Tahapan Pemilu 2019 sudah dimulai. Pemilu hendaknya mengikuti peraturan perundangan yang telah ada sehingga mampu mengurangi kegaduhan yang dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. Kita ingin pemilu yang beradab yakni bersih, jujur dan adil serta beretika.
Pemilu adalah prasyarat minimal dalam berdemokrasi. Karena merupakan prosedur terpenting untuk melegitimasi kekuasaan. Hakikat sebuah penyelenggaraan pemilu untuk memastikan kedaulatan berada ditangan rakyat. Oleh karenanya Pemilu bukan sekedar agenda rutin yang wajib dijalankan oleh Negara-negara demokratis.
Melainkan sebagai bentuk perwujudan rakyat punya kuasa penuh untuk memilih pemimpin berkualitas yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat melalui kebijakan-kebijakan Pemerintah. Indonesia salah satu Negara demokrasi dengan berlandaskan pada Pancasila. Asas demokrasi yang digunakan sebagai dasar hidup bersama dalam bernegara merupkan wujud pelaksanaan kedaulatan Negara berada di tangan rakyat.
Pemilu di Indonesia dilaksanakan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dimana rakyat Indonesia diberikan kuasa penuh untuk memilih Pemimpinya yakni Anggota DPR RI, Anggota DPD RI, Anggota DPRD Provinsi, Anggota DPRD Kabupaten/Kota, Presiden dan Wakil Presiden serta Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota.
Oleh karena Pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia. punya arti penting dalam Negara Demokrasi. Pemilu di Indonesia di atur oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 dan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sosialisasi dan Pendidikan Politik
Dalam konstitusi kita undang-undang pemilu sudah diatur secara jelas sesuai ketentuan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Maka dari itu sekarang ini yang perlu dilakukan oleh Partai-Partai Politik khususnya yang memiliki wakil di Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan penyelenggara pemilu adalah melakukan sosialisasi dan memberikan pendidikan politik dan pemilu kepada publik.
Agar tidak terjadi ketidak tahuan ataupun kesalah pahaman mengingat banyaknya aturan-aturan yang harus diketahui oleh publik. Komisi II DPR RI dan Kemendagri mesti mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Dalam Pasal 573 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan: “Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Selain itu juga perlu penjelasan lebih lanjut dari Kemendagri bersama-sama dengan Komisi II DPR RI agar setiap orang mengetahuinya. Misalnya melalui program sosialisasi UU, pendidikan pemilu, sekolah demokrasi dan/atau sebutan lain yang menjelaskan UU Pemilu kepada publik.
Diantaranya tentang penetapan partai olitik peserta pemilu tahun 2019, masa kampanye dan larangan berkampanye. Dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu yang menyatakan : kampanye dilaksanakan sejak 3 (hari) setelah ditetapkannya Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta Pasangan Presiden dan Wakil Presiden.
Dimana Partai politik peserta pemilu 2019 dilarang melakukan kampanye sebelum dimulainya masa kampanye sebagaimana diatur dalam pasal 276 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Partai politik peserta Pemilu 2019 dilarang membuat dan menayangkan iklan kampanye di lembaga penyiaran, media massa (cetak dan elektronik) serta media daring (online). KPU akan memfasilitasi iklan kampanye Partai Politik peserta Pemilu 2019 sesuai pertauran perundang-undangan
Partai politik peserta pemilu 2019 diperbolehkan melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai politik, dengan metode: a.) Pemasangan bendera partai politik peserta pemilu 2019 dan nomor urutnya, dan/atau b.) Pertemuan terbatas dan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1 (satu) hari sebelum kegiatan dilaksanakan. Pemberitaan mengenai sosialisasi partai politik peserta pemilu 2019 dilakukan dengan mengedepankan prinsip proporsionalitas dan keberimbangan.
Sedangkan mengenai sanksi larangan berkampanye diatur dalam Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. “Bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu diluar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta Pemilu dipindana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (Dua Belas Juta Rupiah)”.
Untuk pengawasan, Badan Pengawas Pemilihan Umum melakukan pengawasan terhadap masa pra kampanye dari tanggal 18 Februari s.d 22 September 2018 untuk mewujudkan keadilan bagi setiap partai politik peserta pemilu tahun 2019 dalam menyampaikan informasi kepada pemilih dengan melakukan pencegahan dan pengawasan terhadap larangan kampanye sebelum masa kampanye yang meliputi: a.) Pengawasan terhadap adanya iklan kampanye di lembaga penyiaran, b.) Pengawasan terhadap keberimbangan dan proporsionalitas partai politik peserta pemilu tahun 2019 dalam melakukan sosialisasi di tahapan pemilu 2019; dan c.) Pengawasan terhadap tindakan kampanye yang dilakukan oleh partai politik peserta pemilu tahun 2019 sebelum masa kampanye.
Melihat banyaknya aturan-aturan mengenai Pemilu maka perlu kiranya sosilasasi dan pendidikan politik dan pemilu dilakukan oleh pihak berwenang. Agar tidak terjadi ketidak tahuan dan kesalah pahaman dalam pelaksanaan pemilu. Selain itu juga perlu partisipasi dan sinergisitas seluruh elemen demi terwujudnya Pemilu yang Bersih, Jujur, Adil dan Bermartabat.
Sehingga Pemilu di Indonesia adalah Pemilu yang Beradab yakni Pemilu sesuai menurut aturan dan ketentuan yang berlaku. Berkualitas dari segi proses dan hasil pemilu, sebagai upaya dalam mewujudkan keadilan dan kesejateraan bagi seluruh Rakyat Indonesia.*