Jumat, Maret 29, 2024

Problematika dalam Ospek Kita

Anjas Munjazi
Anjas Munjazi
Studying Communication Science at State Islamic University Jakarta

Berbondong-bondong mahasiswa baru tengah mempersiapkan diri, mulai dari membeli sepatu yang trendy, memilih pakaian yang stylish layaknya orang-orang borjuis, hingga keperluan logistik yang tak bisa dinafikan adanya.

Tapi ada satu hal yang harus mereka pelajari sebelum memasuki dunia kampus, ya, OSPEK dan segala permasalahan di dalamnya. Karena Ospek merupakan fase awal bagi mahasiswa baru (katanya).

Ospek adalah singkatan dari Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus yang berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 25 tahun 2014, memiliki tujuan umum untuk “memberikan pembekalan kepada mahasiswa baru agar dapat lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan kampus, khususnya kegiatan pembelajaran dan kemahasiswaan”.

Adapun berdasarkan keputusan tesebut, mengenai pelaksanaan Ospek hanya boleh dilaksanakan dalam rentang waktu dua hingga empat hari, terhitung mulai dari pukul 07.00 dan berakhir pada sore hari pukul 17.00, dengan memberikan materi-matrei yang telah dirumuskan meliputi :

  • Wawasan kebangsaan,
  • Pendidikan tinggi di Indonesia,
  • Kegiatan akademik di perguruan tinggi,
  • Pengenalan nilai budaya, tata krama dan etika keillmuan,
  • Organisasi dan kegiatan kemahasiswaan,
  • Layanan mahasiswa, dan
  • Persiapan penyesuaian diri di perguruan tinggi

Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 38 tahun 2000, dinyatakan bahwasanya pengenalan terhadap program studi dan program Pendidikan di perguruan tinggi (Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik dan Akademi) di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional hanya boleh dilaksanakan dalam rangka kegiatan akademik oleh pimpinan perguruan tinggi.

Dengan kata lain, seluruh kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan akademis di-ilegalkan. Meskipun sudah terdapat beberapa regulasi yang mencegah adanya bullying dalam Ospek, tidak dapat dipungkiri masih banyak tindak bullying pada praktiknya di lapangan saat Ospek berlangsung.

Sejak tahun 1995 kasus Ospek mulai merambah ke media publik karena banyaknya korban berjatuhan. Belakangan ini terjadi di salah satu Universitas di Manado yang melaksanakan OSPEK secara tak senonoh.

Terbukti dengan beredarnya video yang mempertontonkan para mahasiswa baru yang terdiri dari laki-laki sedang terlentang di tanah dan kepala mereka bertumpu sambil menggosokan pada bagian paha mahasiswa lainnya.

Menurut keterangan lain, mereka bukan hanya menggosokan kepala ke bagian paha, tapi mereka melakukannya ke bagian kemaluan juga. Hal ini menuai banyak kritikan dari publik karena kasus tersebut merupakan tindakan asusila.

Berdasarkan keterangan di atas, menurut penulis setidaknya ada tiga hal yang harus dihapus dari Ospek:

Berhenti mendidik seseorang untuk menaruh rasa hormat pada orang lain

Berhenti mengajarkan seseorang untuk menghormati orang lain, apalagi untuk mengajarkan seseorang menaruh respect pada setiap orang. Jika kita melihat oxford dictionary atau merriam-webster, kita bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan respect. Respect adalah perasaan mengagumi seseorang karena karakteristik atau achievement yang mereka miliki.

Hal ini sangat sesuai dengan apa yang difatwakan oleh Jordan Bernt Peterson seorang psikolog dari kanada dalam salah satu lecturenya yang menyatakan bahwasanya sangat keliru apabila kita memberikan rasa hormat kepada semua orang, hanya karena kita mengatakan peradaban manusia akan bergerak menuju arah yang lebih baik jika kita menghormati satu sama lain.

