Sebagai negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam konstelasi politik internasional. Negara yang notabenennya tidak terletak di wilayah yang terkenal akan kemuslimannya, yaitu jazirah arab, ini merupakan kunci untuk memahami sebuah konsep Islam yang universal.
Hidup di dalam sebuah keberagaman di dalam negara dengan mayoritas Muslim merupakan sebuah kelebihan yang di anugerahkan oleh Tuhan kepada para penduduk di Indonesia, walaupun akhir akhir ini mulai bermunculan kontravensi sektarian di dalam masyarakatnnya. Kontravensi sektarian yang pemicunya berasal dari luar wilayah kedaulatan Indonesia seperti salah satunya adalah konflik Suriah.
Konflik suriah sudah terjadi sejak tahun 2011. Berawal dari demonstrasi besar besaran di beberapa kota di Suriah, konflik yang pada awalnya mengenai demokrasi dan kebebasan ini berubah menjadi konflik sektarian yang sangat berdarah.
Konflik ini merupakan sebuah konflik diantara bertahannya Bashar Al Assad, atau tidak. Kontestan konflik ini tidak hitam dan putih, tidak dua faksi saja, namun diantara banyak faksi dan kekuatan yang masing masing mendapatkan dukungan dari negara lain, termasuk pemerintahan baathis Bashar Al Assad yang mendapatkan dukungan dari Russia dan Iran.
Menjadi sebuah tragedi kemanusiaan, muncul berbagai macam bentuk opini terhadap konflik ini. Opini-opini yang berdasar dari media media internasional yang notabene berasal dari negara negara barat.
Dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat di Indonesia kurang mengetahui posisi resmi pemerintahan Indonesia terhadap konflik di Suriah. Maka oleh sebab itu penting bagi kita untuk mengetahui secara jelas posisi pemerintah Indonesia terhadap konflik Suriah.
Pada bulan April, tiga perwakilan dari negara barat meminta Indonesia untuk membuat kecaman terhadap sebuah alegasi serangan senjata kimia di Suriah yang di lakukan oleh Bashar Al Assad. T
iga negara tersebut adalah Amerika Serikat, Prancis, dan Britania Raya. Dengan jawaban yang jelas, Menlu Retno Marsudi mengatakan bahwa “Indonesia menegaskan pentingnya hukum internasional, lebih spesifiknya mengikuti piagam PBB mengenai keamanan dan perdamaian internasional, bagi seluruh faksi”. Beliau juga menegaskan bahwa “Indonesia mengutuk setiap pihak yang terlibat dalam penggunaan senjata kimia di Suriah.
Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia mengatakan bahwasanya posisi pemerintah Indonesia sudah jelas terhadap konflik Indonesia yang di refleksikan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Konsep bebas memiliki makna bahwa pemerintah Indonesia tidaklah berpihak kepada pihak manapun di dalam sebuah konflik atau permasalahan yang tidak ada urusannya dengan pemerintahan Indonesia, sedangkan makna aktif berarti Indonesia memiliki komitmen untuk terlibat aktif terhadap perdamaian dunia, seperti yang dicantumkan di dalam konstitusi Indonesia yaitu “…. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ….”.
Kenyataan memperlihatkan bahwa Indonesia tetap mempertahankan kedutaan besarnnya terhadap Republik Arab Suriah di Damaskus, namun di sisi lain Indonesia mempertegas posisinya bahwa Indonesia mengecam semua pihak, baik pemerintah Bashar Al Assad, maupun faksi faksi lain yang di dukung semua negara yang terlibat dalam perang suriah, bilamana pihak itu terlibat dalam pelanggaran hukum internasional.
Indonesia melihat bahwa konflik di suriah sebagai problematika humanitarian. Fokus Indonesia berada dalam ruang lingkup kemanusiaan yang terjadi di Suriah, maka oleh sebab itu Indonesia percaya bahwa rekonsiliasi merupakan cara yang terbaik bagi konflik di Suriah.
Namun menurut salah satu analis perang suriah, Marwan Bishara, rekonsiliasi bukanlah cara yang akan terjadi dalam konflik di Suriah karena pada dasaranya pihak yang sekarang menguasai kondisi yang menguntungkan, yaitu Pemerintah dan Sekutunya, memiliki satu objektif utama.
Objektif tersebut adalah untuk menang di semua front secara totalitasi. Prinsip yang digunakan oleh Russia, yang merupakan sekutu utama dari Suriah, adalah mengedepankan penyelesaian dengan konfrontasi militer, sedangkan penyelesaian politik dan humanitarian merupakan objektif kedua dan ketiga.
Posisi Russia dan pemerintah Bashar Al Assad sedang dalam posisi yang menguntungkan, karena mereka hampir menguasai seluruh wilayah suriah dari tangan pemberontak dan kelompok kelompok terroris.
Disini posisi Indonesia dapat dikatakan sangat menguntungkan, Indonesia tetap berusaha untuk membuka jalur diplomatik dengan pemerintah Bashar Al Assad, dan tidak mendukung pemberontak atau organisasi organisasi oposisi yang ada di Suriah.
Yang menyebabkan Indonesia beruntung karena disaat banyak negara memutuskan jalur diplomatik di Suriah, Indonesia tetap menjaga perannya sebagai negara yang netral. Komitmen Indonesia sebagai negara yang memiliki konsep politik luar negeri bebas aktif adalah kunci dari kredibilitas Indonesia di mata dunia Internasional.
Sudah jelas bahwa posisi Indonesia di Suriah adalah netral, tidak berpihak. Indonesia juga menekankan pentingnya rekonsiliasi. Selain itu Indonesia mengecam segala pihak yang menggunakan senjata kimia dan melanggar perjanjian internasional.
Indonesia ikut menekankan bahwa krisis humanitarian di Suriah perlu di utamakan daripada konflik sektarian atau Power Struggle. Namun dengan posisi Indonesia yang sangat idealis, akan ada banyak tantangan berupa tekanan dari beberapa negara yang berperan di dalam konflik Suriah kepada Indonesia. Mengapa?
Karena posisi Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia adalah kunci legitimasi strategis moral bagi negara negara yang memiliki keterkaitan di alam konflik Suriah.