Minggu, November 24, 2024

Pengaruh Muhammad Abduh

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Masyarakat biasa, pernah ngadem di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, tapi sekarang berdomisili di Tulungagung.
- Advertisement -

Produk pemikiran manusia tentunya mempunyai pengaruh terhadap peradaban manusia. Seperti yang ada dalam tulisan ini, produk pemikiran dari Muhammad Abduh juga banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran manusia setelahnya, baik muridnya -selain Rasyid Rida- dan pengikutnya.

Dimulai dari Al-Syaikh Mustafa Al-Maraghi merupakan murid Muhammad Abduh yang termasyhur di Al-Azhar. Beliau sempat menjadi Hakim Agung di Sudan. Setelah itu, beliau menjadi pemimpin (kepala sekolah atau semacamnya) di Universitas Al-Azhar. Namun jabatan tersebut dilepaskannya, karena banyak pihak yang tidak setuju dengan ide-ide pembaharuan islam yang hendak diterapkannya dalam Universitas Al-Azhar.

Muhammad Farid Wajdi juga termasuk murid Muhammad Abduh, beliau lebih mengembangkan pemikiran dalam islam. Karyanya dalam buku Al-Madaniyah wa Al-Islam merupakan bentuk tanggapan terhadap Barat yang terlalu mendeskritkan orang-orang yang menjalankan ajaran islam, baik ritual dan pemikirannya.

Dalam buku tersebut, beliau menjelaskan Islam yang murni, berbeda dengan yang telah digambarkan oleh Barat. Selain itu, dalam bukunya itu juga menjelaskan bahwa islam tidak bertentangan dengan peradaban. Selain buku Al-Madaniyah wa Al-Islam, beliau juga membuat ensiklopedia Da’irah Ma’arif Al-Qur’an Al-Isyrin yang tersusun dari sepuluh jilid.

Al-Syaikh Tantawi Jawhari mengembangkan pemikiran Muhammad Abduh mengenai sunnatullah. Karya-karyanya termuat dalam Al-Taj Al-Murassa’ bi Jawahir Al-Qur’an wa Al-‘Ulum, Jamal Al-‘Alam, dan Al-Nizam wa Al-‘Alam.

Qasim Amin merupakan sahabat sekaligus murid dari Muhammad Abduh. Beliau merupakan seorang ahli hukum. Pemikiran-pemikirannya dituangkan dalam bukunya yang berjudul Tahrir Al-Mar’ah. Gagasannya banyak bersinggungan dengan kesamaan derajat antara perempuan dan laki-laki.

Gagasan-gagasan beliau diantaranya tentang pendidikan perempuan, pemilihan jodoh bagi perempuan, penutupan wajah dan pemisahan wanita dalam pergaulan. Gagasan beliau yang demikian mendapatkan kritik dari banyak pihak.

Untuk menjawabnya beliau membuat sebuah karya Al-Mar’ah Al-Jadidah. Di buku itu, beliau lebih mempertahankan dan menegaskan mengenai kebebasan perempuan. Menurut beliau, kebebasan perempuan tidak bisa dipisahkan dari kebebasan masyarakat.

Bagaimana mungkin, kebebasan masyarakat yang senantiasa berkembang tidak berbanding lurus dengan kebebasan yang dimiliki oleh perempuan, padahal perempuan juga bagian dari masyarakat?

Kira-kira jawaban dari pertanyaan tersebut yang hendak dijelaskannya. Barat telah maju didasarkan pada ilmu pengetahuan. Islam harusnya demikian, bukannya malah terus menerus terjebak pada romantisme kejayaan di masa lalu.

- Advertisement -

Sa’ad Zaghlul berasal dari desa. Pertemuannya dengan Muhammad Abduh ketika menjalani pendidikan di Al-Azhar. Beliau membantu memimpin majalah resmi Mesir Al-Waqa’i Al-Misriah. Namanya baru didengar oleh banyak orang ketika menikah dengan putri Perdana Menteri Mesir pada tahun 1896.

Saat itu juga, karir politiknya dimulai. Orientasi dari karir politiknya bukan untuk menjatuhkan rezim pemerintahan otokrasi Mesir, namun lebih kepada pengusiran Inggis yang telah menjadi penjajah. Sebab Inggris telah mengontrol pemerintahan Mesir pada saat itu, dan cara untuk menyelematkan Mesir adalah dengan mengusir penjajahan Inggris di tanah Mesir.

