Pentingnya Upah dan Hak Pekerja dalam Etika Bisnis Islam
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya yang ada dimuka bumi ini. Manusia mempunyai akal pikiran yang digunakan untuk berpikir sebelum melakukan atau mengerjakan sesuatu. Walaupun manusia sudah diberi akal pikiran yang baik oleh Allah, bukan berarti manusia mampu menjalankan hidupnya tanpa bantuan manusia lainnya, karena manusia adalah makhluk sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia bergantung dengan manusia yang lain untuk saling membantu, gotong royong maupun melakukan kegiatan lainnya.
Salah satu hubungan manusia dengan manusia lainnya contohnya yaitu seperti halnya hubungan seorang majikan dengan pekerjanya, pemilik perusahaan dengan karyawannya dan sebagainya. Tenaga kerja dan upahnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya selalu menjadi tema menarik untuk dikaji. Dalam hal ini mereka harus membangun hubungan yang baik antar sesama, sebagai majikan atau pemilik perusahaan harus tetap menghargai pekerja ataupun karyawannya tidak boleh sewenang-wenang, karna hakikatnya kedudukan manusia di mata Tuhan itu sama.
Untuk setiap majikan atau pemilik perusahaan atau pemerintah, hendaklah tidak mengakhirkan gaji bawahannya dari waktu yang telah dijanjikan, saat pekerjaan itu sempurna atau di akhir pekerjaan sesuai kesepakatan. Jika disepakati gaji setiap bulannya, maka wajib diberikan di akhir bulan. Jika diakhirkan tanpa ada udzur, maka termasuk bertindak zalim.
Pembahasan mengenai pengupahan dalam Al-qur’an dan Al-hadist telah memberikan beberapa petunjuk dalam proses kehidupan dimuka bumi ini. Mengenai cara pemberian gaji kepada pegawai, dalam islam telah digariskan sesuai dengan sabda Nabi SAW:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أَعْطُوا اْلأَ جِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ (رَوَاهُ ابْنُ ماجَه )
Artinya : “Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah).
Maksud dari hadist diatas adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji setiap bulan. Dan yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah kering.
Menunda penurunan gaji pada pegawai padahal mampu termasuk kezaliman. Bahkan orang seperti ini halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman. Maksud dari halal kehormatannya, boleh saja kita katakan pada orang lain bahwa majikan ini biasa menunda kewajiban menunaikan gaji dan zalim. Pantas mendapatkan hukuman adalah ia bisa saja ditahan karena kejahatannya tersebut. Jika ada seorang majikan yang memberikan gaji di akhir bulan sebagaimana yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi jika ada kesepakatan dan sudah saling ridho bahwa gaji akan diserahkan terakhir setelah satu atau dua tahun, maka seperti itu tidaklah mengapa. Seperti sabda rasulullah saw. yaitu “Kaum muslimin wajib mematuhi persyaratan yang telah mereka sepakati.”(Fatwa Al Lajnah Ad Daimah).
Pembahasan yang sangat penting selanjutnya yaitu mengenai hak pekerja, dimana hal ini menjadi kajian penting tentang bagaimna memperlakukan pekerjanya dan memberi hak-hak yang seharusnya didapatkan pekerja. Umat muslim sebagai agen utama perbaikan peradaban manusia, sekali lagi, hendaknya terus berjuang agar sistem kerja yang tidak berkeadilan terhapus dari muka bumi, sehingga kaum pekerja mendapat jaminan kemerdekaan, derajat kemanusiaan, kesetaraan dan pengupahan yang layak.
Dari penghapusan perbudakan yang dikombinasikan dengan perspektif Islam tentang ketenagakerjaan, maka dapat disebutkan ada empat prinsip untuk memuliakan hak-hak pekerja;
Pertama, kemerdekaan manusia. Ajaran Islam yang direpresentasikan dengan aktivitas kesalehan sosial Rasulullah saw. yang dengan tegas mendeklarasikan sikap anti perbudakan untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang toleran dan berkeadilan. Islam tidak mentolerir sistem perbudakan dengan alasan apa pun. Terlebih lagi adanya praktik jual-beli pekerja dan pengabaian hak-haknya yang sangat tidak menghargai nilai kemanusiaan. Penghapusan perbudakan menyiratkan pesan bahwa pada hakikatnya manusia ialah makhluk merdeka dan berhak menentukan kehidupannya sendiri tanpa kendali orang lain. Penghormatan atas kedudukan manusia, baik sebagai pekerja maupun berpredikat apapun, menunjukkan bahwa ajaran Islam mengutuk keras praktik jual-beli tenaga kerja.
Kedua, prinsip kemuliaan derajat manusia. Islam menempatkan setiap manusia, apa pun jenis profesinya, dalam posisi yang mulia dan terhormat. Hal itu disebabkan Islam sangat mencintai umat Muslim yang gigih bekerja untuk kehidupannya. Kemuliaan orang yang bekerja terletak pada kontribusinya bagi kemudahan orang lain yang mendapat jasa atau tenaganya. Salah satu hadis untuk menegaskan hal ini yaitu; “Jabir radhiyallau ‘anhuma bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”(HR. Ath Thabarani).
Dari dalil tersebut, dapat dipahami bahwa Islam sangat memuliakan nilai kemanusiaan setiap insan. Kecenderungan manusia menghormati orang yang memiliki pekerjaan, yang menghasilkan banyak uang, serta meremehkan orang yang berprofesi rendahan. Padahal nasib setiap insan berbeda sesuai skenario dari Allah SWT. Sikap merendahkan orang lain karena memandang pekerjaannya sangat ditentang dalam Islam.
Ketiga, keadilan dan anti-diskriminasi. Islam tidak mengenal sistem kelas atau kasta di masyarakat, begitu juga berlaku dalam memandang dunia ketenagakerjaan. Dalam sistem perbudakan, seorang pekerja atau budak dipandang sebagai kelas kedua di bawah majikannya. Hal ini dilawan oleh Islam karena ajaran Islam menjamin setiap orang yang bekerja memiliki hak yang setara dengan orang lain, termasuk atasan atau pimpinannya. Bahkan hingga hal-hal kecil dan sepele, Islam mengajarkan umatnya agar selalu menghargai orang yang bekerja.
Keempat, kelayakan upah pekerja. Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak yang mempekerjakan. Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi pedoman kepada para pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal, yaitu adil dan mencukupi. Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya, maka jika terjadi penunggakan gaji pekerja, hal tersebut selain melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Selain ketepatan pengupahan, keadilan juga dilihat dari proporsionalnya tingkat pekerjaan dengan jumlah upah yang diterimanya.