Sabtu, April 27, 2024

Perspektif Humanisme, Meneladani Gus Dur di Era Pandemi

dityarismawan
dityarismawan
Mahasiswa S2 Pendidikan Sejarah, Universitas Sebelas Maret,

Pandemi Covid-19 yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) telah membuat semua negara di dunia merasakan dampak yang sangat besar hampir seluruh sendi kehidupan di dunia ini terdaampak.

Efek domino yang terjadi dalam pandemi ini membuat aktivitas masyarakat menjadi berkurang hal itu juga berdampak kepada negara Indonesia, dalam hal ini Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara dengan kasus terbesar virus Covid-19 yang itu berdampak dengan adanya kebijakan yang dibuat pemerintahan pusat tentang adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), akibat dari penerapan kebijakan tersebut seluruh aktivitas masyarakat berkaitan dengan sisi ekonomi menjadi sangat terhambat bahkan terhenti.

Selama masa Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia, kita di perlihatkan bagaimana perdebatan dilingkungan elite nasional dalam hal ini penerapan kebijakan mengenai Pandemi Covid-19, kurangnya sinergiritas antara Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau pun Kota, membuat berbagai kebijakan pemerintah terkesan kurang efektif bagi sebagian masyarakat.

Masyarakat menjadi cemas di tengah promblematika sulit nya ekonomi, bantuan sosial dari pemerintah yang telat turun, ditambah dengan kebijakan mengenai “pembebasan narapidana” membuat terciptanya ruang kejahatan kembali karena sulitnya ekonomi yang terjadi di masyarakat sekarang.

Dalam struktur masyarakat Indonesia pada saat ini muncul sebuah fenomena dimana disfungsi sosial masyarakat terjadi akibat dari panic buying dalam memahami pandemi virus covid-19.

Kegagalan menjalankan fungsi sosial diakibatkan adanya sebuah ruang kecemasan dan ketakutkan akan bahaya dari virus Covid-19, hal ini berdampak dimana masyarakat menjadi saling curiga antar individu dan terhadap warga luar terutama yang terdapat di perantauan yang memutuskan untuk pulang kampung/mudik ketempat asal karena terbatas nya penghasilan di perantauan.

Ketakutan masyarakat disebabkan adanya kegagalan dalam menerima informasi secara rinci mengenai perpektif penanganan Covid-19, hal itu berdampak kepada sisi kemanusian seorang individu masyarakat memandang suatu peristiwa yang terjadi.

Dalam hal ini kita menyaksikan narasi yang terjadi di sosial media dan berita elektronik dikoran atau pun televisi adanya stigma negatif masyarakat terhadap berbagai kasus yang terjadi mulai dari penolakan terhadap para tenaga medis dilingkungan masyarakat tempat mereka tinggal karena “diduga” dapat menularkan virus Covid-19, penolakam jenazah yang diduga atau positif terpapar covid-19, dan adanya pengucilan dari sebagian masyarakat dalam bentuk sanksi sosial terhadap korban dan keluarga korban yang terkena Covid-19 .

Ketika memudarnya nalar berpikir mengenai kemanusian di sebagian lingkungan masyarakat. Negara ini sejatinya merindukan salah satu sosok pemimpin dengan berbagai pemikiran dan juga nilai-nilai di masyarakat yang seharusnya nilai tersebut masih bisa di pertahankan sampai sekarang, sosok ini adalah K.H Abddurahman Wahid atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur (Presiden Republik Indonesia ke 4) yang meninggalkan warisan yang luar biasa bagi negara ini. Salah satu pokok pemikiran beliau adalah mengenai perpektif humanisme.

Lantas bagaimana Humanisme seorang gus dur jika dikaitkan dalam memandang pandemi virus covid-19? Humanisme sendiri adalah sebuah pemikiran filsafat yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia serta menjadikan sebagai kriteria dalam segala hal. Humanisme dianoligkan sebagai doktrin beretika yang memiliki cakupan luas hingga mencapai selurus etnistitas manusia. Humanisme bisa dikatakan sebagai konsep berpikir secara kritis dengan mengunakan perasaan empati dan simpati terhadap seorang individu tanpa membedakan ras, etnis, agama dsb.

