Selasa, Oktober 8, 2024

Pentakosta Ketiga, Adakah Itu?

Pdt. Musa Haisoo
Pdt. Musa Haisoo
El Roi Israel Sipahelut I Know God And Make Him Known

Beberapa waktu belakangan dunia maya (dumay) diramaikan dengan polemik soal “pentakosta ketiga” dan gaungnya menjadi semakin keras pasca acara Empowered21 di SICC Bogor lebih sepekan yang lalu. Tokoh utama yang disorot adalah Pdt. DR. Ir. Niko Nyotorahardjo, dan oleh karena Pdt. Niko adalah seorang tokoh penting di Gereja Bethel Indonesia (GBI) maka GBI pun tak pelak turut disorot.

Wacana pentakosta ketiga memang tidak dapat dipisahkan ketokohan Pdt. Niko, sebab beliaulah orang pertama yang menggulirkan hal itu. Dari beberapa situs yang menayangkan transkrip khotbah Pdt. Niko bisa kita telusuri dan simpulkan bahwa yang dimaksud dengan pentakosta ketiga adalah “restorasi kepenuhan Roh Kudus dengan tanda berbahasa Roh” (berjaga-jaga wordpress.com).

Tuhan berbicara kepada Pdt. Niko di awal tahun 2009, bahwa akan terjadi pencurahan Roh Kudus yang lebih dahsyat pada hari-hari terakhir dengan tanda-tanda seperti yang disebutkan di dalam Kitab Yoel 2:28-32. Dan ‘pesan Tuhan’ ini terkonfirmasi dari tahun ke tahun, sejak tahun 2010 hingga sekarang, di dalam forum-forum Empowered21 (dbr.gbi-bogor.org).

Menurut saya, jika kita bertolak dari anggapan bahwa peristiwa Azusa Street adalah “pentakosta kedua” maka kemungkinan adanya pentakosta ketiga dan seterusnya adalah sangat masuk akal. Namun harus dipahami (dan disadari pula tentunya) bahwa sebutan “pentakosta kedua” itu hanya klaim sepihak dari kaum pentakostal, bukan kesepakatan teologis secara oikoumenis.

Kemudian, jika urutan penyebutannya berdasarkan kronologi peristiwa kegerakan rohani yang melanda seantero muka bumi ini, maka peristiwa Azusa Street sebagai “pentakosta kedua” bisa jadi tidak obyektif. Ada beberapa alasan untuk mengatakan demikian.

1. Adanya kegerakan-kegerakan lain sebelum peristiwa Azusa Street Sejarah gereja merekam banyak sekali peristiwa kegerakan rohani yang terjadi dari waktu ke waktu, dan sulit untuk mengatakan bahwa terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut bukan oleh karya atau pekerjaan Roh Kudus.

Beberapa di antaranya perlu disinggung di sini; (a) Reformasi gereja abad ke-16, (b) Kebangunan rohani di Inggris oleh John Wesley pada abad 18, (c) Gerakan kebangunan rohani besar (the great awakening) di Amerika Serikat oleh Charles Finney, pada pertengahan abad ke-19.

2. Adanya ketidak-obyektifan sejarah, dalam dalam penentuan “pentakosta kedua.” Menurut Jan Aritonang (1996:167) terdapat dua pendekatan sejaran yang berbeda di dalam menentukan peristiwa yang menandai awal gerakan pentakosta. Pendekatan pertama adalah pendekatan sejarah idealnya, mengacu pada peristiwa yang terjadi di Topeka, Kansas pada awal Januari tahun 1901 dengan tokohnya bernama Charless Parham.

Sementara pendekatan kedua adalah pendekatan sejarah menurut kenyataannya, mengacu pada peristiwa Azusa Street, yang terjadi pada tahun 1906 dengan tokohnya bernama William Seymour. Selanjutnya mayoritas kalangan pentakostal mengacu pada pendekatan yang kedua ini sebagai awal pergerakan pentakosta. Entah berdasarkan apa?

Jika berdasarkan manifestasi bahasa roh, sebenarnya orang pertama yang mengalami manifestasi itu bernama Agnes Ozman dalam peristiwa di Topeka, Kansas. Jika kita mau jujur dan obyektif terhadap sejarah, maka seharusnya peristiwa Azusa Street itu merupakan peristiwa gerakan pentakosta yang kesekian puluh, bahkan mungkin kesekian ratus.

Sebagai seorang pentakostal saya bisa memahami apa yang dikatakan oleh Pdt. Niko, bahwa akan terjadi restorasi kepenuhan Roh Kudus menjelang tiba waktunya Parousia (rapture). Tetapi menggunakan istilah “pentakosta ketiga” untuk menjelaskan maksudnya tersebut, apalagi disampaikan dengan introduksi: “Tuhan berbicara kepada saya” menjadi kontraproduktif.

Introduksi semacam ini terkesan sangat otoritatif, sama nilai otoritatifnya dengan perkataan para nabi di zaman PL: “berfirmanlah Tuhan” atau “demikian firman Tuhan.” Siapakah yang berani membantah ataupun melawan apa yang Tuhan katakan? Masalahnya, para pengkhotbah yang suka menggunakan introduksi tersebut harus menyadari bahwa mereka berbicara dalam alam pikiran bahwa Alkitab itu bersifat cukup (sufficienti), dan oleh karena itu semua yang mereka katakan harus selaras dengan Alkitab. Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Pdt. Musa Haisoo
Pdt. Musa Haisoo
El Roi Israel Sipahelut I Know God And Make Him Known
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.