Pikiran selalu mengundang perdebatan dalam pikiran saya, maupun ketika dibicarakan dengan teman-teman saya. Pikiran itu merupakan sesuatu yang semimistik, pasalnya pikiran ini tidak bisa kita lihat fisiknya secara langsung. Pikiran hanya bisa di imajinasikan, itulah kenapa saya mengatakan bahwa pikiran itu adalah sesuatu yang semimistik.
Berbicara tentang sebuah pikiran, kita tidak bisa menafikkan fungsi otak sebagai sarana yang digunakan dalam proses berpikir itu sendiri. Tanpa otak, segala sesuatu yang berkaitan dengan pikiran sendiri tidak aka ada fungsinya.
Jadi, sebelum kita terlebih jauh masuk dalam pembicaraan tentang pikiran. Supaya kita bisa dengan mudah memahami sebuah pikiran, kita perlu berangkat dari awal bagaimana proses berpikir itu bisa terjadi.
Pada dasarnya, manusia merupakan salah satu jenis hewan yang hidup di bumi ini. Jika dilihat secara umum, kita bisa menemukan persamaan antara hewan yang disebut manusia ini dengan kebanyakan hewan lainya.
Mulai dari bagian atas sampai bagian paling bawah ataupun yang Nampak maupun tidak Nampak, semuanya hampir sama. Misalnya yang paling menonjol adalah mata, hidung, mulut, tangan, kaki, dan lain sebagainya termasuk otak yang sedang kita bicarakan ini sebagai sarana untuk proses berpikir manusia.
Kalaupun hewan yang disebut manusia ini dengan hewan pada umumnya sama-sama dalam segala hal, kenapa manusia mengalami perkembangan peradaban, sementara hewan lainya tetap seperti itu sejak dulu? Ini pertanyaan yang akan membawa kita untuk semakin mendekati ke tujuan awal tulisan ini, yaitu pikiran.
Sering saya dengar pernyataan yang mengatakan bahwa otak manusia memiliki volume yang besar, itulah kenapa ia dengan mudah mengguakan otak itu untuk berpikir. Saya kira kalau volume otak yang kita jadikan acuan ataupun tolak ukur yang membedakan manusia dan hewan dalam proses penggunaan otak, tentu masih banyak hewan-hewan lainya yang saya kira memiliki volume otak lebih besar dari manusia.
Beberapa ilmuan mengatakan bahwa antara otak manusia dan otak kebanyakan hewan lainya mengalami perbedaan neuron yang sangat signifikan. Hal tersebut mempengaruhi respon otak dalam melihat segala hal. Manusia memanfaatkan panca indera dan otaknya untuk berpikir menganalisis dan menemukan hal yang baru, sementara kebanyakan hewan lainya berpikiran lebih baik hidup untuk makan dan bergerak mengikuti naluri dan memanfaatkan panca indera.
Manusia memiliki cara pandang, bahwa kehidupan tidak saja untuk makan dan menunggu mati. Itulah kenapa manusia dari awal dia hadir, ia berusaha keras untuk memanfaatkan otaknya untuk menemukan hal yang baru, dan itu berjalan sampai dengan sekarang. sementara hewan, mereka sejak dahulu, masih dengan anggapan mereka bahwa hidup untuk makan dan menunggu mati, bagi mereka yang paling esensial dari kehidupan adalah makan, jadi mereka tidak perlu melakukan hal lainya seperti berpikir.
Semakin lama pikiran manusia semakin kritis dalam melihat berbagai hal. Kemampuan berpikirnya betul-betul telah merombak zaman yang kering ilmu pengetahuan dengan begitu cepat berubah menjadi zaman yang serba canggih.
Manusia semakin gesit bersaing dan menunjukkan kemampuan berpikirnya dalam menciptakan teknologi-teknologi yang terbarukan. Manusia menjadi lebih aktif, sayangnya kejayaan kemampuan berpikir manusia ini menjadikan manusia lupa tentang asal usulnya. Bahwa ada suatu entitas besar yang telah menciptakan pikiran yang di milikinya saat ini.
Inilah kesalahan besar umat manusia, dan mungkin sudah sifat lahiriyahnya bahwa ia selalu ingin terlihat hebat di mata manusia lainya. Bahkan untuk itu, mereka berani melawan Tuhan dengan keegoannya. “Aku berpikir maka aku ada, dan Tuhan hanya sebuah entitas abstrak yang hanya mencipta dan megamati apa yang Dia cipta” mungkin inilah dalil mereka.