Gus Dur telah meninggalkan berbagai warisan bagi negara ini, melalui produk-produk pemikiran beliau telah lahir sebuah nilai yang seharusnya masih bisa dipertahankan di era modernitas ini. Banyak pemikiran beliau yang seharusnya bisa dijadikan pondasi dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi banyak yang membenturkan pemikiran beliau dengan kepentingan politik pribadi.

Gus Dur adalah seorang yang sangat sederhana dan juga humanis, sebagaimana beliau saat menjadi Presiden Republik Indonesia ke 4 beliau memberikan sebuah penghargaan atas kehendak masyakarat Papua yang pada saat itu tengah berjolak menuntut refrendrum dari Indonesia.

Gus Dur mencoba membuka dialog dengan para tokoh masyarakat Papua mendengar aspirasi yang menginginkan nama Irian Jaya diganti dengan nama Papua, karena bagi masyarakat Papua nama Papua adalah sebuah kebangsaan bagi seluruh masyarakat disana. Gus Dur pun mendengar dan memperbolehkan menganti nama Irian Jaya menjadi Papua.

Selain itu Gus Dur pun juga mengangkat harkat dan martabat etnis Tionghoa dengan melegalkan agama Konghucu, karena kita tau di era sebelum Gus Dur, etnis Tionghoa mengalami diskriminasi yang sangat luar biasa oleh masyarakat pada jaman tersebut. Semua yang dilakukan oleh Gus Dur demi atas nama kemanusian.

Di atas politik masih ada yang harus dijunjung tinggi yaitu adalah kemanusian (humanisme) yang harus dijunjung tinggi diatas segala-galanya. Gus Dur mengajarkan kita semua bahwa semua manusia itu sama dimata Tuhan tidak peduli apapun etnis, ras, kulit, dan agama yang perlu kita lakukan adalah selalu berbuat baik kepada sesama manusia.

Ketika Pandemi Covid-19 yang terjadi kita kaitkan dengan perpektif Humanisme seorang Gus Dur maka akan timbul berbagai paradigma berbeda bagi setiap individu, tetapi ada satu hal ketita kita memandang perpektif Humanisme dengan Pandemi Covid-19 bahwa sejatinya harus tercipta harmonisasi antara Pemerintah dan juga masyarakat dalam bidang kehidupan.

Pemerintah harus menjamin seutuhnya keselamatan rakyat Indonesia dengan bukti bahwa negara dapat hadir seutuhnya di Masyarakat bukan hanya segilintir masyarakat, dan bagi masyarakat sejatinya kita harus membuat satu perpektif dimana dalam kasus Pandemi Covid-19 yang harus kita lawan adalah virusnya bukan orangnya.

Ketika ada saudara kita yang membutuhkan bantuan, fungsi sosial kita harus kita gunakan, dengan berbagai cara seperti mengizinkan pemakaman jenazah yang diduga terpapar Covid-19 sesuai dengan Protokol Pemerintah, tidak membuat sanksi sosial terhadap keluarga korban Covid-19, dan tidak menolak para tenaga medis yang ingin kembali ke lingkungan tempat tinggal mereka.

Masyarakat sejatinya tidak perlu berlebihan menyikapi tentang Pandemi Covid-19, tidak perlu menutup gang dan jalan dilingkungan masyarakat karena itu bisa menghambat ekonomi sebagian individu yang masih mengantungkan hidup dengan berjualan (tukang sayur keliling, tukang buah keliling, atau kurir paket).

Kesadaran atas perpektif kemanusian harus terus ditingkatkan dalam situasi Pandemi Covid-19, karena sejatinya manusia adalah mahluk sosial yang mempunyai sifat empati dan simpati, selagi kita mempunyai kepribadian yang postivisme maka kita harus meyakini bahwa Pandemi Covid-19 akan segera berakhir.

dityarismawan
dityarismawan
Mahasiswa S2 Pendidikan Sejarah, Universitas Sebelas Maret,
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.