische Tableu, die Gefangennahmen des Javanischen Hauptling Diepo Negoro (Lukisan Bersejarah: Penangkapan Pemimpin Jawa Dipanagara) lahir dari tangan Raden Saleh. Lukisan tersebut dipersembahkan Raden Saleh kepada Raja Belanda saat itu, Williem III.
Seorang pribumi bernama Raden Saleh begitu akrab dengan Raja Belanda. Bahkan ia dianggap sebagai anak Raja Belanda kala itu. Ia begitu diagungkan sebagai maestro lukis, akan tetapi disisi lain Raden Saleh juga dikecam karena dianggap tidak nasionalis.
Muasal ketertarikan Raden Saleh dengan seni lukis bisa dilacak saat ia masih belia. Harsja W. Bactiar dalam tulisannya Raden Saleh: Bangsawan, Pelukis dan Ilmuwan menyebutkan bahwa Raden Saleh menghabiskan masa kecilnya di kediaman pamannya, Kyai Adipati Soero Menggolo—Bupati Semarang di Terboyo.
Pamannya tersebut merupakan salah satu anggota Javaansch Weldadig Genootschap (masyarakat filantropi). Sebagian besar anggotanya adalah pejabat Belanda. Lewat perkumpulan tersebut, menurut Harsja, mendorong minat Raden Saleh pada seni lukis dan kebudayaan Eropa.
Bakat melukis Raden Saleh kemudian mulai tercium oleh Antonie Auguste Joseph Paiyen. Pelukis berkebangsaan Belgia inilah yang menemukan bakat melukis dalam diri Raden Saleh saat ia tiba di Batavia pada 1817.
Setelah meminta persetujuan keluarganya, Paiyen dan Raden Saleh tinggal di Bogor. Di sana Paiyen bertugas sebagai pelukis seni pemerintah bagi Professor C.G.C Rainwardt. Paiyen berkontribusi besar dalam mengajarkan Raden Saleh cara menggambar dan melukis. Perlahan, dari sanalah bakat Raden Saleh mulai dipupuk.
Ketika Paiyen harus kembali ke Eropa pada 1825, Raden Saleh sudah menjadi bagian dari keluarga Jean Baptise de Linge di Batavia. de Linge berprofesi sebagai seorang akuntan di Direktorat Jenderal Keuangan. Ia lalu diperintahkan untuk melakukan perjalanan ke Belanda. Dalam perjalanan tersebut Raden Saleh juga ikut bersama mereka.
Namun, ketika de Linge bertolak dari Belanda, Saleh justru memutuskan tinggal dan belajar lebih lama di Belanda. Gayung bersambut, setelah permohonananya kepada Mr. G. G. Clifford, Menteri Pekerjaan Air, Industri Nasional dan Urusan Jajahan diterima. Dengan izin tinggal selama dua tahun, segala keperluan Saleh dibiayai oleh kas pemerintah Kolonial. Selama itu, ia tinggal di ruah J.W Nibbelink dan memahirkan bahasa Belanda di bawah asuhan J. Verheys dan Ten Brummeler.
Di Den Haag, Raden Saleh mendapat pelajaran menggambar dari Cornelis Kruseman. Dibawah arahan Kruseman ia melihat serta mempraktikan bagaimana seorang seniman bekerja. Kemudian Raden Saleh melanjutkan ke studio lainnya. Kali ini ia dalam arahan pelukis pemandangan kenamaan, Andreas Schelfhout.
Raden Saleh kemudian melanglang buana. Ia juga mendapat kesempatan untuk studi tour ke sejumlah negara Eropa. Diperjalanannya tersebut ada beberapa poin yang ia lakukan; mengunjungi beberapa museum dan studio lukis, berjumpa dengan pelukis-pelukis Belanda dan berkesempatan melukis Gunung Vesuvius di Italia.
Melukis eksotisme alam liar bukanlah satu-satunya kelebihan Raden Saleh. Beberapa foto wajah sempat ia kerjakan dengan cukup detail. Salah satunya lukisan Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang diselesaikan tahun 1933. Ia juga menyelesaikan lukisan Johannes van den Bosch, H. Hentzepeteer (1837), hingga seorang pengacara Mr. C.J Scholten dari Old Haarlem.
Pada 1 Januari 1845, Raden Saleh meninggalkan Belanda. Ia merasa belum cukup puas dan ingin memperdalam ilmu melukisnya. Ia berniat untuk menetap di Paris—mempelajari seni lukis dari para maestro. Di Paris ia menjadi sahabat Bonapartist Horace Vernet, seorang pelukis militer.
Raden Saleh terus mengasah bakatnya dengan terus melukis. Beberapa lukisan dapat ia selesaikan seperti pribumi menunggangi kerbau yang diserang harimau (1840-an). Lukisan tersebut turut ditampilkan pada pameran di Paris pada tahun yang sama. Sebelumnya ia juga menyelesaikan lukisan perburuan rusa Jawa di studionya di Paris.
Di Prancis itu, Raden Saleh juga diperkenalakan kepada Raja Prancis, Louis Philippe. Pertemuan di awal Mei 1845 dengan Raja Prancis membuka jalan bagi Raden Saleh untuk membangun relasi dengan kaum bangsawan Prancis. Namun, revolusi Februari di Paris dan disusul di seluruh Eropa terus bergejolak. Raden salah pada akhirnya memutuskan untuk melakukan perjalanan panjangnya menuju Jawa pada akhir 1851.
Selama di Eropa ia melahirkan banyak lukisan. Yang jelas ia telah merebut banyak hati para raja dan bangsawan Eropa. Sebagai bukti sahih daya magis tangan Raden Saleh ia mendapat gelar kebangsawanan dari Raja William II, yakni Ksatria Orde Tahta Pohon Oak. Gelar tersebut diberikan kepada orang-orang yang berjasa pada bidang sipil, militer dan seniman hebat. Maka sudah semestinya seorang Jawa seperti Raden Saleh berbangga hati atas pencapaiannya tersebut.
Gelar resmi “Pelukis Sang Raja” kemudian disematkan pada Raden Saleh ketika tampuk kekuasaan Raja Belanda beralih ke Raja William III. Gelar yang diberikan pada 1950 tersebut bukan sekadar sebuah anugerah atas pencapaian luar biasa Raden Saleh. Lebih dari itu gelar tersebut membuatnya semakin dipandang.
Ketika kembali ke Batavia, dalam struktural masyarakat Raden Saleh bisa dianggap setara dengan bangsawan lainnya. Namanya kian membumbung tinggi. Tentu berkat pendidikan a la Eropa yang dienyam.
Namun, dibalik gemerlap namanya, Raden Saleh justru dipandang sinis beberapa kerabat. Ketika kerabatnya berkucur darah melawan penjajah, ia justru menikmati kehidupan mewah yang diberikan Pemerintah Kolonial Belanda. Pada umumnya, orang-orang tak sungkan mempertanyakan nasionalis dalam diri seorang Raden Saleh.
Namun, anggapan tersebut kemudian disangkal oleh Peter B.R. Carey. Lewat Lukisan Bersejarah: Penangkapan Pemimpin Jawa Dipanagara, Carey melihat adanya kedekatan antara Raden Saleh dan masyarakat pribumi. Dalam lukisan tersebut seperti sebuah pembelaan dari seorang Raden Saleh. Meski kenyataannya ia tak bisa berbuat apa-apa.
Terlepas dari dua sisi yang melekat di diri Raden Saleh, ia tetap dikenal sebagai pelopor seni lukis modern di Indonesia. Namanya tetap mentereng dibelantika seni lukis nasional.