Jumat, April 19, 2024

Peran Civil Society dalam Perang Melawan Wabah

Dody Wijaya
Dody Wijaya
Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia. Pegiat Pemilu yang suka menulis essay sosial politik

Perkembangan wabah korona semakin mengkhawatirkan. Epidemiologi Pandu Riono menyebut puncak kasus Covid-19 di Indonesia baru mencapai puncak pada awal semester pertama hingga pertengahan tahun 2021. Artinya, perang melawan wabah corona masih akan berlangsung panjang dan melelahkan.

Problem penanganan wabah ini disinyalir terkait dengan kemunduran demokrasi di Indonesia. Marcus Mietzner dalam kajiannya tentang penanganan pandemi di Indonesia menyimpulkan, penanganan pandemi di Indonesia lebih buruk dibandingkan negara demokratis lain yang lebih miskin. Hal ini dinilai hasil dari proses penurunan demokrasi dalam dekade terakhir (Kompas, 03/9/2020).

Peran Civil Society 

Saat ini demokrasi Indonesia mengalami regresi. Dua ahli terkemuka politik Indonesia: Aspinall dan Mietzner menyatakan demokrasi Indonesia kini berada pada titik terendah dalam 20 tahun (The Jakarta Post, 21/9/2019). Institusi politik formal terlihat gamang dalam menangani pandemi. Hal ini berimplikasi pada merosotnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Banyak masyarakat yang tidak mau tahu lagi dengan berbagai kebijakan pemerintah menangani wabah.

Namun pada sisi lain, secara sosiologis dan historis, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi keagamaan masih cukup besar. Karena itu, kita berharap peran civil society, utamanya ormas keagamaan dan tokoh agama.

Ormas keagamaan memainkan peran besar dalam penguatan demokrasi di Indonesia. Advokasi kebijakan publik misalnya terhadap Program Organisasi Penggerak dari Kementerian Pendidikan dan RUU Cipta Lapangan Kerja yang dipandang tidak tepat oleh ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah cukup efektif untuk diikuti masyarakat dan pemerintah.

Antivirus yang paling efektif saat ini adalah disiplin pada protokol kesehatan. Pemerintah nampaknya terengah-engah mendisiplinkan masyarakat untuk mentaati protokol. Penggunaan influencer maupun jubir yang menarik dan konferensi pers setiap hari nyatanya tidak banyak diikuti masyarakat di lapangan.

Disinilah peran Ormas khususnya berbasis agama seperti Nadlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Dewan Masjid Indonesia (DMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), organisasi berbasis gereja dan semacamnya sangat strategis. Kepatuhan masyarakat terhadap seruan dan instruksi tokoh dan organisasi keagamaan bisa jadi lebih efektif daripada seruan institusi formal yang sedang merosot tingkat kepercayaannya.

Organisasi kemasyarakatan berbasis agama akan lebih efektif bekerjasama dengan organisasi profesi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk seruan bersama, kampanye protokol kesehatan maupun gerakan sosial bersama untuk mengatasi dampak krisis ekonomi akibat pandemi.

Tempat Ibadah sebagai Basis Perlawanan terhadap Wabah 

Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk tetap mengizinkan operasional rumah ibadah di kampung dan di komplek selama PSBB bisa menjadi sarana yang efektif untuk perlawanan terhadap wabah korona. Aktivitas rutin mengumpulkan umat yang biasa dilakukan masjid dan gereja, bisa dijadikan basis perlawanan wabah korona.

Momentum ibadah rutin seperti sholat jumat atau “sekolah minggu” dapat dijadikan sarana untuk sosialisasi dan kampanye protokol kesehatan 3M. Pesan kampanye itu akan lebih kuat, efektif, dan masif jika disusun dalam bentuk silabus bersama. Organisasi keagamaan dan organisasi profesi kesehatan dapat bekerjasama membuat silabus materi “dakwah” perlawanan terhadap korona agar ada kesatuan dan kebaruan materi.

Mengingat perang melawan corona ini adalah perang yang panjang diperkirakan sampai tahun depan. NU, Muhammadiyah, MUI, DMI, maupun PGI dan PWI bersama IDI dan PPNI dapat menyusun silabus materi sosialisasi protokol kesehatan yang bisa disampaikan setiap pekan. Kreativitas penyampaian pesan baik lewat infografis maupun video bisa menambah efektivitas penyampaian pesan. Jika satu pesan tiap minggu, selama tiga bulan ke depan akan ada 12 pesan terkait kampanye protokol kesehatan di akar rumput yang menyasar semua lapis masyarakat.

Para penyampai pesan juga diharapkan dilakukan oleh tokoh agama atau ahli kesehatan yang dipandang mampu menyampaikan pesan protokol kesehatan dengan baik dan memiliki pengaruh di masyarakat.

Fungsi rumah ibadah seyogyanya tidak hanya untuk ibadah ritual semata. Namun juga dapat dijadikan sarana untuk menyelanggarakan ibadah yang bersifat sosial. Rumah ibadah dapat dijadikan basis bantuan sosial baik dari pemerintah, kesukarelawanan masyarakat maupun dari organisasi kemasyarakatan.

***

Pandemi Covid-19 adalah momentum penguatan masyarakat sipil sebagai instrumen penguatan demokrasi. Oleh karena itu, sudah saatnya ormas keagamaan dan organisasi profesi kesehatan bersama-sama tampil sebagai garda depan penanganan wabah, ditengah kemunduran demokrasi Indonesia.

Dody Wijaya
Dody Wijaya
Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia. Pegiat Pemilu yang suka menulis essay sosial politik
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.