Senin, Desember 15, 2025

Perilaku Konsumtif Remaja di Era Digital

Revananda Deva Navarro
Revananda Deva Navarro
Mahasiswa Universitas Airlangga prodi perpajakan, hovi bermain game dan membaca buku
- Advertisement -

Perilaku konsumtif di kalangan remaja semakin menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Di era digital yang serba cepat dan penuh dengan informasi, remaja sering kali terdorong untuk membeli barang bukan karena kebutuhan, melainkan keinginan yang dipengaruhi tren dan media sosial. Fenomena ini terlihat dari semakin tingginya aktivitas belanja online, penggunaan produk bermerek, dan dorongan untuk selalu mengikuti gaya hidup yang sedang populer. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana lingkungan dan perkembangan teknologi membentuk pola konsumsi generasi muda saat ini.

 

Salah satu faktor utama yang mendorong perilaku konsumtif adalah kemudahan akses terhadap internet. Platform e-commerce menawarkan berbagai promo menarik seperti gratis ongkir, diskon besar, dan metode pembayaran yang fleksibel. Fitur-fitur ini membuat proses belanja menjadi mudah, cepat, dan sering kali impulsif. Belum lagi keberadaan fitur “checkout sekali klik” yang membuat pengguna semakin tergoda untuk membeli barang tanpa mempertimbangkan kebutuhan secara matang. Bagi remaja yang cenderung emosional dan mudah terpengaruh, hal ini bisa meningkatkan kebiasaan belanja berlebihan.

Selain pengaruh teknologi, media sosial juga memiliki peran besar dalam membentuk perilaku konsumtif remaja. Konten-konten yang menampilkan gaya hidup glamor atau barang-barang tertentu sering kali membuat remaja merasa harus memiliki hal serupa untuk merasa diterima. Influencer yang mempromosikan produk kecantikan, pakaian, ataupun barang elektronik dengan kualitas visual yang menarik semakin memperkuat dorongan untuk membeli. Akibatnya, remaja mudah menganggap bahwa membeli barang adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan diri dan status sosial.

 

Lingkungan pertemanan juga menjadi faktor yang tak kalah penting. Remaja umumnya ingin diterima oleh kelompok sosialnya. Ketika teman-temannya menggunakan suatu produk tertentu, mereka cenderung terdorong untuk ikut membeli agar tidak merasa tertinggal. Pola pikir seperti ini secara tidak langsung membentuk budaya konsumsi dalam lingkup pergaulan. Tidak jarang, seseorang membeli sesuatu bukan karena dirinya benar-benar menginginkan, melainkan agar tetap dianggap relevan oleh kelompoknya.

 

Sayangnya, perilaku konsumtif yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak negatif jangka panjang. Banyak remaja yang tidak memahami cara mengatur keuangan dengan baik, sehingga mudah terjebak dalam pengeluaran tidak terencana. Hal ini bisa menimbulkan kebiasaan buruk seperti meminjam uang, menggunakan metode paylater tanpa pertimbangan, atau bahkan mengorbankan kebutuhan penting demi memenuhi keinginan sesaat. Jika dibiarkan, perilaku seperti ini dapat menghambat perkembangan finansial mereka di masa depan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan edukasi mengenai literasi keuangan sejak usia dini. Remaja perlu diajarkan bagaimana membedakan kebutuhan dan keinginan, serta memahami pentingnya menabung dan mengelola uang. Lingkungan keluarga dan sekolah dapat berperan besar dalam memberikan pemahaman tersebut. Dengan bimbingan yang tepat, remaja dapat menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan finansial dan mengurangi kecenderungan konsumtif.

 

- Advertisement -

Peran orang tua dalam membentuk pola konsumsi juga terbukti berpengaruh besar. Penelitian Universitas Mercu Buana Yogyakarta menunjukkan bahwa konsep diri remaja memiliki kontribusi signifikan terhadap perilaku konsumtif—bahkan 10,3% variasi perilaku konsumtif dipengaruhi oleh persepsi diri. Hasil ini sejalan dengan riset di SMAS Arrahman Medan yang menyatakan bahwa mayoritas pelajar melakukan belanja online sebagai bentuk pemenuhan gaya hidup, bukan kebutuhan. Temuan ini memperlihatkan bahwa remaja cenderung menggunakan barang yang mereka beli sebagai alat untuk membangun citra diri, sehingga bimbingan orang tua dalam mengatur prioritas sangat dibutuhkan.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah lingkungan pendidikan. Berdasarkan penelitian di Kecamatan Genteng, literasi keuangan, kondisi ekonomi keluarga, serta tekanan teman sebaya merupakan variabel yang paling memengaruhi perilaku konsumtif generasi Z. Penelitian ini menunjukkan bahwa remaja cenderung membeli barang untuk menegaskan posisi sosial mereka dalam kelompok. Karena itu, sekolah perlu menyediakan program pendidikan finansial seperti workshop pengelolaan uang, simulasi belanja cerdas, dan kampanye anti-konsumerisme agar remaja dapat memahami nilai dari setiap keputusan finansial yang mereka ambil.

Pada akhirnya, perilaku konsumtif di kalangan remaja bukanlah hal yang muncul secara tiba-tiba, melainkan hasil dari pengaruh lingkungan, media, teknologi, dan kurangnya pemahaman tentang literasi keuangan. Dengan memberikan edukasi sejak dini, memperkuat peran keluarga, serta menghadirkan lingkungan sosial yang mendukung perilaku finansial yang sehat, generasi muda dapat berkembang menjadi individu yang bijak dalam berbelanja dan mampu mengatur keuangan dengan baik. Kesadaran ini menjadi penting agar mereka tidak hanya mengikuti tren semata, tetapi juga mampu membangun masa depan yang stabil dan terencana.

Revananda Deva Navarro
Revananda Deva Navarro
Mahasiswa Universitas Airlangga prodi perpajakan, hovi bermain game dan membaca buku
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.