Peradaban manusia sejatinya akan maju dan akan tetap maju jika kita menghormati orang yang pantas di hormati. Kalian tidak menghormati secara random, apa gunanya hormat jika kita menghormati seseorang secara random? Ini seperti nilai mata uang yang tidak berarti ketika uang terlalu banyak yang beredar (inflasi).

Menghormati semua orang hanya membuat kehormatan menjadi tidak bernilai. Rasa hormat seharusnya hanya terbatas untuk beberapa kategori orang yang pantas dihormati (karena sifat, pencapaian,perbuatan, dll).

Jadi apa yang dimaksud dalam ruang wacana akademik kita sebenarnya adalah sopan santun diantara orang-orang, dan itu bukanlah rasa hormat. Penggunaan definisi disana amatlah penting. Respect is earned not given. 

Berhenti untuk mengubah kepribadian atau sifat mahasiswa baru

Di hampir semua universitas yang melaksanakan Ospek, khususnya di Indonesia terdapat KOMDIS (Komisi Disiplin) atau setara dengan divisi keamanan dan ketertiban- (baca : jika di kampus penulis) yang bertujuan untuk mendisiplinkan mahasiswa baru dan mengajarkan nilai-nilai atau karakter maupun kepribadian yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa baru. Hal yang dilaksanakan oleh KOMDIS tersebut amatlah naif dan omong kosong.

Berdasarkan observasi yang dilaksanakan oleh psikolog dari University of Illinois, Amerika Serikat- Nathan W. Hudson, Brent W. Roberts, mereka menemukan banyak orang-orang yang ingin mengubah kepribadian ataupun karakteristik dari diri mereka sendiri.

Akan tetapi dalam observasi tersebut mereka juga menyadari bahwa meskipun mereka menyediakan psikolog ataupun ahli dibidangnya yang membimbing para participant untuk mengubah karakteristik atau kepribadian dari dirinya, mereka menyatakan bahwasanya tidaklah cukup melihat perubahan signifikan dari kepribadian atau karakteristik seseorang dengan waktu yang sangat singkat yaitu 16 minggu atau empat bulan.

Maka dari itu sangatlah naif apabila kita mempercayakan para senior kampus (kaka tingkat) yang tidak memiliki keahlian dibidang psikologi untuk mengubah kepribadian atau sifat dari juniornya dalam waktu dua hingga empat hari. Be intteligent person guys..

Berhenti menjadikan kegiatan Ospek yang wajib diikuti mahasiswa baru

Di banyak kampus, Ospek menjadi syarat mutlak apabila kamu ingin aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, apalagi dengan digadangkan bahwa salah satu syarat kelulusan atau wisuda harus memiliki sertifikat Ospek yang menurut penulis ini adalah suatu tindakan yang absurd karena tidak sesuai dengan dunia akademis itu sendiri.

Di mana setiap mahasiswa dan setiap sivitas seharusnya dinilai berdasarkan kemampuan, ESQ ataupun tindakan yang pernah ia lakukan, bukan berdasarkan Ospek. Selain itu, menjadikan Ospek suatu hal yang wajib tidak mengajarkan rasa tanggung jawab pada mahasiswa, karena seharusnya setiap mahasiswa mempertanggung jawabkan atas apa yang ia laksanakan berdasarkan dirinya sendiri bukan karena paksaan.

Ini menjadi alesan kegiatan Ospek di luar negeri bukan suatu hal yang wajib. So, buat kalian yang kini menjadi panitia Ospek maupun calon mahasiswa yang akan mengikuti Ospek, jangan jadikan kegiatan Ospek melestarikan budaya feodal, menumbuhkan sikap aristokrat daripada sikap demokrat. Kalau bisa kegiatan Ospek ini dihapuskan sajalah yaa dari sistem Pendidikan Indonesia, ada yang setuju?

Anjas Munjazi
Anjas Munjazi
Studying Communication Science at State Islamic University Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.