Jumat, Mei 3, 2024

Pupus Harapan Parlemen Bersih

Suranto Andreas
Suranto Andreas
Alumni Mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Tahun ini demokrasi kita dicederai dengan banyaknya partai politik pengusung calon anggota legislatif (caleg) yang dengan beraninya melanggar kepercayaan masyarakat dengan mengusung caleg bekas koruptor. Sikap partai politik tersebut seakan-akan tidak menjalankan  Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999  yang telah diubah dengan Undang-undang  Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga komitmen pemberantasan korupsi yang kerap diserukan oleh politisi parpol hanya isapan jempol belaka.

Data dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan dari 16 partai politik, hanya satu partai yang tidak mengusung caleg bekas koruptor. Parpol pengusung caleg bekas koruptor terdiri dari Partai Gerinda dengan partai yang paling banyak menyertakan nama mantan napi korupsi sebanyak 27 orang, dikuti oleh Partai Golkar (23), Partai Berkarya (16), Hanura (14), Nasdem (13), Partai Demokrat (13), Perindo (11), PBB (8), PKPI (7), PKB (6), Garuda (6), PPP (6), PDIP (5), PKS (5), PAN (5), dan terakhir PSI (0).

Menurut Global Sustainability Standards Boards (GSSB), Korupsi yang telah dilakukan oleh banyak napi bekas koruptor tersebut secara luas berhubungan dengan dampak negatif, seperti kemiskinan dalam perekonomian yang mengalami transisi, kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, pelecehan terhadap demokrasi, pengalokasian investasi dengan tidak benar, dan penggerogotan kedaulatan hukum.

Hal ini membuat generasi era sekarang berpikiran bahwa demokrasi di Indonesia sudah penuh dengan praktik-praktik korupsi dengan menunjukkan ketidak-taatannya terhadap integritas, tanggung jawab dan pelayanannya kepada masyarakat karena caleg adalah calon “pelayan” rakyat. Adanya caleg seperti inilah sendi-sendi kedaulatan hukum  memulai pengeroposannnya.

Asas organisasi partai yang kurang dalam memilah dan memilih calegnya yang bersih dari tindakan korupsi menandakan bahwa belum maksimalnya komitmen partai dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan dalam aksi membangun pemerintahan negara yang berjalan baik (good governance).

Perbaikan birokrasi sedini mungkin bertujuan agar pemerintahan yang bersih dan terbebas dari korupsi dapat tercapai. Namun, dalam perbaikan birokrasi tersebut peran serta masyarakat untuk mencegah tindak pidana korupsi harus ada. Lewat pemilihan caleg pada 17 April 2019 mendatang, masyarakat harus lebih jeli dalam memilih caleg yang berpegang teguh pada pondasi bangsa dengan tidak menggerogoti kedaulatan hukum.

Pada era sekarang ini, dimana gawai dan internet yang seakan-akan sudah menjadi kebutuhan pokok seperti bagian dari aktivitas harian harus dimaksimalkan semaksimal mungkin. Mencari informasi yang baik dan benar terkait dengan caleg yang akan dipilih di tingkat provinsi dan kota/ kabupaten ditahun mendatang perlu dilakukan. Jangan termakan isu-isu sara dan hoax yang dapat menjerumuskan pemilihan salah pada lima tahun ke depan. Kekurangan informasi dan pemilihan caleg yang hanya berdasarkan argumentasi sesat juga akan menambah dukungan pada budaya korupsi yang ada. Kejelian dalam mendapatkan infornasi caleg yang kompeten seperti halnya sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam mewujudkan good governance.

Suara masyarakat diwakilkan oleh suara di parlemen. Kita tentunya tidak akan mau apabila suara kita yang merupakan suara masyarakat ini hanya menjadi umpan untuk mencuri pundi-pundi rupiah dari kantong negara.

Maka dari itu langkah efektif untuk “pelayan” rakyat tersebut tidak menimbuh harta dari pundi-pundi kantong negara adalah dengan upaya pencegahan. Upaya pencegahan perlu dilakukan agar demokrasi kita tidak terlecehkan dan bebas dari praktit-praktik korupsi. Upaya pencegahan yang paling efektif bagi pemilih caleg adalah memilih caleg dengan partai politik pengusungnya yang bersiteguh pada kedaulatan hukum.

Kalau tidak pupus sudah harapan parlemen bersih. Dan jangan lupa bahwa kita memilih bukan karena kepentingan diri kita sendiri, melainkan bagi kepentingan negara dan  kepentingan bersama, sehingga demokrasi di tanah air berkelanjutan dan harapan good governance melalui parlemen yang bersih dari korupsi dapat tercapai.

Suranto Andreas
Suranto Andreas
Alumni Mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.