Rabu, Oktober 16, 2024

Profesor Nurdin Abdullah, Pahlawan di Balik Kemajuan Bantaeng

nugrohoali
nugrohoali
Penyuka Albert Camus

10 November, sejarah ini ditulis dan hingga kini terus diperingati sebagai hari pahlawan nasional. Kita yang biasa membuka-buka buku sejarah sudah tentu tahu: sebuah peristiwa yang heroik telah terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya. Pihak sekutu menginginkan Indonesia dan rakyat Indonesia hendak mempertahankan kemerdekaan. Ujungnya adalah perang. Betapa heroiknya perjuangan mereka: ada yang gugur meninggalkan orang-orang tercinta dan ada yang tetap hidup mengenangkan perang yang membahagiakan ini.

Mereka yang mati (juga yang masih hidup) yang memperjuangkan bangsa ini adalah para pahlawan. Tapi di era kini, kepahlawanan tidak lagi seheroik itu. Kepahlawanan tidak lagi merujuk kepada mereka yang gagah membawa senjata tajam, membawa parang, senapan atau senjata lainnya. Bukan karena representasi itu tidak tepat. Tapi masa kini membutuhkan kepahlawanan dalam jenis yang berbeda. Kepahlawanan di era kini mungkin lebih tepat jika merujuk kepada siapapun yang memiliki kepedulian tinggi atas bangsa ini dan berkiprah (sekecil-kecilnya kiprah) demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa ini.

Dalam tulisan ini, Profesor Nurdin Abdullah adalah seorang pahlawan (sesejati-sejatinya pahlawan). Kamu boleh mendebatnya tapi lihat saja bagaimana kemudian tulisan ini membawa kepada suatu kesimpulan bahwa Nurdin Abdullah adalah pahlawan bagi Bantaeng, khususnya bagi para petani.

Prof. Nurdin Abdullah Pahlawan?

Dalam KBBI, pengertian pahlawan merujuk pada “orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani. Pengertian ini memang masih kental dengan aroma heroik. Tapi beberapa sifat seperti ‘keberanian berkorban’, ‘membela kebenaran’ dan ‘berjuang’ adalah kata-kata yang tetap relevan dalam membaca kepahlawanan konteks hari ini.

Merujuk pada kata-kata itu, saat ini beberapa pemimpin di daerah telah menunjukkan keberaniannya ‘berjuang’, ‘berkorban’ dan ‘mengabdi’ untuk rakyatnya. Pemimpin-pemimpin daerah ini bahkan rela mengorbankan dirinya (dalam pengertian lebih mengutamakan dirinya sebagai pelayan bagi daerahnya) demi memikirkan dan berbuat untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan sosialnya. Pemimpin yang memiliki kepedulian yang tinggi untuk melayani dan menegakkan keadilan sosial di dalam masyarakatnya adalah pemimpin yang sejati.

Profesor Nurdin Abdullah adalah salah satu sosok yang telah mengabdikan dan berkorban untuk kemajuan warga dan daerahnya. Pengorbanan itu dimulai dengan dia menerjunkan diri di dalam politik (Ingat politik di tangan Nurdin Abdullah tidak sama seperti politik di tangan politisi yang gandrung kekuasaan saja). Terjun ke dalam politik bukan suatu pilihan pribadi tetapi desakan dan kemauan rakyat. Di sini saja kita sudah melihat betapa sosok Nurdin Abdullah terjun ke politik karena sebuah tuntutan dan harapan. Jika memilih kehendak pribadi, hidup di luar pemerintahan mungkin pilihan yang tak terlalu sulit. Sebab jika hanya untuk keputusan pribadi, kehidupan sebagai seorang akademisi (profesional) telah cukup membuatnya seorang yang dikenal.

Tetapi perihal memimpin adalah perihal berkorban dengan menyediakan dirinya berbuat untuk kebaikan orang lain. Memimpin adalah melayani dengan memikirkan persoalan-persoalan yang menjadi keresehan bersama di Bantaeng. Keberanian diri mengambil tindakan ini adalah suatu kepahlawanan. Sebab di dalam menerima keputusan ini, ada niat yang kuat demi melayani kerinduan rakyat pada pemimpin yang memiliki amanat, pemimpin yang memiliki visi ke depan yang jauh dan pemimpin yang benar-benar mau bekerja untuk kepentingan rakyat.

Kepahlawanan di Sektor Pertanian di Bantaeng

Rasanya sampai sejauh ini, kita belum perlu berdebat dulu bahwa Profesor Nurdin Abdullah adalah seorang pahlawan dalam pengertian yang luas dan konteks hari ini? Persoalannya: darimana kita memulai untuk menguatkan bahwa Nurdin Abdullah bisa dikatakan sebagai pahlawan? Tak perlu ambil semua yang telah dia capai untuk memajukan Bantaeng karena itu terlalu banyak uraiannya. Ambil satu saja di bidang pertanian.

Kemajuan Bantaeng di sektor pertanian sangat terlihat saat dipimpin oleh Profesor Nurdin Abdullah. Bantaeng yang semula hanya daerah tertinggal dan tidak dilirik, kini telah mampu berbenah dan menjadi daerah yang maju. Jika sebelumnya Bantaeng hanya daerah yang jadi ‘transit’, kini telah menjadi daerah ‘singgah’. Dan itu semua tidak lepas dari seorang profesor yang memiliki konsentrasi dalam bidang pertanian.

Sang profesor mengakui bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi diperoleh dari sektor pertanian. Dia juga memahami bahwa warga Bantaeng cenderung tidak ingin untuk menjadi pegawai negeri. Pertanian, dalam pandangannya, jauh lebih menguntungkan. Misalnya, dia memberikan gambaran: dengan menanam bawang yang harganya Rp. 10 ribu per kilogram, jika panen 10 ton bisa sampai 100 juta dalam tiga bulan. Sebagai perbandingan, menjadi pegawai negeri bergaji Rp 2,5 juta. Total dalam satu tahun adalah Rp 30 juta (republika).

Gambaran-gambaran tentang psikologis masyarakatnya ditangkap dengan baik oleh sang profesor untuk membuat kalkulasi yang memungkinkan kemajuan Bantaeng di masa depan. Dan kalkulasi rasional itu benar-benar mampu mendongkrak kemajuan Bantaeng. Sektor pertanian benar-benar menjadi salah satu sektor yang menjanjikan bagi kesejahteraan masyarakat Bantaeng. Kemampuan membaca keadaan pertanian ini juga dikokohkan dengan kemampuan profesor untuk meyakinkan para petani untuk bergairah di dalam sektor pertanian. Jangan lupa di beberapa daerah lain yang sektor pertaniannya sesungguhnya potensial untuk membuat daerah itu maju, tetapi disebabkan tidak adanya komitmen dari pemimpin untuk meningkatkan sektor pertanian itu, maka daerah tersebut tak dapat berbuat banyak dalam pertanian. Yang ada justru semakin hari sektor pertanian semakin kehilangan daya pikatnya. Petani pelan-pelan beralih profesi.

Tapi belajar dari Profesor Nurdin Abdullah, pemimpin ini mampu meningkatkan kepercayaan diri petani untuk bertani. Mereka menjadi tidak merasa ‘gengsi’ untuk bertani. Di tangan profesor, pertanian menjadi sesuatu yang istimewa dan menjadi petani menjadi sesuatu yang membanggakan dengan pendapatan yang tak kalah tingginya dari sekedar jadi pegawai.

nugrohoali
nugrohoali
Penyuka Albert Camus
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.