Indonesia memiliki panorama alam yang tersohor hingga seluruh penjuru dunia. Dibalik kelebihan pasti ada kekurangan, dalam sentuhan geologis Indonesia merupakan negeri yang berdiri di atas kawasan rawan bencana. Sebagai negeri yang masuk dalam lingkungan ring of rife (cincin api), negeri ini memiliki potensi bencana alam cukup tinggi. Bagaimana tidak?
Indonesia terletak di zona subduksi (Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia dan berada di antara wilayah lintasan dua jalur pegunungan (pegunungan sirkum Pasifik dan sirkum Mediterania) yang banyakterdapat gunung berapi. Ring of fire merupakan rangkaian lempeng yang menjadi ancaman potensial gempa. Hidup di wilayah dengan potensi bencana yang besar, pemahaman akan bahasa alam dan pendidikan bencana menjadi sangat krusial.
Dalam beberapa bulan terakhir, berita bencana alam gempa bumi dan tsunami menjadi topik utama diberbagai media di Indonesia bahkan dunia. Misalnya gempa dan sunami yang terjadi di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, Jum’at, 28 September 2018, menewaskan 1.763 jiwa, gempa Lombok, gempa Jawa Timur dan masih banyak lagi.
Banyaknya korban jiwa akibat gempa bumi disebabkan oleh kurangnya pendidikan bencana serta kurangnya manusia dalam memahami bahasa yang disampaikan alam. Sebagai masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana , haruslah memiliki ilmu mengenai cara mengenali dan memahami karakteristik bencana sebagai upaya preventifuntuk mengurangi jumlah korban jiwa.
Mitigasi Bencana
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Namun, itu semua tidak cukup hanya berupa tulisan saja. Masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan dan usia sedari dini memerlukan bimbingan intensif terkait mitigasi bencana. Kita bisa belajar dari negara dengan tingkat kewaspadaan bencana (emergency preparedness) yang cukup tinggi, misalnya Jepang.
Di Jepang, pendidikan kebencanaan sudah diterapkan sejak di bangku sekolah dan masuk kedalam kurikulum nasional. Diungkapkan oleh UNEP (The United Nations Environmental Programme.
Managing post-disaster debris : the Japan Experience, June 2012). Dalam menghadapi bencana, pemerintah Jepang menyiapkan langkah-langkah penting, yakni dengan merancang bangunan-bangunan tahan gempa, merancang aturan mengenai pemeliharaan lingkungan, seperti perlindungan hutan di pesisir samudra (hutan mangrove) dan perlindungan awal gelombang tsunami dengan menempatkan batu-batu pemecah ombak ditepi laut, untuk mengurangi dampak tsunami.
Kemudian, pemerintah Jepang juga mengembangkan sistem peringatan dini dari bencana alam, agar semua pihak bisa merespon dengan cepat dan masyarakat yang berpotensi terkena dampakbencana supaya segera membpersiapkan diriuntuk berlindung ditempat yang telah disediakan.
Mendirikan shelter (area perlindungan) bagi korban terdampak bencana alam, serta memberikan pelatihan secara rutin kepada masyarakat sebagai responcepat terhadap bencana alam yang bisa datang kapan saja. Tentunya, mereka akan terus mengembangkan sistem tanggap darurat bencana agar dapat bekerja efektif.
Selain itu, sangat penting bagi manusia untuk memahami bahasa-bahasa yang disampaikan alam. Bahasa alam bukanlah sekedar kiasan belaka , sebab alam semesta sesungguhnya tidaklah tidur dan membisu, melainkani ia berbicara dengan cara dan bahasanya sendiri. Memang, bukan dengan bahasa verbal, melainkan bahasa rasa, bahasa visual dan lambang-lambang yang tertuang dalam berbagai macam fenomena alam.
Setiap fenomena alam sebenarnya merupakan kalimat dalam bahasa alam yang mengandung sederet informasi tentang apa yang telah terjadi (past), sedang terjadi (present), bahkan peristiwa yang akan terjadi (future). Tujuannya supaya dapat dijadikan petunjuk bagi seluruh makhluk hidup tentang apa yang harus dilakukan. Bagaimana pun juga semua itu tergantung pada masing-masing individu, apakah ia mampu memahami bahasa yang disampaikan alam atau tidak.
Sesungguhnya akan lebih baik mana kala pendidikan bencana ditanamkan dan diajarkan sejak dini secara rutin dan terus menerus, sehingga apabila terjadi bencana, masyarakat tidak akan panik dalam menghapinya.
Disamping itu, tidak kalah pentingnya menebar kasih dan sayang kepada alam dan seluruh makhluk hidup yang menghuninya tanpa terkecuali, dapat menjadi senjata utama untuk menciptakan kesejahteraan di muka bumi. Bukan dengan kekerasan, maupun senjata yang diselimuti kekotoran hati dan angkara murka. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi masing-masing diri untuk menjaga sikap dan perilaku agar senantiasa selaras dengan tata hukum keseimbangan alam.