Pendidikan anak usia dini (PAUD) memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia sejak periode awal pertumbuhan. Periode usia 0 hingga 6 tahun sering disebut sebagai masa keemasan (golden age) dalam perkembangan anak, karena pada tahap ini pertumbuhan otak berlangsung sangat pesat dan sangat responsif terhadap rangsangan dari lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan studi dari Center on the Developing Child di Harvard University (2010), masa kanak-kanak awal adalah masa perkembangan otak yang pesat. Seperti meluncurkan sebuah roket, gangguan kecil yang terjadi sesaat setelah take-off dapat memengaruhi trajektorinya. Oleh karena itu, intervensi yang tepat di masa ini sangat menentukan kualitas hidup anak di masa depan.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan dan pendidik terus membahas pertanyaan mendasar: mana yang lebih besar pengaruhnya dalam perkembangan manusia—faktor keturunan atau lingkungan? Apakah seseorang menjadi pintar, ramah, atau kreatif karena sifat bawaan sejak lahir, ataukah karena dipengaruhi oleh pengalaman dan situasi hidupnya?
Perdebatan ini dikenal sebagai Nature versus Nurture. “Nature” merujuk pada faktor genetik dan biologis yang diwariskan dari orang tua, seperti postur tubuh, sifat bawaan, hingga potensi kecerdasan. Di sisi lain, “Nurture” mencakup faktor-faktor luar seperti pola asuh, pendidikan, serta interaksi sosial yang turut membentuk kepribadian dan perilaku seseorang.
Namun, menurut Stauffer dan Capuzzi (2016), melihat keduanya sebagai dua hal yang bertentangan adalah keliru. Faktanya, gen dan lingkungan saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Individu tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungannya, tetapi juga secara aktif memengaruhi lingkungan itu sendiri. Manusia tumbuh dalam konteks sosial dan budaya yang kompleks, bukan dalam kondisi yang terisolasi.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa pemberian pendidikan sejak usia dini mampu meningkatkan kemampuan kognitif, keterampilan sosial, serta mempersiapkan anak untuk jenjang pendidikan berikutnya. Sebuah studi longitudinal oleh Barnett (2008) menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti program PAUD berkualitas memiliki skor lebih tinggi dalam tes membaca dan matematika di sekolah dasar.
Heckman (2006) juga menyatakan bahwa investasi di bidang pendidikan anak usia dini memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan intervensi yang dilakukan saat usia dewasa, seperti mengurangi kecenderungan kriminalitas, peningkatan produktivitas kerja, dan penghematan biaya kesehatan di masa depan.
Temuan serupa juga dikemukakan oleh Schweinhart et al. (2005) melalui Perry Preschool Project, sebuah studi jangka panjang di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti program PAUD berkualitas memiliki motivasi belajar yang lebih besar, tingkat kelulusan yang lebih tinggi, ekonomi yang lebih baik, persentase kepemilikan rumah yang lebih tinggi, kecenderungan menerima dana bantuan sosial yang lebih rendah, dan kecenderungan kriminalitas yang rendah.
Secara global, laporan OECD (2017) mengungkapkan bahwa negara-negara dengan tingkat partisipasi PAUD yang tinggi cenderung memiliki skor PISA yang lebih tinggi, terutama dalam aspek membaca dan berhitung. Fakta ini semakin memperkuat bahwa pendidikan anak usia dini tidak hanya berdampak positif bagi perkembangan individu, tetapi juga berkontribusi besar terhadap kemajuan sosial dan ekonomi negara.
Pendidikan anak usia dini turut memberikan dampak langsung terhadap proses pembangunan manusia. Berdasarkan Human Development Report yang dirilis UNDP (2023), pendidikan merupakan salah satu komponen utama dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), selain aspek kesehatan dan standar hidup layak.
Anak-anak yang memperoleh layanan PAUD berkualitas umumnya menunjukkan capaian pendidikan yang lebih tinggi dan prospek kerja yang lebih baik. Sebagai contoh, studi yang dilakukan oleh Tran et al. (2016) menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini dapat membantu anak-anak untuk mencapai potensi perkembangannya. Hal ini kemudian akan mendorong nilai IPM menjadi lebih baik.
Meski begitu, masih terdapat berbagai kendala, khususnya terkait dengan kesenjangan akses dan mutu layanan PAUD. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, berdasarkan hasil Susenas Maret 2023, menunjukkan bahwa terdapat 27,38% anak usia dini yang pernah/sedang mengikuti pendidikan prasekolah.
Kemudian, berdasarkan data Badan Keahlian DPR RI tahun 2024, Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD di Indonesia tahun 2023 sebesar 36,36 persen, artinya hanya ada 37 anak dari 100 orang penduduk berusia 0-6 tahun yang menjadi peserta didik PAUD pada tahun 2023. Selain itu, kualitas pendidik PAUD yang belum merata dan rendahnya standar kurikulum juga menjadi tantangan tersendiri.
Berdasarlan Laporan Statistik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tahun 2023/2024, Jawa Timur merupakan Provinsi yang memiliki PAUD terbanyak di Indonesia. Di Indonesia sendiri, status kepemilikan PAUD didominasi oleh Yayasan atau Swasta (76,7%) dengan tren jumlah PAUD yang terus meningkat setiap tahunnya. Statistik menunjukkan lebih dari 90% tenaga kependidikan di PAUD adalah wanita.
Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan yang mendorong pengembangan PAUD yang merata, inklusif, dan berkelanjutan, termasuk peningkatan kompetensi guru, penyediaan fasilitas yang layak, dan dukungan pembiayaan dari negara, guna membentuk generasi yang kompeten dan mampu bersaing di masa depan, menuju Indonesia Emas 2045.