Usaha yang dilakukan oleh beliau ternyata membuahkan hasil, pada tahun 1922 Mesir telah memproklamirkannya sebagai negara merdeka. Selama hidupnya beliau pernah menjabat sebagai pengacara, hakim, Menteri Pendidikan, Menteri Kehakiman, Wakil Ketua DPR, Ketua Delegasi dalam Forum Internasional dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan Mesir, dan terakhir sebagai Perdana Menteri Mesir.

Paska penjajahan, beliau mengupayakan tatanan kehidupan baru di Mesir. Dimulainya melalui bidang pendidikan yang tidak membatasi kaum fakir dan miskin untuk bersekolah, selain itu juga mendirikan Perguruan Tinggi Hakim Agama. Beliau mengehendaki bentuk pemerintahan yang demokratis, oleh karena itu beliau menentang pemerintahan rezim Khedewi yang absolut.

Lutfi Al-Syaid sama dengan Sa’ad Zaghlul, sama-sama dari desa dan pertemuannya dengan Muhammad Abduh terjadi di Khairo, Mesir. Beliau tertarik dengan ide-ide tentang kemerdekaan dan kebebasan. Sebab kemerdekaan dan kebebasan individu merupakan representasi dari kemerdekaan sebuah negara.

Beliau menentang negara yang absolut, namun beliau lebih mengidamkan bentuk negara yang liberal. Sebab dalam bentuk negara yang liberal tidak ada batasan dalam menyampaikan pendapat, baik secara lisan dan tulisan. Beliau juga berpendapat bahwa untuk memperoleh kemerdekaan di Mesir, tidak perlu melakukan perang melawan penjajahan Inggris.

Karena pada saat itu, Mesir masih kalah dalam semua aspek, dan caranya untuk memperoleh kemerdekaan yakni dengan bekerjasama dengan penjajahan Inggris. Setelah nanti dirasa cukup kuat disegala aspek, baru kemerdekaan bisa diperoleh.

Ali Abd Al-Raziq merupakan putra dari sahabat Muhammad Abduh. Perkenalannya dengan ide-ide Muhammad Abduh terjadi ketika menempuh pendidikan di Oxford, Perancis. Permasalahan yang hangat pada masa beliau adalah tentang sistem negara islam dalam bentuk khilafah.

Pendapatnya dituangkan dalam bukunya yang berjudul Al-Islam wa Usul Al-Hukm. Menurut beliau dalam buku tersebut, islam tidak pernah mengajarkan tentang khilafah. Khilafah ini hadir dari perjalanan sejarah umat islam, tapi bukan ajaran-ajaran dari sumber islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah).

Karena bentuk negara bukan persoalan agama, tapi persoalan duniawi. Pendapatnya tentang khilafah yang demikian membuat beliau dicoret namanya dari daftar ulama Mesir berdasarkan Majlis Ulama Besar dan bukunya dilarang beredar di masyarakat. Beliau pernah berprofesi sebagai hakim agung, tapi sudah dipecat lantaran pendapatnya tersebut.

Taha Husain yang merupakan putra dari seorang petani. Dari kecil, beliau telah kehilangan penglihatannya karena penyakit yang diderita. Beliau bertemu dengan ide-ide Muhammad Abduh ketika belajar di Universitas Al-Azhar. Beliau membuat karya dengan judul Fi Al-Adab Al-Jahili di tahun 1925.

Dalam karyanya, beliau mengkritik sastra Arab yang ada. Menurutnya Sastra Arab hanya sedikit yang asli dari masyarakat Jahiliyah, kebanyakan Sastra Arabnya ada setelah islam datang untuk kepentingan penguasa. Karena pendapatnya itu, beliau berurusan dengan pengadilan dan karyanya dilarang beredar di masyarakat Mesir pada masa itu.

Selain itu, beliau juga menginginkan Mesir maju seperti Barat. Alasan yang mendukungnya adalah Mesir banyak dipengaruhi oleh Barat ketimbang Timur. Beliau pernah berprofesi sebagai dosen dan Menteri Pendidikan.

Demikian nama-nama yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Muhammad Abduh. Meskipun mereka semua tidak hidup dalam satu tempat dan satu zaman, tapi mereka banyak dipengaruhi sekaligus mengembangkan pemikiran Muhammad Abduh. Di Indonesiapun saya kira banyak yang berupaya melakukan pembaharuan islam yang mengadopsi pemikiran Muhammad Abduh.

Tulisan merupakan tugas akademik yang dirangkum dari bagian bab di sebuah buku Pembaharuan Dalam Islam karya Prof. DR. Harun Nasution, halaman 77-88.

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Masyarakat biasa, pernah ngadem di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, tapi sekarang berdomisili di Tulungagung.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.