Sejak masa kampanye ditetapkan, tanggal 21 September 2018, banyak menimbulkan keriuhan di berbagai linimasa media sosial. Pendukung paslon 01 sibuk memposting kelebihan-kelebihan capres andalannya. Lalu dibalas dengan pendukung paslon 02 memunculkan keunggulan capres andalannya.
Bermunculan pula, pujian-pujian berlebihan, saling klaim, saling ejek hingga saling hujat jadi gambaran sehari-hari media sosial. Demikian sah-sah saja dalam sebuah kompetisi.
Toh, dalam keadaan yang sebenarnya, para pendukung capres 01 atau capres 02 tetap baik-baik saja.
Di tengah keriuhan kompetisi berlangsung, muncul sebuah kelompok yang menamakan diri dengan golput alias golputers.
Kemunculan kelompok golputers adalah bagian dari kelompok masyarakat yang belum menentukan pilihannya (swing voters). Atau bisa juga, kelompok ini yang memutuskan untuk tidak memilih (undecided voters).
Walaupun ada pasal yang dapat mempidanakan seorang golput, tetapi sejatinya,tidak ada seorangpun yang mengetahui pilihan seseorang di dalam bilik suara, kecuali si pemilih dan Tuhan. Kecuali bila si golputers ini dengan bangga pamer-pamer kegolputannya untuk sengaja menantang pasal pidana.
Bukan hanya di Indonesia, di banyak negara, kelompok golputers ini juga ada. Kelompok ini, rata-rata muncul dari para kaum muda independen, yang secara keseharian tidak terlalu mau memikirkan politik negara.
Di banyak negara, kemunculan kelompok golput kebanyakan terjadi karena ketidak percayaan terhadap politik atau ketidak percayaan kepada pemerintah, sehingga memutuskan untuk bersikap masa bodoh.
Di beberapa negara, kelompok golput muncul karena keadaan negaranya sudah cukup stabil dan baik dalam waktu yang cukup lama/ Seperti di Jepang, kelompok golput sangat banyak, karena penerapan disiplin sudah sangat baik. Sehingga, tanpa perlu keriuhan-keriuhan politik, roda ekonomi negara sudah berjalan sangat baik.
Yang menjadi menarik, di saat pilpres dan pileg ini adalah munculnya kelompok golputers yang ikut-ikutan sibuk memposting kampanye politik. Hampir setiap hari, kelompok yang mengaku golputers ini malah sibuk memposting status politik.
Mulai dari menulis tentang kebijakan-kebijakan petahana yang dianggap kurang baik, lalu menilai-nilai tindakan para pendukung capres oposisi menurut pendapatnya. Lagak tulisannya sih terkesan “berusaha” netral. Tetapi, seringkali berisi besut hasutan dan seperti sengaja dilakukan untuk memancing emosi salah satu pendukung paslon.
Dari bacaan-bacaan, justru kebanyakan menulis keburukan satu untuk dilempar kepada yang lain. Ada yang mengaku golputer, tapi menulis tentang cebong panik. Ada juga yang mengaku golputers, lalu menulis tentang kampret otak terbalik. Yang terjadi, semakin tajam permusuhan diantara pendukung para paslon.
Lho, golput kok malah rajin menulis soal politik? Atau, jangan-jangan mengaku golput tapi sebenarnya meniatkan diri menjadi provokator. Ini sih namanya adu domba.
Logikanya, kelompok golputers yang memutuskan tidak memilih atau undecided voters bersikap acuh, masa bodoh dan skeptis terhadap suasana riuh rendah kampanye politik saat ini. Tidak akan sibuk memposting substansi tentang suasana kampanye. Atau. para golputers dari kelompok swing voters akan membuat postingan komparasi atau perbandingan antara capres satu terhadap capres yang lain.
Demokrasi di Indonesia masih seumur jagung. Keadaan ini, diharapkan semakin hari akan semakin membawa kebaikan bagi negeri ini. Kemunculan para provokator ala golputers jelas akan merusak demokrasi yang sedang berjalan ke arah yang semakin baik.
Sejatinya, para pendukung paslon 01 dan paslon nomor 02 harus bisa tetap bersikap waras. Melawan hoaks, juga melawan adu domba yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan golputers.
Salam Indonesia Waras!!!