Selasa, April 23, 2024

Perempuan, Tak Ada Surga Dibawah Kakiku Lagi

Ulfia ulfiasafitri
Ulfia ulfiasafitri
female, 23rd years old. from east java have interest on woman issues, politic, social cultures, and also religies

Indonesia, sebuah negeri besar dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah ruah. Sebuah negeri yang konon menjadi pusat perhatian dunia di jamannya. Hingga bumbu dapur yang sehari-hari digunakan bahan memasak pun bisa menimbulkan pertikaian hebat antar negara-negara di dunia. Negeri dengan sejuta semangat yang turut menyulut api kemerdekaan negara-negara tetangganya.

Inilah Indonesia, yang dahulu sempat menggaungkan dengan lantang kata kemerdekaan bagi segenap rakyat indonesia. Dengan segala bentuk daya upayanya berusaha menuntut kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa.

Tak ada yang membedakan laki-laki dan perempuan, dewasa ataupun anak-anak, serta tak memandang perbedaan ras, agama, dan golongan manapun, semuanya tetap memiliki hak yang sama. Hak untuk dimanusiakan sesama manusia.

Sebuah kontradiksi yang dengan nyata terpapar setiap kali kita melihat media massa Indonesia. Betapa banyak kasus kekerasan yang terjadi di negeri ini. Dan mirisnya data masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia FHUI tahun 2016 menyatakan bahwa 87% korbannya adalah perempuan.

Kaum yang justru dalam undang-undang seharusnya mendapat perlindungan lebih. Selaras dengan data yang dihimpun oleh Komisi Nasional Perempuan menyebutkan bahwa kekerasan yang dialami perempuan utamanya adalah berupa kekerasan seksual. Dimana dari tahun ke tahun angka kejadinnya tidak menunjukkan penurunan.

Tahun 2014 tercatat ada 4.475 kasus, tahun 2015 mencapai 6.499 kasus, dan tahun 2016 menjadi 5.785 kasus. Dan terdapat 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017.

Berbagai pemberitaan mengenai kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung sendiri sudah tidak terlalu mengejutkan publik lagi. Sebagaimana yang terjadi pada siswi SMA berusia 17 th di Lampung yang dicabuli oleh 3 orang terdekatnya yaitu ayah kandung, paman, dan tetangga yang merupakan teman dekat ayah korban.

Begitu juga dengan kejadian di kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara yang baru dilaporkan bulan november ini dimana korbannya adalah remaja berusia 15 tahun yang tengah hamil 4 bulan. Korban mengaku disetubuhi beberapa kali oleh ayah dan pamannya sejak tahun 2015 atau sejak ia masih berusia 12 th.

Dan karena mendapat ancaman, ia tak pernah melaporkannya pada siapapun hingga tetangga yang merasa curiga karena perutnya yang kian membuncit. Semakin miris ketika melihat kejadian serupa yang terjadi di Sambikerep, Surabaya dimana korbannya adalah siswi yang masih menduduki Sekolah Dasar. Dimana ia merupakan anak yatim piatu sehingga ia diasuh oleh pamannya. Namun naas, justru paman itulah yang mencabuli dan merenggut masa depannya.

Tidak hanya berhenti disana. Korban kekerasan seksual kerap kali harus menjadi korban kedua kalinya ketika tidak mendapatkan keadilan saat mereka berusaha melaporkan kejadian yang mereka alami.

Sebagaimana tengah maraknya hastag #saveAgni, marak juga pembicaraan mengenai kasus yang mengenai mahasiswi Universitas Gajah Mada ini dimana mengaku telah mengalami pelecehan seksual pada saat melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) oleh teman sekelompoknya di kabupaten Seram, Maluku periode Juli-Agustus 2017 lalu.

Korban mengadukan kejadian tersebut ke pihak universitas yang justru menurutnya berusaha menutup-nutupi kejadian tersebut dan tidak melaporkannya pada pihak berwenang.

Pihak kampus menganggap kasus ini telah selesai dengan menjalankan rekomendasi dari Tim Investigasi kampus berupa perbaikan nilai korban dari C menjadi A, ganti rugi uang kuliah, dan pemberian fasilitas konseling. Sementara pelaku hanya mendapatkan sanksi berupa tidak lulusnya program KKN namun bisa mengulang di periode mendatang.

Begitu juga kasus yang menimpa Baiq Nuril. Seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram yang merasa telah diperlakukan tidak senonoh oleh Kepala Sekolah ditempatnya bekerja. Ia mengaku beberapa kali dihubungi oleh pelaku yang kerap membicarakan hal-hal yang tidak sepantasnya.

Hingga suatu ketika Nuril merekam pembicaraan bernada asusila tersebut. Percakapan yang telah lama disimpannya itu tanpa sepengetahuan Baiq menyebar ke publik karena salah satu temannya menyalin rekaman tersebut.

Kejadian tersebut membuat sang pelaku geram dan memberhentikannya sebagai tenaga honorer. Tak hanya sampai disana, ia pun melaporkan Baiq ke polisi terkait UU ITE pada 2016. Meskipun Pengadilan Negeri Mataram membebaskannya dari vonis tersebut, namun Baiq yang sejatinya sebagai korban justru harus menelan pil pahit dimana Mahkamah Agung justru mengabulkan kasasi Kejaksaan Tinggi NTB dengan vonis 6 bulan penjara dan denda sebanyak 500 juta rupiah.

Di sinilah kita harus sama-sama mengevaluasi titik lemah dari hukum yang tengah diberlakukan di negeri ini. Dalam buku yang berjudul “Perempuan Indonesia dalam Masyarakat yang Tengah Berubah” menyebutkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia hanya mengenal istilah Pencabulan. Sedangkan Pelecehan Seksual? Sama sekali tak tersebut didalamnya.

Padahal dua kata ini memiliki makna yang sangat berbeda. Pencabulan sendiri berarti perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan lain yang keji dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya berciuman, meraba-raba organ anggota kemaluan, buah dada, dan sebagainya.

Sedangkan Pelecehan Seksual memiliki arti lebih luas yaitu adanya ketidaknyamanan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Termasuk didalamnya adalah sentuhan ke anggota tubuh selain organ kemaluan, siulan, kata-kata dan komentar yang tidak dikehendaki.

Kealpaan istilah pelecehan seksual inilah yang menjadikan banyak pelaku terbebas dari hukuman karena Undang-Undang yang berlaku saat ini hanya UU KDRT (kekerasan dalam Rumah Tangga) dan UU Perlindungan Anak.

Dari beragam fakta sosial inilah, penulis berpendapat Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang sejak tahun 2014 hanya menjadi perbincangan tak berujung sudah saatnya untuk segera disahkan.

Dalam RUU tersebut, terdapat perluasan arti dari kekerasan seksual yang tidak hanya berupa fisik atau hubungan badan. Setidaknya ada 9 jenis kejahatan yang termasuk kekerasan seksual, antara lain pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pembudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Dengan disahkannya Undang-undang tersebut, diharapkan mampu menghapuskan diskriminasi sosial terhadap perempuan. Kesetaraan memang bukan berarti sama rata. Namun bukan pula berarti berhak merasa tinggi dan berhak merendahkan.

Ulfia ulfiasafitri
Ulfia ulfiasafitri
female, 23rd years old. from east java have interest on woman issues, politic, social cultures, and also religies
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.