Program tiga juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto tentu perlu dikaji secara mendalam, pasalnya program yang digadang-gadang mampu mengatasi kemiskinan dan backlog atas keterbatasan hunian itu gagal sebelumnya tercapai oleh Jokowi, Presiden RI yang ke-7.
Sejak diluncurkan pada 2015, Kementerian PUPR mencatat realisasi program ini telah mencapai 9.206.379 unit per akhir 2023.Adapun selama empat tahun terakhir realisasi program satu juta rumah per tahun bisa dibilang mencapai target secara kuantitas. Lihat saja, pada 2021 realisasi program tersebut mencapai 1.105.707 rumah.
Butuh 6 tahun agar program tersebut berhasil dilaksanakan, pembangunan tiga juta rumah itu memang kini hanya sekedar impian belaka, namun jika kita kaji dari segi anggaran, dipersiapkan kurang lebih 21,6 triliiun yang diajukan dengan masyarakat membayar cicilan rumah tersebut sebesar Rp 600.000.
Pemerintah harus mematangkan rencana tersebut agar tak sekedar mimpi bagi masyarakat yang ingin memiliki hunian yang layak, tercapainya target itu juga bergantung pada kemampuan ekonomi masyarakat.
Kemampuan ekonomi dipengaruhi oleh ketersediaan lapangan kerja serta gaji UMR yang tinggi untuk bisa membeli rumah. Rumah merupakan kebutuhan pokok saat ini, termasuk kategori sandang, pangan, dan papan.
Rumah sebagai tempat berlindung dari terik panas matahari, hingga hujan deras yang dinginnya menusuk kulit.
Bahkan, untuk memuluskan rencana ini, pemerintah gandeng konglomerat seperti Agung Sedayu agar dapat membantu program tersebut.
Janji politik Prabowo ini sangat diperhitungkan, apabila berhasil tentu dapat menaikkan citra di masyarakat, namun sebaliknya jika program ini gagal tentu bisa menjadi alat untuk oposisi menyerang kredibilitas pemerintah.
Program ini hendaknya juga memikirkan potensi pasar dengan penawaran yang ada, jangan sampai ketika rumah sudah dibangun justru terbengkalai tidak ada penghuninya.
Mendagri Tito mengatakan, berdasarkan SKB tersebut bahwa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang berhak menikmati fasilitas program tiga juta rumah rakyat ialah memiliki pendapatan maksimal Rp7 juta bagi yang belum menikah. Sedangkan, bagi kelompok masyarakat sudah menikah memiliki maksimal pendapatan Rp8 juta per bulan.
“Khusus di Papua kategori MBR maksimal pendapatan Rp7,5 juta yang belum menikah dan yang sudah menikah maksimal Rp10 juta,” ujar Mendagri Tito.
Mendagri mengatakan, setelah penandatanganan SKB, selanjutnya akan dibuat Peraturan Kepala Daerah sebagai dasar hukum pelaksanaan kebijakan tersebut. Dia memberi batas waktu maksimal satu bulan selesai untuk penyusunan Peraturan Kepala Daerah (Perkasa).
“Kami ingatkan Pimpinan Daerah agar berhati-hati dalam menerapkan kebijakan ini dengan memperhatikan betul kategori MBR berdasarkan Kepmen PUPR,” katanya.
REFERENSI:
https://www.merdeka.com/uang/program-tiga-juta-rumah-prabowo-cuma-bisa-dinikmati-orang-dengan-gaji-segini-244134-mvk.html