Kamis, April 25, 2024

Perspektif Masyarakat terhadap Sarjana Hukum

Adi Fauzanto
Adi Fauzanto
Pusat Studi Sosial Demokrasi dan Anti Korupsi

“Eh.. Lu kan anak Hukum hafal dong undang-undang ini..”.

Perkataan yang selalu menyasar kepada sarjana hukum. Perspektif yang tumbuh dimasyarakat adalah sarjana hukum berkaitan langsung dengan undang-undang. Padahal tidak selalu sarjana hukum menggeluti undang-undang, dalam bahasa lainya disebut aliran legisme.

Legisme merupakan paham yang berkembang dalam positivisme hukum. Secara sederhana, legisme memandang bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang yang dibentuk oleh penguasa. (Theo 2012:128)

Jika berbicara aliran, dipastikan terdapat tesa-anti tesa. Sociolegal atau Sociological Jurispudence  merupakan perbedaan yang mencolok dari legisme, dimana memandang pendekatan hukum ke masyarakat. (Laot 2013:68)

Cara pandang ini, diperdebatkan hingga saat ini. Contoh, beberapa universitas di Indonesia memiliki karakteristik condong terhadap salah satu aliran.

Jika menarik lebih umum lagi, terdapat satu teori tujuan hukum menurut Gustav Radbruch, yaitu Keadilan, Kepastian Hukum, Kebermanfaatan. Sering kali ketiga unsur tersebut bertabrakan dalam membentuk suatu produk hukum.

Contoh, peraturan KPU tentang mantan narapidana korupsi dilarang menjadi anggota legislatif.  Secara kepastian hukum, bertentangan dengan undang-undang Pemilu, namun dalam unsur kebermanfaatan untuk masyarakat tentunya sangat dibutuhkan peraturan tersebut.

Berbicara Kebermanfaatan, madzhab ini merujuk kepada Jeremy Bentham yang mengemukakan bahwa tujuan hukum yakni the greatest hapiness of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyak orang) (Teguh 2012:111-112)

Lalu dengan apa itu Keadilan? “Adil menurut A, belum tentu menurut B”. Mari kita bedah dengan Teori Aristoteles yang menekankan pada perimbangan atau proporsi. Hal tersebut dapat dilihat dari apa yang dilakukannya bahwa kesamaan hak itu haruslah sama diantara orang-orang yang sama. (Rapar 2019:82)

Aristoteles juga membagi dua konsep keadilan, yaitu distributif dan komutatif. Sederhananya, distributif ialah setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya (proporsional), dan komutatif ialah penentuan hak diantara beberapa orang yang setara.

Kembali lagi kepada perspektif masyarakat terhadap sarjana hukum.

“Hukum tajam kebawah, tumpul keatas”. Kata-kata ini juga yang sering terdengar untuk orang hukum. 

Hal tersebut muncul karena ketidakpuasan masyarakyat terhadap penegakan hukum.

Mari kita bedah penegakan hukum. Menurut Lawrence M. Friedman seorang ahli sosiologi hukum (1977), berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung kepada subtansi hukum, struktur hukum, budaya hukum.

Pertama, subtansi hukum berkaitan dengan produk hukum. Sederhananya penegakan hukum bisa baik apabila undang-undang atau putusan-putusan itu baik pula. Tentunya undang-undang atau putusan-putusan dikeluarkan oleh yang berwenang.

Kedua, struktur hukum berkaitan dengan penegak hukum. Sederhananya penegakan hukum bisa baik apabila penegak hukum seperti kepolisian, jaksa, hakim itu baik pula. Tentunya penegak hukum berkaitan dengan organisasi tersebut.

Ketiga, budaya hukum berkaitan dengan kesadaran hukum dimasyarakat. Sederhananya jika masyarakatnya sadar terhadap hukum, maka akan baik pula. Tentunya budaya hukum harus tumbuh disetiap lapisan masyarakat, termasuk pihak yang berwenang atau penguasa.

Ketiga unsur tersebut harus saling berkesinambungan untuk menciptakan penegakan hukum yang baik. Tentunya menjawab pertanyaan masyarakat akan “tajam ke bawah, tumpul keatas”.

Selain dua ucapan masyarakat terhadap sarjana hukum, terdapat sesuatu yang perlu diketahui oleh masyarakat yaitu Politik Hukum.

Sederhananya, Politik Hukum merupakan suatu cita untuk membentuk produk hukum yang ditunjukan untuk masyarakat dan negara.

Menurut Satjipto Rahardjo (2000:35) suatu aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.

Masyarakat menjadi objek sasaran utama dalam politik hukum. Tetapi tidak hanya masyarakat, tergantung kepada pemerintahan sebagai pembuat kebijakan, praktisi/akademisi hukum sebagai pembuat teori, perkembangan hukum nasional dan internasional. (Sunarti 1991:23)

Mengutip buku Mahfud MD (2009:9), politik hukum memberikan landasan terhadap proses pembentukan hukum yang lebih sesuai, situasi dan kondisi, kultur serta nilai yang berkembang di masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri.

Lalu apa hubungan Masyarakat dan Hukum? “Ubi societas ibi ius” perkataan yang dikeluarkan Cicero pada tahun 1600-an. Bermakna “dimana ada masyarakat, disitu ada hukum”. Teori ini mengungkapkan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.

Pada intinya masyarakat-lah yang menjadi fokus utama dalam perkembangan hukum, baik meninjau Tujuan Hukum, selanjutnya Penegakan Hukum, yang terkahir Politik Hukum.

Adi Fauzanto
Adi Fauzanto
Pusat Studi Sosial Demokrasi dan Anti Korupsi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.